Unmeasured Bread

zeytanzil
Chapter #36

Coban Talun

“Waaah!”

Hana berseru ceria begitu mengerling rimbun Hortensia di sepanjang jalan area Coban Talun. Dia antusias mendekat, menyentuh rumpun bunganya yang membulat seperti buket bunga pernikahan.

“Ar, ayo foto,” ajaknya antusias melambai-lambaikan tangan. Arya tergelak mendekat, segera memasang pose acungan dua jari.

Bicara tentang pernikahan, terlihat satu dua pasangan yang sedang mendokumentasikan foto prewedding di tengah rimbun keunguan Aster dan warna-warni Hortensia. Hawa dingin dataran tinggi Batu tidak menyurutkan niat memakai gaun cantik tanpa penutup bahu sambil bergaya seanggun mungkin ala model profesional.

“Mau foto prewed kayak gitu nggak, Na?” Arya menyikut lengan Hana di sampingnya yang memandang calon pengantin perempuan penasaran. Gadis itu tidak mengiyakan ataupun menolak, hanya menyengir. Dia lalu menyelipkan tangan di lengan Arya, mulai melangkah lagi menyusuri area Taman Bunga sambil sesekali memotret dengan ponsel.

Di spot terakhir, mereka memutuskan beristirahat sejenak. Duduk di kursi panjang, di tengah area seperti lapangan yang dipenuhi guguran daun kekuningan. Hana menggulir gambar bebungaan di galeri ponsel sambil tersenyum puas.

“Nggak kedinginan, Na?” tanya Arya, memutar pundak Hana pelan dan merapatkan jaket parkanya. Dingin kota Batu sedikit lebih menusuk dibandingkan dengan di kota. Meski sudah sejak lahir tinggal di Malang, terkadang masih membutuhkan pakaian hangat jika ke Batu yang datarannya lebih tinggi.

“Iya, agak dingin. Kamu juga,” Hana membalas perlakuan Arya dengan cara sama, menarik resleting jaket Arya hingga mendekati leher. “..rapetin jaket dong. ‘Kan kamu yang nyetir.”

Setelah menghangatkan diri masing-masing begitu, keduanya menautkan jemari sambil Hana melihat lagi foto-foto yang dia ambil di ponsel serta Arya yang menatap bergantian antara pepohonan pinus dan kekasihnya yang berkali-kali berdecak gembira. Kelihatannya puas sekali melihat hasil potret dirinya yang duduk cantik di bangku di tengah hamparan Aster.

Arya lega sekali wajah Hana sudah berseri-seri kembali.

“Ar.”

“Ya?”

Hana menolehkan kepala. “Kenapa menatap aku begitu? Cantik, ya?”

Tawa Arya tersumbat di hidung. Posisi duduknya sempurna menatap Hana.

“Hee, sekarang udah bisa narsis seperti aku, ya. Jangan-jangan di Putera Bakery melatih ini, nggak kerja,” godanya.

“Iya lho. Padahal ini baru mau sebulan pacaran sama kamu. Bisa-bisa nanti aku ketularan kaya juga.”

Mereka tergelak bersama. Arya mengacak rambut Hana yang kini tak tertutup kupluk. “Gemes banget. Boleh kugigit, nggak?” mencubit pipi agak tembam Hana dengan keras. Gadis itu mengaduh, memukul lengan Arya sebagai balasan.

Lihat selengkapnya