Mata Hana terpaku pada layar ponsel, ikut tegang menonton video YouTube koki ternama yang sedang membuat Chocolate Ball, dessert yang menghiglight bola cokelat beku sebagai bintang utama. Setahu Hana, butuh ketelatenan dan kesabaran tinggi membuatnya, sebab jika ada yang kurang pada metodenya, bola cokelat itu akan retak dan harus berkali-kali lagi dibekukan hingga bentuknya bulat sempurna.
Napas tertahannya baru terurai ketika sang koki menuangkan sirup karamel panas di atas dessert, melelehkan dinding cokelat beku tersebut perlahan. Mengungkap sepotong brownies, satu scoop es krim vanila, potongan beri dan beberapa potong pisang yang disembunyikan dibalik bulatan bola cokelat itu.
“Kak, ayo pulang.”
Bela sudah berdiri di sampingnya, tangannya membawa seplastik camilan dan beberapa barang kebutuhan sehari-hari. Sepulang kerja, Hana mengikuti Bela ke minimarket dekat toko, ingin jalan-jalan sebentar sebelum kembali ke rumah.
“Oh, sudah belanjanya?” Hana menegakkan tubuh, setelah sebelumnya bersandar di tembok luar minimarket. Dia memasukkan ponselnya ke dalam tas, lantas menemani Bela menyeberang menunggu angkot ke arah berlawanan dengan jalan pulang Hana.
“Eh, kak,” Bela menyenggol lengannya begitu mereka berdiri di seberang kedai. Plang nama dan bangunan utama Putera Bakery yang dihiasi lampu kuning lembut tampak elegan dilihat dari tempat mereka berdiri. “Itu bukannya pak Arya, ya?” menyipitkan mata memastikan.
Hana langsung menolehkan kepala begitu mendengar nama Arya disebut. Bela menunjuk sosok pria di depan restoran BBQ berjarak dua toko ke kanan dari Putera Bakery, sedang berdiri menyandarkan punggung di mobil, tampak menunggu seseorang.
“Itu Pajero bukan, Bel?”