Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #4

#4. Kesibukan di Pagi Hari

Pagi itu matahari telah beranjak cukup tinggi. Vanila memaki hari. Dia bangun telat dan itu membuat dia harus terburu-buru melakukan segalanya. Berjingkat turun dari pembaringan, Vanila memilih meraih jubah pendek selututnya berwarna merah yang menjadi luaran dari lingerie yang dia kenakan lalu bergegas keluar dari dalam kamar.

Vanila bergegas melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga yang telah menunggunya: menghidupkan mesin cuci sambil menyapu lalu memasak bekal makan siang buat Verzet dan Dinda di sekolah dan menatanya dalam lunch box, serta membuatkan secangkir kopi hangat yang harus dia letakkan di side table di sisi ranjang Tom yang memang suka dibangunkan dengan mencium aroma kopi di pagi hari.

Tom masih terlelap begitu nyenyak ketika Vanila meletakkan minuman favorit Tom di atas meja. Sebentar Vanila tertegun memandangi wajah tampan Tom, mengingat kejadian kemarin bagaimana dinginnya sikap Tom padanya, Vanila mencoba berpikir positif lagi bahwa Tom hanya lelah. Ya, hanya lelah dan segala pikiran aneh dibenaknya itu tidak akan pernah terjadi dalam rumah tangganya. Tom mencintainya seperti dia mencintai Tom.

Vanila mendesah pelan lalu tersenyum sebelum perlahan membelai rambut hitam ikal milik suaminya itu dan berbisik membangunkan Tom. "Sudah pagi, Sayang. Ayo, bangun." Vanila mencium pelan pipi suaminya itu membuat Tom menggeliat kecil dan membuka matanya.

"Sudah pagi?" Tom bertanya. Vanila mengangguk. "Anak-anak sudah bagun?" Pertanyaan itu membuat Vanila tersadar.

"Belum. Aku akan bangunkan mereka dulu." Sebelum pergi untuk membangunkan kedua buah hatinya,Vanila bergegas menyiapkan air hangat buat suaminya itu plus pakaian kerja yang dia letakkan di sofa panjang yang terdapat di kaki tempat tidur mereka.

Vanila berlari keluar kamar tidur mereka sementara Tom meneruskan tidurnya kembali. Masih mengantuk dan dia berniat sedikit terlambat hari ini.

Vanila menemukan putra dan putrinya seperti hari kemarin, Dinda dan Verzet masih saja sulit untuk dibangunkan. Vanila menghabiskan banyak waktu untuk membangunkan kedua anaknya itu. Berpindah dari satu kamar ke kamar lainnya sambil menyiapkan pakaian sekolah kedua anaknya itu.

"Sayang, tidak boleh bermalas-malasan sekarang. Ayo,bangun. Mama sudah telat bangun dan kalian tidak boleh terlambat bangun lagi atau kalian akan terlambat ke sekolah." Vanila mengguncang tubuh Verzet. Tapi bukannya bangun putranya itu memilih tetap tertidur. "Verzet, Mama akan pergi membangunkan adik kamu dan saat Mama kembali Mama mau kamu sudah berada di kamar mandi dan mandi."

Vanila berlari menuju ke kamar putri kecilnya Dinda yang ternyata masih juga tertidur. Butuh waktu lebih lama membangunkan Dinda dan membuat Vanila berpikir mungkin dia lebih baik menggendong putrinya ke kamar mandi dan memandikannya, tapi sebelumnya dia harus melihat Verzet kembali.

"Verzet, Mama bilang bangun!" Vanila berteriak pada Verzet yang masih terlelap di kamar tidurnya yang bercorak Spiderman itu. Sementara Dinda masih ketiduran di gendongannya.

Suara hingar bingar yang dia ciptakan pagi ini ditambah teriakkan histeris Dinda yang protes karena dimandikan saat tertidur plus tangisan putrinya itu menggenapi kebisingan di pagi yang harusnya tenang ini.

