"Sudah lebih baik?”
Arya mengencangkan tali di kupluk jaket Hana, meminimalisir angin dingin yang akan menerpa ke balik helm dalam perjalanan kencan mereka Minggu pagi ini.
Hana berkata ingin pergi ke destinasi liburan dengan suasana tenang di Batu. Mengendarai motor bukan mobil, agar dapat sebebas-bebasnya menghirup udara segar.
Pertanyaan Arya tentu bukan tentang tingkat kerapatan kupluk di kepala, namun mengenai kondisi jasmani dan non-fisikalnya dua hari terakhir setelah berkata ingin punya waktu sendiri untuk mencerna semuanya.
Jumat malam itu, pasca mendengar cerita Heni, Hana mengantarkan Arya—yang masih mengenakan kemeja kerja—dengan berpesan begitu.
Aku tidak tahu membutuhkan waktu berapa lama, Ar. Aku ingin mencari tahu lebih dulu satu-dua fakta lewat diary-diary yang ditulis mama. Mama punya kebiasaan menulis catatan harian, dan bu Heni bilang kemungkinan mama juga menuangkan keresahan tentang perselingkuhan itu disana. Aku minta maaf, aku akan menghubungimu jika aku sudah menata diri dan pikiran. Nggak apa-apa, ‘kan? Apa kamu mau menungguku?
Tentu saja, Na. Apapun yang membuatmu nyaman, aku akan melakukannya.
Meski Arya tak menagih, Hana tahu bahwa dia tak boleh membiarkan dirinya berlarut-larut dalam masalah. Dia menjadwalkan kencan Minggu pagi bersama Arya sebagai deadline untuk misinya.