Vanila menggantung mantel Dinda yang berwarna pink dan mantel hujan Verzet berwarna biru muda. Meninggalkan payung yang baru saja mereka beli di arena bermain yang telah basah oleh air hujan di luar rumah lalu melapi kaki-kaki dan permukaan tangan putra dan putrinya yang dibasahi air hujan.
Dinda dan Verzet suka sekali menampung air hujan di telapak tangan mereka sambil tertawa renyah. Dan mereka menampungi air hujan itu di sepanjang jalan termasuk saat di dalam mobil yang membawa mereka pulang kembali ke rumah. Vanila sudah memperingatkan mereka untuk tidak mengeluarkan tangan dari jendela mobil yang terbuka, tapi seperti biasa ultimatumnya selalu kurang efektif, dia merasa berbeda dengan ucapan Tom yang pasti akan segera dituruti Verzet dan Dinda.
Mereka sudah menunggu Tom begitu lama di arena bermain, Tom berjanji akan segera datang ke arena bermain usai turun dari pesawat. Tapi Tom absen kembali di liburan bersama mereka. Dan Vanila tidak tahu harus menjelaskan apa lagi pada anak-anak tentang ketidak hadiran Tom kali ini.
Tom muncul tergesa dari pintu dapur seolah ingin menghapus seluruh kesalahannya termasuk ketidak hadirannya di arena bermain anak. Saat itu Vanila tengah beristirahat setelah menidurkan Verzet dan Dinda di kamar tidur. Vanila baru saja menyeruput segelas teh hangat dan pura-pura tidak menyadari keberadaan Tom di ruang dapur itu walaupun kemudian menyadari bahwa tentu saja perbuatannya sangat bodoh.
Tom mendekatinya, menanyakan keberadaan anak-anak. Hidungnya nyaris dia dekatkan ke rambut Vanila, siap menyesap habis aroma helai rambut isterinya itu yang selalu wangi sampo. Betapa dia merindukan momen simpel ini. Kali ini tanpa pertengkaran apa pun.
Dan Vanila menyadari bahwa bahwa mereka belum bicara apa pun sedari empat hari yang lalu, bahkan tadi pagi hanya berbagi empat pesan teks. Pesan pertama dari Vanila yang menagih waktu Tom untuk hadir di acara weekend mereka. Tom bilang dia sudah berada di bandara dan akan segera tiba di Jakarta dan akan segera menemui mereka di arena bermain.
Yang kedua balasan pesan dari Tom yang berkata dia sudah tiba di Jakarta, tinggal menunggu bagasi dan meminta Vanila dan anak-anak bersenang-senang dahulu tanpa dia.
Aq akan segera dtg.
Tapi Tom tidak datang. Pesan terakhir kembali dari dirinya yang mengabarkan mereka sudah di jalan pulang dari arena bermain karena arena permainan sudah tutup dan Tom tidak perlu datang ke tempat itu untuk menyambangi mereka.
"Aku minta maaf karena terlambat dan tidak bisa menemani kalian bersenang-senang," kata Tom sambil mendekap Vanila dari belakang dan saat itulah Vanila merasakan sesuatu.
Sebagian wanita akan menyebut itu intuisi. Vanila mengacuhkan perasaan itu, memutar wajahnya dan membiarkan ia dan Tom saling bertatapan.
"Kau seharusnya datang, Tom. Ini hari Minggu dan anak-anak menunggumu. Kau menghilang seminggu ini dan bahkan kau tetap tak bisa menepati janjimu bahwa di hari Minggu kau hanya milik kami," Vanila menggugat.
"Kau tidak tahu betapa sibuknya aku. Aku ingin menepati semua janjiku, tapi aku punya banyak pekerjaan," Tom menyahut sambil melangkah meninggalkan dapur menuju ruang keluarga. Vanila mengikutinya.
"Aku juga punya banyak pekerjaan, Tom."
"Tidak sebanyak aku."
