Pria berusia empat puluh lima tahun itu terbangun di pagi hari. Saat itu matahari telah menyusup memasuki kamarnya melalui celah jendela yang telah terbuka lebar. Sesekali dia mendengar nyanyian burung Gereja dari atas pohon cerry yang ada di taman, tepat di sisi kamar tidurnya. Tiba-tiba dia menyadari bahwa dia tidak bisa mengingat kapan terakhir kali dia tidak pergi ke kantor dan menghabiskan waktu berada di rumah seperti hari ini.
Perlahan pria itu bangkit lalu melangkah menuju ke kamar mandi, bercukur di depan sebuah kaca, lalu menguyur tubuhnya di bawah percikan air shower dan berpakaian kembali sebelum melangkah menuruni satu demi satu anak tangga. Kali ini tanpa tergesa-gesa. Rasanya aneh sekali.
"Papa sudah bangun?" Sapa Aleta saat mereka berpapasan di ruang tengah ketika Alleta ingin ke kamar untuk membangunkan suaminya itu. "Bagaimana perasaan Papa sekarang?" Alleta meletakkan tangan di kening suaminya.
"Jauh lebih baikan." Pria itu menjawab singkat sambil melangkah ke ruang makan. Alleta mengikutinya.
"Seharusnya Papa tetap di tempat tidur saja, Mama bisa antarkan sarapan buat Papa."
"Tak apa." Sekali lagi Aries berucap singkat tanpa menatap Alleta. Dia meletakkan dirinya di depan meja makan, meraih setumpuk koran pagi yang biasanya hanya bisa dia baca sepulang kerja di malam hari dan bahkan akhir-akhir ini tidak sempat dia baca. Alleta disibuki dengan menyiapkan sarapan pagi di atas piring suaminya itu. Sepiring nasi dengan semangkuk sup panas yang lezat yang sengaja dia masak pagi-pagi benar.
Ditarik Alleta koran yang ada di pegangan suaminya itu yang segera dia lipat. Aries menatapinya dengan setangkup rasa di jiwanya. "Mama nggak ikut makan?"
"Mama udah minum segelas susu kok. Papa tahukan Mama sedang mengikuti anjuran Bu Dilla." Dahinya berkerut. Senyum Alleta tersibak. "Dieet. Katanya sih tubuh langsing bikin suami betah."
Deggg! Jantung Aries berdetak kencang diantara tawa isterinya itu. Apa Alleta sudah tahu semuanya? Dia masih terdiam ketika isterinya menarik kursi dan mulai duduk di sisinya untuk menemaninya menyantap sarapan paginya, kebiasaan yang sedari awal perkawinan mereka selalu dilakukan Alleta. "Papa makan dong." Suara itu membuat Aries seketika sadar dan buru-buru menyantap hidangannya tanpa mencoba memandang Alleta sedikit pun, takut kalau-kalau segala rahasianya bakal terbongkar pagi ini.
Usai sarapan pagi Aries memilih berlalu dari ruangan itu, meninggalkan Alleta yang sibuk mencuci piring kotor bekas sarapan paginya. Sementara dia memilih beranjak ke ruang tengah. Sebuah foto berbingkai besar nyaris dua meteran bertengger di dinding ruangan yang berlapis wallpaper berwarna coklat susu. Aries melangkah menuju sofa putih, tapi ketika langkahnya melewati foto besar itu, dia memilih berhenti sejenak memandangi foto itu. Foto keluarga kecilnya yang nampak sangat bahagia. Foto itu diambil delapan tahun yang lalu, saat perusahaannya dalam perkembangan yang begitu pesat hingga muncul sebagai perusahaan besar. Saat dia pertama kali bertemu Ineke.
Vanila kembali menghentikan gerak jemari lentiknya di atas papan keyboard laptopnya. Putra dan putrinya telah tertidur sedari tadi, dia membacakan mereka dongeng tangkupan perahu lalu terpaksa berjanji kepada kedua putra dan putrinya bahwa akhir tahun ajaran nanti mereka akan mengunjungi gunung itu.
Vanila mengingat kembali kejadian yang dia alami satu harian ini. Bagaimana siang tadi ketika dia masih disibuki tentang urusan syuting, guru Verzet menghubunginya bahwa kedua anaknya itu belum dijemput padahal sekolah sudah sunyi. Tom melakukannya lagi. Ini bukan kali pertama Tom lupa menjemput anak-anak mereka karena kesibukannya.