“Hana! Kamu sudah sembuh?”
Egi menyambut ceria begitu Hana muncul di toko. Topi putih ala chef di atas kepalanya bergoyang pelan. Dia sedang mengantarkan roti-roti hangat ke meja dekat etalase seperti biasa ketika Hana masuk mendorong pintu dengan langkah gegas karena sudah terlambat.
Beberapa staf yang mendengarnya ikut mengerubungi Hana, riang bertanya kabar. Membuat hati Hana menghangat, seperti pulang ke rumah. Dia tersenyum lebar, menjawab semua pertanyaan itu, balas memeluk rekan perempuan, dan tos tangan dengan staf pria.
Selama bekerja di Putera Bakery, Hana tidak pernah mengajukan izin. Gadis itu selalu mematuhi jam kerja dan rajin masuk. Kali ini hal baru, dan mereka seperti tidak melihat Hana berminggu-minggu.
“Cheesecakenya enak?” Egi meletakkan lengan di pundak Hana. “Itu aku, lho, yang pilihin kemarin,” ucapnya menyombongkan diri.
Hana tergelak, mengacungkan jempol. “Banget. Aku langsung sembuh. Makasih ya, Gi. Makasih juga semuanya. Aku baca pesan kalian semua di sticky notes,” ujar Hana dengan wajah cerah pada kawan-kawan yang mengerubungi. Dia menepuk lengan Bela yang sudah berganti seragam disamping Egi. Aku udah balik, makasih ya Bel.
Suara deheman berjarak beberapa meter di belakang memecah kerumunan. Edo dengan wajah ditegas-tegaskan menyuruh para staf kembali ke tempat masing-masing, menyingkirkan lengan Egi di pundak Hana.
“Waktu istirahat siang sebentar lagi habis, kenapa produk-produk di etalase masih ada yang belum rapi? Berapa kali harus kubilang, 15 menit sebelum buka, semuanya harus sudah siap! Egi, kembali ke dapur. Bergegas!”
Sang objek teriakan bertopi koki itu mengacir menuju dapur setelah mengacungkan bulatan ibu jari dan telunjuknya pada Hana. Selamat bekerja kembali, Na. Hana membalasnya dengan bergaya serupa.
“Gimana, Hana? Sudah lebih sehat?” Edo bertanya dengan ekspresi lebih bersahabat. Hana menjawabnya dengan mengangguk riang.
“Kalau begitu, cepat bersiap. Wajah Dila sedari tadi sudah tak sabar ingin pulang bergiliran shift denganmu,” mengedikkan kepala pada Dila yang sedang berdiri dibalik meja kasir. Mendengar namanya disebut, gadis berlesung pipi itu tertawa kecil.
“Siap empat lima bos, segera laksanakan!” seru Hana bersemangat, pamit menuju ruang ganti.
Edo mengangguk, mengikuti langkah kaki Hana dengan ekor mata. Tak urung hatinya mendesah lega. Karyawannya yang paling tangguh itu sudah kembali tanpa kurang suatu apa.
Dia kembali ke ruangan setelah berkeliling memeriksa toko dan membalik papan gantung bertuliskan ‘closed’ di pintu masuk saat waktu buka tiba. Beberapa pengunjung yang sudah berbaris menunggu, tak sabar melangkah masuk dengan antusias.
***
45 menit sebelum jam tutup toko.
Hana duduk menyilangkan kaki di bangku semen melingkar di depan pantry Putera Bakery. Dia menatap taman kecil yang diisi oleh pohon pinus kurus tinggi, beragam aglaonema dan kolam air sambil meminum teh kotak dingin. Spot ini adalah tempat favorit kawan-kawannya untuk beristirahat.