Malamnya, Hana pulang ke rumah dengan bahu lesu. Dia melepas sepatu tanpa meletakkannya di rak dan membaringkan dirinya di sofa ruang tamu.
“Naaa. Udah pulang?” Rini yang sedang bersiap makan malam berseru dari ruang makan, dia mendengar suara pintu. Tak lama, dia muncul sambil membawa sepiring mie goreng. Dia meletakkannya di meja dekat sofa, lalu menepuk lengan Hana.
“Ayo makan, aku masak tiga bungkus.”
Demi mencium wangi yang membuat siapapun ketagihan itu, Hana beranjak meski masih lelah. Lagipula dia tidak bisa menampik keinginan perutnya yang ingin diisi.
“Riiin,” ucapnya merajuk di tengah kunyahan. “Kamu tahu nggak aku tadi ketemu siapa?”
Keluhan yang terabaikan oleh suara familiar seseorang. Rini menyandarkan ponsel di stand holder lalu menyapa riang. Suasana hati Hana yang buruk sepanjang sore ini langsung lumer. Ervan memang moodbooster, bahkan hanya dengan mendengar suaranya.
“Lagi makan malam, ya,” ujarnya ramah. Wajahnya terlihat lelah namun senyumnya tetap tulus. Layar ponsel menampakkan latar ruang kerja Ervan yang dipenuhi dengan maket, tabung gambar, beragam pensil dan kertas.
“Kakak udah makan?” Rini bertanya setelah mengiyakan ucapan Ervan.
Ervan mengangguk singkat. Dia menanyakan kabar sambil memperbaiki posisi ponselnya di meja. Rini dan Hana bergantian menjawab, sebelum Rini berdiri lagi dari duduknya menuju dapur.
“Eh, aku dapat kabar dari grup angkatan, katanya Arya udah balik ke Malang. Kalian belum pada ketemu?”
Demi mendengar itu, Hana langsung meletakkan garpu. Dia tiba-tiba kesal lagi mengingat kejadian tadi di toko. “Kakak tahu tujuan utamanya setelah balik? Dia ke Putera Bakery kak, ke tempat aku kerja! Demi apa, kenapa aku harus terlibat lagi sama dia, sih?” ucap Hana bersungut-sungut.
“Apa? Kenapa?” Rini baru kembali dari mengambil dua gelas air dingin, bertanya dengan wajah penasaran.
Ervan langsung tanggap, raut wajahnya menunjukkan dia menyesal baru ingat kalau tidak bisa membicarakan Arya di depan Rini. “Pssst Na, jangan Na..”
“Kak Arya, Rin. Dia udah di Malang, masa tadi dia bilang...”
“APA? KAK ARYA?”
Kalau novel menempati posisi ketiga sebagai hal yang membuat Rini tergila-gila, drama Korea di tingkat selanjutnya, maka Arya adalah juara pertamanya.
Tujuh tahun terakhir, Rini selalu berusaha mendapatkan kabar terbaru dari kakak kelas mereka itu, tapi nihil karena Arya tak aktif di sosial media manapun. Dia juga tidak menghubungi teman-temannya, nomor lamanya pun tak aktif. Intinya, setelah lulus SMA, pemuda itu seperti hilang ditelan bumi.