Unmeasured Bread

zeytanzil
Chapter #48

3 (Kompas dan Peta)

London, Juli 2017.

Hana masih mirip dengan yang selama ini dia ingat.

Seorang yang sehari-hari dia lihat di cermin kecil di sel. Bahkan sejak lahir, Hana sudah menduplikasi dirinya, kecuali mata menawan milik Pramesti. Penyebab mantan istrinya bermuram durja karena keinginannya memiliki putri sejelita dirinya tak terkabul.

Ketika memutuskan menikahi putri kawan ayahnya dengan tujuan melunasi hutang itu, Andi tak berharap banyak. Hidupnya selama ini tak terarah, tak punya pekerjaan atau hobi sebagai kompas. Dia hanya bisa menuruti permintaan orang tuanya melanjutkan usaha ekspedisi milik keluarga.

Tapi perempuan yang akhirnya dia ketahui namanya sebagai Pramesti itu ternyata menganugerahinya peta. Bukan sekadar memberi kompas tanpa arahan, Pramesti malah membantunya mencanangkan rencana-rencana masa depan. Bersama istrinya yang bergelar sarjana bisnis, dia memperbaiki tata kelola perusahaan dan berhasil membawa Bana (dari Syahbana—nama belakang bapaknya) Express ke titik tertinggi.

Sampai Hana lahir, Andi baru menyadari bahwa selain mendapatkan peta, dia juga mendapati hatinya telah tercuri. Pramesti, dengan manik mata cokelat jelita dan kepribadiannya yang seteguh karang, telah lancang mengambil rasa cintanya yang belum tersentuh wanita manapun.

Perempuan itu adalah cinta pertamanya.

Maka dia murka ketika suatu saat iseng membaca diary—yang tak sengaja dia temukan ketika hendak membawakan baju Pramesti yang baru melahirkan Chandra ke rumah sakit—lalu mengetahui bahwa peta dan cinta pertamanya itu ternyata belum melupakan mantan kekasihnya dulu. Selama ini Pramesti membersamainya hanya karena bertanggung jawab atas tugasnya sebagai istri, bukan karena mencintai Andi yang dia nikahi karena perjodohan.

Andi lantas menjadi tak terkendali. Dia sering pulang malam dengan baju penuh bau alkohol, kadang tak pulang berhari-hari, beralasan kerja lembur di kantor. Ketika kembali ke rumah pun, yang dia lakukan bukan bermain dengan anak-anak, namun beradu mulut dengan Pramesti.

Ada saja penyebab kesalnya. Mulai dari masakan yang menurutnya tak enak, mainan Chandra yang tak sengaja menyakiti kaki, anting Pramesti yang tak sengaja terjatuh ke kotak jam tangan miliknya. Puncaknya adalah dia mendua dengan Diana, model perempuan sangat menawan yang dia temui ketika hatinya sangat sepi akan cinta.

Sejak saat itu, tak ada lagi Pramesti, Hana dan Chandra dalam agenda hidupnya. Semua pikiran, harta, waktu. Semuanya untuk Diana. Diana yang memesona. Diana yang peduli padanya. Diana yang sangat menggilainya. Tak peduli wanita itu masih berstatus istri orang.

Hingga kemudian, cintanya yang telah rusak pada sang cinta pertama itu membutakannya. Membuatnya didera rasa bersalah tanpa ujung meski dia berusaha menghilangkannya dengan ekstasi.

***

“Ayah tak berhak berkata mencintai mama jika ujungnya hanya menyakiti. Itu hanya alasan ayah saja karena kehilangan pride. Ayah tak percaya diri untuk memperjuangkan cinta mama, untuk membangun lagi pondasi rumah tangga, lantas justru memilih melarikan diri pada perempuan lain. Itu bukan cinta, Yah. Itu bukan cinta.”

Butuh tiga kali pertemuan agar Andi mau menceritakan segala fakta. Dua kali Hana berkunjung ke penjara hanya membuahkan penolakan dan diam-diaman. Kali ini, Hana memutuskan untuk bertanya lurus sambil memaksa. Dia sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran akan misteri kematian mama.

Andi tergugu setelah mendengar kalimat Hana. Pandangannya menerawang jauh, seakan sedang mengenang semua yang dia ingat tentang Pramesti. Efek obat-obatan yang selama ini dia konsumsi atau akibat berdiam lama di penjara, Andi yang dulu tinggi berisi, sekarang jauh lebih kurus dan jangkung. Hana hampir tak mengenalinya jika bukan karena wajahnya yang masih sama seperti yang dia ingat.

Kalimat itu adalah percakapan terakhir mereka sore itu. Hana pulang setelah mendapati Andi kelihatannya tak lagi bisa membalas percakapan. Dia menaiki bus merah, lantas berjalan gontai menuju flat ayahnya.

Jadi benar bahwa ayah adalah dalang dibalik perginya mama, juga pelaku suap untuk dokumen kepolisian itu. Sedangkan kebakaran di rumah dan lokasi bisnis keluarga kakeknya murni kecelakaan. Andi ternyata sempat pulang ke Malang untuk berduka setelah peristiwa itu terjadi, namun segera kembali lagi ke London.

Hana menendang batu kecil yang terlihat di ujung sepatunya.

Ayah bersusah payah mengendalikan kasus mama dengan bantuan kenalan-kenalannya selama belasan tahun berbisnis, membayar mahal untuk menyembunyikan kejahatan, namun perbuatannya itu akhirnya berbalik menghantui dirinya sendiri.

Selama ini, Hana murka ketika berpikiran semua yang dikatakan Diana tempo hari adalah fakta. Namun setelah memastikannya sendiri pada ayahnya, Hana tak bisa memetakan apa yang dia rasakan. Dia marah, tapi sisi lain dirinya seolah sudah siap menerima.

Mungkin ucapan Diana-lah yang menjadi ‘persiapan’ itu, atau dia memang sudah menyerah pada semuanya. Toh, hidupnya selama ini sudah sangat memilukan. Dia seakan sudah tak peduli lagi akan hal menyedihkan yang akan menimpanya ke depan.

“Terima kasih sudah berkunjung, Madam. Silakan kembali lagi kesini.”

Lihat selengkapnya