Kedua pria itu saling berhadapan dan memandang bagai dua harimau yang mencoba menunjukkan kekuatan dirinya dalam ketenangan yang mengancam. Sebenarnya jika Tom tidak memikirkan apa yang dipikirkan Vanila, rasanya dia ingin langsung mengusir makhluk yang ada di depannya itu kalau perlu dengan kekuatan otot, akan dia lakukan.
Namun dia menahan dirinya, tak ingin kelihatan bar-bar di mata Vanila dan anak-anaknya. Lalu lelaki itu dengan mudah menarik rasa simpatik keluarga kecilnya. "Sebenarnya aku ingin mengajakmu ikut makan bersama kami, tapi kurasa sebagai artis terkenal kau punya begitu banyak pekerjaan, jadi terima kasih untuk meluangkan waktumu yang berharga untuk menemui anak-anakku. Kau bisa kembali ke pekerjaanmu."
"Karena kau mengundangku, aku rasa pekerjaanku bisa menunggu. Aku akan ikut makan siang bersama kalian." Andy Herline nyengir tanpa rasa berdosa. Dasar makhluk tidak tahu diri, batin Tom mengerang marah. Tom merasa kalah strategi. "Kalau begitu ayo, kita pergi," Andy Herline berseru lebih girang dari yang lainnya.
Tom melangkah menuju ke mobilnya. Meraih kunci dari balik sakunya sambil berujar ketus saat menyadari Andy Herline ikutan berada di sisinya. "Kita naik mobil yang berbeda."
"Apa? Mobil ini cukup untuk kita berlima..." Tom menatap tajam pada Andy Herline, sebuah tatapan mata yang menyatakan: ini mobilku dan kau tidak diterima di sini.
Vanila menarik nafas pelan menyaksikan sikap kekanak-kanakan yang ditunjukkan Tom. Sebenarnya sedari pertengkaran kemarin, dia berniat tidak akan bicara pada Tom hingga pria itu menyadari kesalahannya dan bertindak gentelman, bukan hanya minta maaf, tapi tidak mencela-mencele.
Tom berselingkuh dan tidak lagi mencintainya. Jadi mereka akan mengakhiri hubungan mereka. Dia ingin Tom bertindak layaknya gentelman: bicara pada anak-anak tentang permasalahan mereka, berhenti bertindak mengesalkan dan hargai dia sebagai ibu dari anak-anak mereka. Jangan menggantungnya begini hanya demi kenyamanannya di depan anak-anak dan seluruh kenalan mereka dan memaksa mempertahankan pernikahan mereka.
Namun sepertinya Vanila harus kembali mengalah. Mengambil alih keadaan, mengingat Andy Herline yang tak membawa mobil karena melarikan diri dari bandara dengan taksi, Vanila menawarkan diri.
"Kita naik mobilku saja." Dan mengajak juga Verzet agar Tom tidak salah paham. "Verzet ikut di mobil Mama, ya." Verzet mengangguk, meraih uluran tangga mamanya. Vanila membawa Verzet memasuki mobil di saat Vanila masih bicara pada Tom, "Beritau aku kita akan makan dimana."
"Kenapa dia harus naik mobilmu? Dia artis terkenal, dia tidak mungkin tidak punya mobilkan?"
Vanila malas berdebat dengan Tom, memilih tak menjawab dia melangkah ke mobilnya. "Telepon aku dimana kita mau makan."
Vanila membuka pintu mobil dan siap masuk ke jok setir. Verzet telah duduk di atas mobil, tepat di jok belakang. Andy baru akan melangkah menuju pintu di sisi depan ketika Tom meringsek mendahului dan mengambil kesempatan masuk di sisi jok setir, tempat dimana Vanila telah duduk dan menghidupkan mesin.
"Kenapa kau ada di sini dan bukan di mobilmu?"
"Dan membiarkan orang itu semobil denganmu bahkan duduk di sampingmu? Ohh, ohh, no way. Dia harus melangkahi dulu mayatku."
"Kenapa dia harus melangkahi mayatmu?" Vanila tak bisa menahan lagi emosinya. Suaranya memang tertahan, sepelan mungkin agar Andy Herline dan anak-anak mereka tak mendengar pertengkaran mereka. Namun dari nada suaranya seharusnya Tom paham betapa kesalnya dia pada tingkah laku yang Tom tunjukkan saat ini. "Dia hanya mau nebeng mobil."
"Kau tahu jelas perhatiannya lebih dari sekedar mau nebeng mobil."
"Maksudmu apa?"
"Tidak ada persahabatan antara pria dan wanita."
Vanila menarik nafas dalam-dalam. Dia harus bersabar walau amarah sudah di ubun-ubun. Menanggapi Tom saat ini hanya akan mempermalukan mereka di depan banyak orang termasuk di depan anak-anak dan Andy Herline.
"Kau kekanak-kanakan. Yang aku pikirkan hanya apa kau tidak memikirkan Dinda kesempitan duduk di pangkuanmu?"
"Dinda nggak kesempitankan, Sayang?" Tom langsung blak-blakan bertanya pada Dinda yang sialnya malah menggeleng. Vanila tak punya alasan lagi untuk mengindari Tom. "See. Dinda tidak keberatan duduk di jok depan di pangkuanku."
"Apa Papa dan Mama sedang bertengkar?" Dinda berceletuk setelah sedari tadi menjadi pengamat atas tingkah kedua orang tuanya.