Udahan paralayangnya, Ar?
Udah. Nih, lagi istirahat. Kamu udah di rumah bu Heni?
Iya. Ini lagi ngupas bawang putih buat tumisan bumbu kuah bakso. Btw, papa kamu nggak apa-apa nyobain paralayang?
Tadi mau, tapi nggak boleh sama instrukturnya. Mau cepat lanjut ke perkemahan aja biar papa selesai ngambeknya hahaha.
Oiya, minggu depan mau kemana?
Hmm, karena kemarin udah ke alam, gimana kalau ke mall?
Oke, princess.
Tahu, nggak. Tiap kali kamu memanggilku princess, aku jadi benar-benar merasa seperti Cinderella.
Karena kamu betulan ketemu pangeran tampan?
Iya. Kaya raya lagi.
Hoo. Kamu juga tahu, nggak?
Apa?
Kurasa aku juga perlu beradaptasi sama 23 y.o Hana Humaira yang lugas soal isi hatinya.
Kenapa? Kamu nggak suka?
Suka, dong. Kalau nggak gitu, pelukan di dekat mobil malam itu nggak bakal kejadian.
Dih, dasar perayu. Sana cepat berangkat!
***
Hana meletakkan ponselnya di meja ruang tamu sembari tersenyum senang. Dia meraih pisau di keranjang dan kembali mengupas bawang putih. Kali ini, dia melakukannya sambil menggoyang-goyangkan kepala bahagia.
“Benar, ya, kata Rini, kalau Hana punya pacar.”
Heni yang baru kembali dari mengambil bahan-bahan lain untuk membuat bakso, duduk bersila di samping Hana, bersiap menggeprek batang-batang sereh.
Hana tersenyum malu. “Kelihatan banget ya, Bu.” Karena sudah hidup bersama dalam waktu lama, Hana ikut memanggil Heni dengan sebutan ibu seperti Rini.