"Jangan bersikap seperti itu padaku, Clara. Dari awal kau tahu aku sudah memiliki keluarga dan kau tahu risiko menjalin hubungan denganku." Tom kembali memprotes sikap Clara yang baginya kurang profesional saat dia berada meja pertemuan tadi dengan Pak Santoso. Clara sangat lama mengirimkan berkas-berkas PT. Graha Persada City dan segala pengajuan proposal proyek yang ditawarkan PT. Graha Persada City hingga dia nyaris malu pada Pak Santoso. "Dan kau jelas tahu aku tidak suka jika kau mulai mencampur adukkan hubungan pribadi kita dengan pekerjaan." Tom membanting berkas manuskrip yang akhirnya dia peroleh dari Pak Santoso. Pertemuan telah berakhir tiga puluh menit yang lalu dan Clara baru muncul saat ini.
"Maaf, Tom... aku tadi sedikit..."
"Sekarang lebih baik kita mengurus email yang sudah masuk dari pagi tadi." Tom bergerak kembali ke ruangannya siap untuk memulai pekerjaan yang sempat tertunda. Buru-buru Clara mengejarnya. Tepat di depan pintu ruangan Ton, tangan Clara menangkap lengan Tom.
Telapak tangannya menangkup wajah Tom. "Tolong lihat aku. Jangan marah padaku. Aku hanya seorang wanita yang sedang cemburu saat kekasihnya bersama wanita lain."
"Wanita yang kau sebut wanita lain itu adalah isteriku, Clara. Dia ibu dari anak-anakku."
"Aku tahu dia isterimu, tapi aku kekasihmu," Clara memekik, "Dan lumrah jika kini aku cemburu pada kemesraanmu dengannya karena aku mencintaimu."
"Ayolah, Clara jangan histeris seperti ini! Kau akan membuat seluruh dunia mengetahuinya." Tom berkata dengan kesal. Dia menurunkan telapak tangan Clara yang menempel di lengannya. "Aku akan pergi sebentar dan saat aku kembali aku harap kau sudah bisa mengendalikan dirimu dan menjadi seperti seorang Clara yang kukenal: rasional, tenang dan selalu memiliki jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada." Tom memilih pergi meninggalkan Clara sendirian.
Sepeninggal Tom, Clara berakhir dengan terisak pelan di belakang meja kerjanya. Bayang-bayang masa lalunya kembali membayanginya. Alasan yang membuat dia kembali ke negera ini dan cabut dari Amerika.
Leonardo, pria dibawah naungan Leo dengan lambang singa jantan itu harusnya dia waspadai dari awal perjumpaan mereka. Dengan jiwa tempramental dan labil, sering melarikan diri dari tanggung jawab seharusnya itu saja sudah menjadi indikasi padanya betapa tak layaknya pria itu menjadi tempat bersandar baginya.
Namun Leonardo terlalu mempesona seperti seekor singa jantan dengan kulit kuning langsat, mata kecoklatan, rambut hitam pekat sebahu yang dilengkapi dengan berewok tipis di raut wajahnya yang membuat dia benar-benar terlihat seperti lelaki sejati. Kebodohan itulah yang membuat dia terjerumus lebih dalam pada pria itu, pada seorang Leo yang membiarkannya mengurusi segala kebutuhan pria itu mulai dari baju kotornya, makanannya bahkan tagihan-tagihan bulanan Leo, padahal Leo juga mulai tinggal gratis di apartemennya.
Dia selalu mencoba membenarkan sikap Leo bahwa Leo adalah seorang seniman yang sibuk untuk mencapai ketenaran dan tak sempat mengurusi segalanya dan dia sudah sepatutnya membantu Leo. Dia selalu terpesona saat Leo merayunya dengan lukisan-lukisan dan pahatan-pahatannya yang menurut Leo semua diispirasikan oleh dirinya. Lalu dia merasa cukup senang dan melupakan semua ketidak bertanggungjawaban Leo yang juga memintanya membayari sewa studio pria itu hanya karena Leonardo mengajaknya membuat gerabah. Menuntun jemarinya memutar tanah liat yang lembek dan kotor sambil membayangkan dia dan Leo sudah seperti Demi Moore dan Patrick Swayze dalam film Gosht hanya tanpa iringan lagu unchained melody.
Lalu dia menemukan ketidak setiaan Leo padanya. Dia baru pulang dari perjalanan bisnis saat dia menemukan lipstik di gelas anggur yang tidak dicuci, parfum dan rambut panjang wanita pirang di seperai kamar tidurnya, satu kuku palsu Lee Press-Ons di bathtub-nya, pakaian dalam wanita di bawah sofanya dan sebuah bungkus sisa viagra yang membuat dia naik pitam.
Kilatan bayangan saat dia mengalami kecelakaan dan terpaksa terbaring di rumah sakit muncul di benak Clara. Juga kepingan bayangan dua sosok tubuh yang tergeletak dengan tubuh nyaris bugil di atas tempat tidurnya... Dan Leo yang berakhir dengan menjadi korban kecelakan di tebing El Matador.
Butuh banyak waktu untuk dia bisa melupakan Leo, berpikir bahwa diluar sana ada seorang pria baik yang menginginkannya. Berpikir bahwa dia cukup berharga untuk diperjuangkan dan dipertahankankan. Tom... Saat pertama dia melihat pria itu berjalan di parkiran sebuah mall... Saat tubuh mereka tanpa sengaja bersenggolan lalu saat dia terjatuh di perjumpaan kedua dan Tom bergegas keluar mobilnya untuk menolongnya, padahal pria itu bisa saja mengacuhkannya. Atau saat mereka bertemu lagi di restoran dan dia diam-diam memandangi tawa pria itu kala menatap wajah wanita cantik itu.. yang kemudian dia ketahui bernama Vanila. Dan saat itu ternyata ditemui Tom untuk perayaan pernikahan mereka yang ke sepuluh... Saat itu dia jatuh cinta pada Tom Dwiguna. Pada lekuk rambut dan senyuman Tom yang mengingatkannya pada Leo. Pada romantisme Tom saat mengajak Vanila berdansa dengan lagu unchained melody. Pada kenyataan bahwa Tuhan mempertemukan mereka untuk membuat dia tahu bahwa ada pria lain yang lebih baik dari Leo yang akan mencintainya melebihi apa pun juga. Pria baik yang tidak akan pernah menyakiti hatinya.