Batin Vanila sedikit tertampar. Tersinggung akan perkataan Tom. "Maksudmu bangun jam 4:30 pagi untuk menyiapkan sarapanmu dan anak-anak, memandikan anak-anak membersihkan rumah, memasak makan pagi dan siang dan masih harus menjemput anak-anak karena kau selalu telat menjemput mereka dan itu belum selesai di sore hingga malam hari. Aku masih harus memasak makan malam, mencuci piring, membantu anak-anak belajar, menyeterika.... Apa itu kurang banyak? Aku melakukannya sendiri dan bukan mau berbangga banyak wanita yang punya suami dengan kedudukan sehebat dirimu tidak melakukan semua pekerjaan itu lagi, mereka menghabiskan waktu dengan ariasan dan pelesiran." Vanila sengaja mengungkit kegemaran beberapa wanita kalangan 'the have' yang dia yakin Tom pun tahu karena beberapa kali dia bisa mendengar celotehan ibu-ibu di arisan kantor Tom untuk mengajaknya berpelesiran ke Bunaken, Wakatobi bahkan ke luar negeri dari Milan, Paris hingga New York bahkan tanpa sengaja Vanila pernah mencuri dengar para karyawan pria sering mencurhatkan perilaku boros isteri mereka gara-gara ikut arisan.
Sebenarnya Vanila bukan orang yang suka menjelek-jelekkan orang lain, tapi kali ini dia ingin Tom sedikit menghargainya dan bersyukur karena memiliki isteri sepertinya.
Tom tidak berbalik sedikit pun saat menjawab perkataan Vanila. "Dan aku sudah katakan padamu berkali-kali jika kau merasa kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah tangga cari asisten rumah tangga, aku akan membayarnya. Tapi kau sendiri yang memaksakan dirimu melakukan hal ini semua. Ya, aku tahu hal itu karena kau ingin disebut sebagai Ibu yang sempurna. Dan oke..." Tom berbalik, menatap mata Vanila dengan kesal, "Ya, harus kuakui kau ibu yang sangat sempurna."
Vanila merasa ada nada tak menyenangkan di sana, seakan Tom mengatakan padanya bahwa dia ibu yang hebat, tapi bukan isteri yang hebat.
"Apa maksudmu mengatakan itu?" Vanila berkata minta klarifikasi, tapi nada suaranya lebih terdengar bak seseorang yang sedang melakukan konfrontasi di telinga Tom.
"Aku tidak bermaksud apa-apa, seharusnya kau senang dengan pujian itu." Tom berkata ketus. Nada suara Tom tidak sama- sedikit sengau, tapi Vanila tahu begitulah cara Tom mengejek sesuatu yang dianggapnya tidak sempurna.
"Kau tidak memujiku. Kau mengejekku!" Vanila memekik. "Kau ingin mengatakan bahwa aku ibu yang hebat, tapi bukan isteri yang hebat kan?!"
"Sudahlah, berhenti membesar-besarkan masalah kecil nanti kau tidak akan sanggup menghadapi masalah besar."
"Apa akan ada masalah besar?!" Vanila berteriak memburu Tom yang beranjak. "Jawab aku!" Nyaris histeris Vanila berteriak mengagetkan Tom. "Ada masalah apa di rumah tangga kita?!" Vanila menarik keras lengan Tom, memaksa Tom berputar menatapnya. Wajah Tom mengeras kesal sekali. Fix, kini mereka bertengkar lagi.
"Kau mau tahu masalahnya?! Masalahnya adalah dirimu! Sekarang kau jadi sama seperti ibu-ibu rumahan yang frustasi dan selalu mencari-cari masalah, kau memulai pertengkaran di pagi hari dengan anak-anak dan kau juga memulai pertengkaran denganku di malam hari saat aku pulang." Tom berucap ketus dan membuat Vanila benar-benar tertampar.
"Aku tidak seperti itu!"
"Ya, kau seperti itu."
"Aku punya alasan untuk marah."