Aku menutup laptop dengan kasar dan langsung mengambil handphone kemudian menghubungi Ari. Telepon tersambung, tak lama kemudian telepon pun di angkat.
“Antar aku ke penjara sekarang juga,” ucapku sesaat setelah panggilan itu tersambung.
“Keluar sekarang. Aku ada di depan rumahmu.”
Perlu beberapa detik untukku tersadar dengan perkataan Ari. Tanpa memutus teleponnya, aku pergi ke luar rumah dengan segera. Mobil milik Ari sudah ada di depan rumahku.
“K—”
“Aku tahu. Itu sebabnya aku langsung ke sini,” potong Ari dengan cepat.
Kuakui, Ari memang benar-benar orang yang bisa di andalkan. Dia begitu tanggap dalam melakukan sesuatu. Dia bahkan rela melewatkan jam belajarnya demi mengantarku. Kaesar beruntung memiliki sahabat yang baik seperti Ari dan Reza.
Berbicara mengenai Reza, aku sungguh tidak menyangka jika semua yag terjadi benar-benar jauh dari yang kukira. Benar kata Kaesar, Reza tidak salah namun bagiku, Kaesar juga tidak salah sepenuhnya seperti yang dia ungkapkan. Semua memang berawal darinya, tapi setelah semua yang terjadi kita tidak bisa menilai di awalnya saja. Di prosesnya, semua orang ikut andil dalam masalah ini.
Sekitar hampir satu jam perjalanan, kami pun sampai di penjara. Aku akan mengunjungi Reza untuk menanyakan di mana Kaesar tinggal, Reza pasti mengetahuinya.
Saat aku di sana, ternyata Reza sedang dijenguk oleh seorang perempuan muda, mungkin masih mengijak bangku sekolah menengah pertama dan mungkin saja itu Adik Reza yang diceritakan oleh Kaesar.
Aku ikut bergabung dengannya, disusul dengan Ari. Jelas sekali kalau mereka berdua terkejut dengan kedatanganku dan Ari yang tiba-tiba. Aku mengulas senyum terbaik ku.
“Aku ke sini mau bilang maaf dan terima kasih sama kamu, Za.”
Reza masih saja diam, begitu pun dengan Adiknya.
“Aku mengerti segalanya sekarang. Maaf karena telah buat kamu harus dihukum seperti ini dan membuat kamu harus berpisah dengan Adik kamu. Aku janji akan perjuangin kasus kamu untuk banding, aku harap kamu bisa bebas, kamu hanya korban di sini.”
Aku dapat melihat ekspresi terkejut Reza sebentar karena setelahnya Reza kembali mengontrol ekspresinya menjadi datar, mungkin dia kaget karena aku mengetahui hal ini.
“Dan, terima kasih telah menjaga Kaesar dengan baik. Rasanya, kata terima kasihs aja tidak cukup aku berikan pada kamu. Kamu telah menyelamatkan nyawa Kaesar bahkan merawatnya dengan baik. Dan aku sangat bersyukur mengenai hal itu.”
Aku kembali menangis, mendengar Kaesar yang masih hidup seperti keyakinanku benar-benar memporakporandakan emosi yang kupunya.
“Aku datang ke sini karena sebuah tujuan. Kamu yang merawat Kaesar selama ini. Apa kamu bisa memberitahukan di mana keberadaannya padaku. Aku mohon,” ucapku dengan penuh permohonan.
Reza masih saja diam, aku bisa mengerti bagaimana posisinya. Dia pasti sangat terguncang. Tapi aku benar-benar ingin menemui Kaesar, hari ini. kalaupun bisa detik ini.
“Za ... aku mohon, 5 bulan ini aku terus menyalahkan diri sendiri, banyak orang yang menyebutku gila karena tetap menanti Kaesar datang karena ku percaya dia gak akan pergi tanpa pamit dulu. Hingga tadi aku tahu segalanya, ternyata keyakinanku benar, si orang gila ini benar, Kaesar masih hidup dan Cuma kamu yang tahu di mana dia sekarang. Kasih tahu aku sekarang Za. Aku mohon, aku benar-benar akan melakukan apa pun.”