Setelah itu, hari-hari melesat cepat seperti anak panah.
Ervan kembali ke Australia dua hari setelah ulang tahun Rini. Mereka bertiga mengantarnya ke Juanda.
Tanpa kalimat perpisahan, Ervan pamit dengan senyum mengembang dan ekspresi wajah yang lebih bahagia. Dia hanya berucap terima kasih pada Hana, beradu kepalan tangan dengan Arya dan saling peluk bersisian dengan Rini yang mengantar hingga loket check-in.
Melihatnya, Hana mengelus lembut tangan Arya yang bertelekan di pundak. Dua orang dekat dalam hidupnya itu tak jadi memutuskan pernikahan dalam waktu dekat. Ervan benar-benar melamar saat di Nuansa, namun Rini berkata ingin tahu rencana Ervan lebih dulu. Dia tak bisa langsung mengiyakan, sebab dia memikirkan ibunya yang harus tinggal sendiri di Malang jika benar Ervan ingin membawanya ke Australia pasca menikah.
Rini meminta Ervan berpikir lebih lama sementara menikmati babak baru dalam hubungan mereka. Ervan mengiyakan, bilang maaf karena melupakan hal itu.
Burung besi menuju Australia terbang satu setengah jam kemudian, dan semua orang kembali melakukan aktivitasnya masing-masing.
Arya dan Hana bertemu muka dengan Wedding Organizer kenalan Arya, mendiskusikan konsep pernikahan setelah janji pertama tertunda. Lepas beberapa kali pertemuan, mereka memutuskan untuk mengadakan pesta privat di halaman rumah Aditya yang luas. Hana lebih menyukai pesta sederhana, hanya mengundang keluarga serta kenalan dekat. Arya dan Aditya menurut saja, menyerahkan keputusan pada Hana.
Minggu demi minggu dilalui gadis itu dengan mempersiapkan pernikahan sekaligus merampungkan tahap akhir skripsinya, sembari tetap disiplin bekerja di Putera Bakery. Hingga tiba di minggu ketiga bulan Mei, Hana menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa dengan hasil sidang memuaskan.
“Congratulations, Na. I’m happy for you,” Arya memeluk Hana erat sebagai penghargaan, menjelang senja begitu gadis itu masuk mobil setelah sedari tadi melakukan seremoni kecil-kecilan bersama beberapa kawan-kawan kuliahnya. Memakai selempang yang dipesan dua minggu lalu serta berfoto bersama sambil menimang hadiah buket bunga di tangan sebagai kenang-kenangan.
Rini meneleponnya untuk mengucapkan selamat begitu dia keluar dari ruang sidang. Sahabatnya itu sudah mengajukan izin pada bosnya, namun tak dibolehkan karena belakangan beban kerjanya jadi dua kali lipat karena salah satu karyawan kafe Delta berhenti dan belum ada pengganti. Rini menelepon sambil bilang akan membelikan hadiah ketika dia pulang kerja.
Begitu Rini menghubungi, bu Heni bergantian tak mau ketinggalan. Dia menyuruh Hana dan Rini ke rumah besok malam Minggu untuk makan bersama.
Ponselnya juga berdenting ramai. Rekan-rekannya di Putera Bakery memberi semangat sekaligus selamat. Hari ini dia tukar shift dengan staf weekend yang lowong karena jadwal sidangnya tak bisa dipindah. Dila serta Angga menyempatkan datang beberapa menit lalu di tengah pekerjaan dan kuliah sore mereka, bilang mewakili Edo dan kawan-kawan. Memberi Hana sekotak kue kustom spesial bertuliskan kalimat 'selamat sidang selamat revisi!' (yang dia tertawakan) plus banyak pesan post-it seperti waktu itu.
Telepon Rini, pelukan Arya, predikat memuaskan yang diucapkan penguji sidang dan semua sikap hangat yang ditunjukkan orang-orang terdekat, membuat mata Hana berkaca-kaca haru. Kalau keluarganya masih utuh, mereka juga pasti akan menghujaninya dengan hadiah dan kecupan.
Ma, Chandra, Hana sudah jadi sarjana. Tinggal beberapa langkah lagi, gelar itu akan resmi.
Semua perjuangannya selama ini membayang di benak. Hana mengulum bibir menahan sedu menatap selarik gelar di akhir nama yang tertulis di selempang hitamnya.
Arya menggenggam tangannya erat. “Kamu hebat, Na. Kamu hebat,” hiburnya sembari melepaskan senyum menenangkan pada calon istrinya.
Hana membalas genggaman itu, menoleh dengan segenap kalimat terima kasih yang terbayang di wajah bahkan sebelum dia mengucapkannya.
“Makasih, Ar.”
Bahagianya hari ini sangat melimpah hingga dia tak tahu harus mengungkapkan rasa syukur sebesar apa lagi.
“Papa ngajak makan malam di rumah, Na. Kita pergi sekarang?”
Hana mengangguk sebagai jawaban.
***