Vanila melirik pada Andy yang nampak melakukan syuting kali ini dengan baik. Sementara Verzet dan Dinda kini tengah asyik bermain. Baru beberapa jam yang lalu Andy menawarkan untuk dirinya membawa anak-anaknya ke lokasi syuting saja sehabis pulang sekolah.
"Itu rumahku tidak ada yang akan keberatan. Anak-anak pasti suka. Aku punya ruang membaca yang besar dengan beraneka ragam buku termasuk buku anak-anak juga sebuah ruang rahasia tempatku menyimpan semua koleksi mainanku dan mereka bisa memainkannya...maksudku Verzet mungkin suka melihatnya dan Dinda mungkin akan asyik dengan buku cerita bergambar. Jadi kamu tidak perlu meminta suamimu untuk menjemput mereka."
Perhatian Andy terlihat tulus dan anak-anaknya terlihat menyukai Andy. Vanila ingat bagaimana tadi dia menjemput Verzet dan Dinda bersama Andy yang menyusup masuk ke dalam mobilnya seenaknya dan menemaninya menjemput anak-anaknya.
Verzet baru saja keluar dari dalam kelasnya dan Dinda baru saja keluar dari taman baca ditemani guru kelasnya ketika dia menghampiri mereka, seperti biasa dia melihat wajah Verzet yang buram sementara Dinda, putri kecilnya itu masih tampak bersemangat.
"Hai anak-anak Mama. Gimana kabarnya? Menyenangkan di sekolah?" Dia bertanya dan putri kecilnya segera berceloteh riang menjelaskan betapa banyak buku yang dia baca hari ini mulai dari cerita snow white sampai kisah Aladin dan lampu ajaibnya. Lalu bertanya pada Vanila apakah dia bisa membelikan lampu ajaib buatnya. Ibu guru Dinda dan Vanila tertawa sementara Verzet tetap cemberut. Tepat saat itu Andy muncul dari belakang dan mendapat sambutan hangat dari Dinda.
"Om Andy!"
"Hai, Sayang. Sepertinya hari ini Dinda senang banget, ya?" Dinda menganguk antusias. Kepalanya bergerak cepat dan lebih semangat seperti boneka pernak pernik dasboard mobil yang dijual di pinggir jalan. "Keren kalau gitu. Give me five kalau gitu." Dinda meloncat kecil memberikan tos pada telapak tangan Andy. Sementara Verzet nampak acuh tak acuh. Ketika Vanila masih berbincang dengan guru Dinda, Andy mencoba menyapa Verzet.
"Hari yang membosankan, ya?" Andy bertanya pada Verzet yang tak juga menatapnya. "Pasti ada pelajaran matematika kan? Dulu waktu aku sekolah aku juga benci pelajaran matematika, aku selalu berdoa supaya perut guru matematikaku sakit dan mulas agar dia tidak jadi mengajar hari ini." Vanila yang baru saja selesai berbincang dengan guru Dinda, refleks mencolek pinggang Andy karena tidak setuju atas ucapan Andy pada putranya, tapi ternyata Verzet tertawa juga saat mendengar cerita Andy.
"Aku berdoa supaya Mama terlambat bangun setiap pagi hingga aku tidak perlu masuk sekolah," Verzet bicara jujur dan membuat mulut Vanila menganga lebar sementara Andy tertawa keras.
"Jadi setiap hari ada pelajaran matematika?" Andy bertanya setelah berhenti tertawa dan Verzet mengangguk. "Tapi setelah dipikir-pikir kamu tidak boleh terlalu membenci pelajaran matematika, pelajaran itu penting bagi hidupmu. Ada pe-er matematika hari ini?" Verzet mengangguk. "Bagaimana kalau aku mengajarimu?" Verzet tampak tak bersemangat. "Ayolah, kita belajar sambil bermain atau makan snack..."
"Dinda mau... Dinda mau..." Dinda mengajukan diri dengan bersemangat untuk diajari oleh Andy yang kemudian menyetujui permintaan Dinda dengan wajah bahagia.
"Ayolah. Kita belajar di rumahku. Mau, ya. Tapi sebelumnya... bagaimana kalau kita makan siang dulu di resto?"
"Mereka sudah makan. Aku membekali mereka dengan makan siang," Vanila nimbrung bicara. Agak kurang nyaman atas tawaran itu karena jika putra dan putrinya setuju berarti ini kali kedua Andy mentraktir mereka makan.
Andy menatapnya dalam. Lalu beralih pada kedua bocah itu lagi. "Oke, kalian ternyata sudah makan, ya.." Verzet nyaris ingin berkata bahwa dia bahkan belum makan siang, tapi tidak jadi. "Kalau begitu temani Om saja, ya. Mau, ya, mau, ya...Om lapar hampir aja mati nih..." Andy berakting bagaikan orang yang benar-benar sekarat karena kelaparan. "Om bakal traktir kalian deh. Mau dimana?"
"Hoka Hoka Bento, Om, ya!" Seperti biasa Dinda mengambil urutan pertama dalam antusiasme.