Tom terbangun dengan lesu saat mendengar raungan Vanila memarahi Verzet dan suara Dinda masih terdengar meraung seakan dia berada di hutan. Ketika Vanila mengintip sekilas dari celah pintu kamar utama, dia tak menemukan Tom di kasur dan menyadari pastilah Tom tengah mandi. Tom selalu tak mau disibuki dengan kerepotan membangunkan anak-anak mereka di pagi hari, mungkin karena Tom merasa dia punya kesibukan dan tanggung jawab yang lebih besar daripada sepasang anak, Vanila bergumam sewot di dalam hatinya.

Dia mondar-mandir di kedua kamar putra dan putrinya, meminta Dinda mengenakan pakaian seragam yang sudah dia siapkan untuk putrinya itu. Lalu kembali ke kamar Verzet dan meminta anak itu untuk bangun.

"Verzet, berapa kali Mama harus memintamu untuk bangun?" Kali ini Vanila menyibak selimut yang menutupi tubuh putranya itu. Verzet membuka matanya dengan malas saat merasakan sinar matahari pagi menerpa wajahnya akibat gorden dan jendela yang telah dibuka Vanila. "Verzet, Mama bilang bangun. Jangan malas. Ini contoh yang buruk buat adikmu."

"Ma, Verzet nggak usah sekolah, ya?"

Mata Vanila membulat tak setuju atas permintaan Verzet. "Tidak boleh. Sekarang waktunya untuk sekolah."

"Tapi, Ma..."

"Tidak ada tapi-tapi." Vanila menarik tangan putranya yang baru berumur sembilan tahun itu. Menggulung handuk yang ada di tangannya ke leher putranya itu dan memaksanya ke kamar mandi. Dia memberi perintah tegas yang tak bisa ditawar-tawar oleh putranya itu lagi. Verzet pergi ke kamar mandi dengan wajah masam saat Vanila mengingatkan tentang Verzet yang harus segera mengenakan seragam sekolahnya seusai mandi. "Seragam kamu di atas sofa." Putranya itu tak menjawab, tapi Vanila tahu Verzet akan menurut. Dia bergegas kembali ke kamar tidur Dinda, menemukan putrinya itu masih setengah telanjang di kamarnya hanya mengenakan kolor dan singlet putih seperti saat tadi Vanila tinggalkan karena Dinda tak ingin mengenakan seragam sekolahnya. "Dinda!" Vanila memekik.

"Aku tidak mau pakaian itu. Aku mau baju princess-ku, Ma!"

"Dinda, Sayang, kamu sekarang bukan mau ke pesta ulang tahun teman kamu. Kita mau ke sekolah. Kalau ke sekolah Dinda harus memakai seragam," Vanila mencoba menjelaskan peraturan itu pada putrinya.

"Siapa bilang? Nana kemarin tidak pakai baju seragamnya." Dinda memang anak yang kritis walaupun baru berusia empat tahun. Jelas Dinda kini dengan caranya sedang mempertanyakan kenapa Nana boleh memakai pakaian pesta sedang dia harus selalu memakai pakaian seragam. Namun tetap saja Vanila merasa Dinda harus mengikuti aturan sekolah dan peraturan sekolah mengatakan setiap siswa harus datang ke sekolah dengan mengenakan seragam sekolah dan dia tidak berniat mengajarkan ketidak disiplinan pada putrinya itu.

Vanila berjongkok di depan putrinya itu. Di tangannya pakaian seragam Dinda berada. "Mama tidak tahu kenapa Nana tidak memakai pakaian seragam kemarin. Dia pasti punya alasan bagus, tapi yang Mama tahu kalau mau sekolah Dinda harus datang ke sekolah dengan seragam." Vanila mencoba memberi pengertian pada putrinya itu, tapi Dinda bukan seorang putri yang mudah dibujuk. Jika dia sudah menginginkan sesuatu dia merasa harus mendapatkannya dan Tom muncul di kamar itu saat mereka masih berdebat.

"Biarkan saja Dinda memakai pakaian yang dia inginkan. Jangan merusak pagi ini."

Lihat selengkapnya