Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #23

#23. Konfrontasi

Beberapa waktu sebelum Vanila tiba di sekolah Verzet dan Dinda.

"Baiklah, Pak Rough saya rasa sampai disini pembicaraan kita. Kami sangat berharap kita bisa menjadi rekan bisnis kembali," ucap Tom sambil melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah waktunya buat menjemput kedua anaknya.

Dia tidak ingin Verzet dan Dinda menunggunya terlalu lama, lagi pula dia telah berjanji untuk mentraktir putra dan putrinya itu makan siang di restoran yang dipilih Verzet dan Dinda kemarin malam. Dia tidak ingin putra dan putrinya kelaparan karena mereka dan Vanila adalah alasan dia bekerja keras sampai begini.

Pak Rough tersenyum. "Anda kelihatan sangat buru-buru Pak Tom."

"Iya. Ini waktu pulang sekolah anak-anak saya dan kemarin saya sudah berjanji untuk menjemput mereka tepat waktu."

"Sebenarnya aku masih ingin berbicara banyak hal padamu dan timmu. Apa isterimu tidak bisa menjemput mereka?"

"Vanila sedang di luar kota sekarang."

"Kau membuatku terpesona Pak Tom. Kau suami dan ayah yang baik." Pak Rough tersenyum. "Seharusnya aku melakukan hal itu juga kepada anak-anakku dulu." Pria itu menghembuskan nafasnya. "Sekarang aku menebusnya kepada cucu-cucuku."

"Itu juga bagus, Pak Rough," Tom berkata dan Pak Rough mengiyakan. Mereka berjabatan tangan dan mengucapkan salam perpisahan. Baru mengucapkan salam perpisahan dengan pak Rough, Surya-staf divisi pengembangan segera minta izin padanya.

"Kamu mau ke rumah sakit lagi?" Manager pengembangan mengambil alih, "kamu pikir Clement Construction perusahaan kakek moyang kamu?!"

Tom menepuk pundak Pak Brian dan menggeleng, membuat pria itu segera menutup mulutnya. " Bagaimana dengan Elfaro?" Tom mengalihkan perhatian pada Pak Surya.

"Entah bagaimana sejak kehadiran Anda, kondisinya semakin baik, Pak. Kami sedang menunggu donor jantung buatnya. Tapi kabar baiknya, hari ini, dokter berikan izin pada kami untuk membawanya pulang ke rumah." Tom menatap wajah Surya yang terlihat tersenyum lebar. Senyum itu membawanya kembali pada kenangan sebelas tahun lalu saat dia dan Vanila pertama kali mendengar kabar paling menakjubkan sepanjang hidup mereka yaitu: izin para dokter untuk membawa Verzet pulang ke rumah setelah usia Verzet mencapai dua bulan.

Tom ingat bagaimana Vanila memeluknya begitu erat, seperti biasa mata Vanila yang bulat dan indah itu dipenuhi air mata, tapi kali ini bukan karena kesedihan, tapi kebahagiaan. Senyum lebar penuh kebahagiaan itu tetap bisa dia nikmati berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan berbulan-bulan, walau Vanila harus begadang setiap malam. Walau Vanila harus bangun di subuh hari setiap hari untuk mempersiapkan sarapan pagi dan mengerjakan pekerjan rumah.

Tom ingat saat dia keluar kantor beberapa hari lalu usai menemukan adegan romantis yang dilakukan Clara dan pria asing bernama Carlos di ruangan kerjanya- dia menemukan Pak Brian tengah marahi Surya karena penampilan pria itu yang lecek. Tom ingat bagaimana Pak Brian berkata dengan sarkastik tentang isteri Surya, "Setahuku isterimu bahkan tidak bekerja apa pun. Apa gunanya beristri, jika kau bahkan terlihat seperti gembel."

Dan Surya membela isterinya dengan tulus. Dia ingat ucapan pria muda itu pada Brian; "Anda memang atasan saya, tapi Anda tidak punya hak menghina isteri saya. Anda bahkan tidak punya hak untuk menilai isteri saya. Dia meninggalkan karirnya sebagai dokter untuk menjaga dan merawat putra kami. Saya seorang pria dewasa, jika penampilan saya kurang rapi itu kesalahan saya sendiri. Jangan membawa-bawa nama isteri saya disini."

Dan Tom menyadari seharusnya dia bersyukur memiliki seorang Vanila. Di saat Verzet harus tinggal di rumah sakit, diantara aktivitas Vanila pulang pergi ke rumah sakit- Vanila tetap memperhatikan segala kebutuhannya dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Vanila lebih milih vakum pada aktivitas tulis menulisnya. Tom tetap bisa datang ke kantor dengan penampilan kinclong dan rapi setiap hari, makanannya terjamin dan dia bahkan bisa tidur pulas tak terganggu. Pekerjaannya berjalan lancar dan baik hingga dia mendapatkan kenaikan jabatan sebagai kepala divisi.

Dia ingat bagaimana dia mengantarkan Surya saat itu ke rumah sakit dan menyadari satu hal yang selama ini dia lakukan pada Vanila: sebaik apa pun Vanila, dia menganggap Vanila wanita tak kompeten. Dia mengatai Vanila sebagai wanita histeria, dia membenci Vanila yang selalu mengoceh pada putra dan putrinya. Dia mengatai Vanila cerewet dan dia bahkan membandingkan Vanila dengan Clara. Itulah cara dia membalas kebaikan Vanila yang telah merawatnya dan memberikannya dua orang anak yang manis dan baik.

Lihat selengkapnya