"Cepat tumbuh di sana."
Aku terpaku mendengar ucapannya yang pelan sembari mengelus perutku. Dia kemudian membenarkan letak tidurnya menghadap ke arahku dengan senyumannya. Perlahan, matanya mulai menutup dengan sempurna dan tak lama kemudian nafasnya pun mulai teratur.
Aku menarik selimut hingga batas leherku lalu membenarkan posisi tidurku menjadi terlentang. Aku kembali memikirkan mengenai apa yang baru saja di ucapkannya. Sikap berubahnya kembali lagi kali ini. Namun kenapa kalimat itu harus diucapkannya. Untuk kesekian kalinya aku berpikir kembali apakah dia berubah atau tidak.
👤
"Mas mandi di kamar sebelah aja, ya ... sepertinya aku merencanakan untuk berendam. Dan mungkin agak lama."
Dia tersenyum kecil. "Kecapean, hm?"
Rona di wajahku tidak bisa kusembunyikan. Kenapa dia malah menjadi penggoda seperti sekarang.
"Yasudah ah, pokoknya pas aku keluar dari kamar mandi. Mas harus siap!" ucapku sambil mengambil baju miliknya dan menaruh di pinggir ranjang.
"Baju Mas udah aku siapin, jadi gak ada alasan lain lagi."
Aku langsung pergi ke kamar mandi setelah mengatakan hal itu. Handuk dan baju milikku sudah kusimpan terlebih dahulu di dalam kamar mandi. Di balik pintu kamar mandi, aku terdiam, menyandarkan punggungku pada pintu. Kuangkat tanganku dan menaruhnya di dada sebelah kiriku. Oh, lagi-lagi detak jantungku berdetak dengan cepat. Aku tahu ini yang kesekian kalinya, namun kali ini aku seperti merasa benar-benar berbeda, namun__entahlah? Aku benar-benar tak ingin dikecewakan lagi.
Menghapus pikiran itu, aku segera mandi. Tidak berendam seperti yang kuceritakan padanya, itu hanya alibiku saja. Perlu waktu sekitar 15 menit untukku selesai membersihkan diriku. Aku membuka sedikit pintu kamar mandi, mengintip apakah dia sudah kembali atau belum. Kulihat pakaiannya masih ada di sana, itu tandanya dia masih belum selesai, berarti dia tidak langsung menuruti perintahku untuk mandi. Karena kalaupun iya, dia pasti sudah kembali ke sini.
Dengan cepat, aku pergi ke luar dan mengambil sesuatu di dalam tas milikku. Sebuah pil. Aku melihat pil di tanganku, aku kembali berpikir ingin mengonsumsinya atau tidak. Setelah cukup lama berpikir, aku pun memilih untuk meminumnya. Sebelum meminumnya, aku pergi ke pintu terlebih dahulu dan menguncinya. Dia tidak boleh tahu jika aku mengonsumsi pil pencegah kehamilan.
Bukannya aku tidak mau mengandung, jika ditanya tentang kesiapan, dengan yakin aku akan mengatakan sangat siap. Tapi aku masih belum yakin padanya. Apakah dia mencintaiku atau tidak. Dia memang bersikap baik, manis dan perhatian padaku belakangan ini, tapi sia tidak mengatakan secara langsung kalau dia mencintaiku. Melihat orang lain yang sedang jatuh cinta aku bisa mengetahuinya. Tapi untuk dia, aku tidak tahu. Sikapnya selama ini selalu berubah-ubah. Sandiwaranya selama ini selalu membuatku tak menduganya. Dia terlalu baik memerankan perannya, hingga aku terkadang lupa, saat dia sedang bersamaku sikap asli atau pura-pura yang sedang dia tujukkan padaku.