Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #32

#32. Perasaan yang Terlarang

Sudah berpuluh kali oh, bukan bahkan beratus kali rasanya Andy menatap ponselnya menanti jawab Vanila atas pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan juga atas pesannya agar Vanila menelponnya saat wanita itu ada waktu. Setiap kali ponselnya berbunyi baik hanya dentingan pelan dari massage maupun teriakan garang, Andy melompat meraih ponselnya dalam menit pertama dia menyapa sosok di ujung telpon atau membaca pesan yang muncul lalu kecewa karena orang itu bukan Vanila dan pesan itu juga bukan dari Vanila. Iya, jangankan menelpon, centang di aplikasi WhatsApp menyatakan bahwa pesan-pesannya hanya masuk, tapi bahkan tidak juga dibaca oleh Vanila.

Andy menebak-nebak liar tentunya hal itu karena suami Vanila yang bar-bar, tukang selingkuh, tapi tak ingin diselingkuhi. Vanila jelas sangat menderita hidup bersama pria itu. Bahkan beberapa jam lalu Andy sudah berusaha untuk dapat menemui Vanila di rumah wanita itu, tapi para satpam perumahan dengan keamanan super itu tak mengizinkannya masuk karena tak ada izin dari pemilik rumah.

"Carikan aku rumah tepat di samping rumah Vanila." Andy berkata saat managernya muncul di ambang pintu rumahnya dengan makanan untuk makan malam mereka.

"Apa?" Tentu saja wanita itu seketika terkaget-kaget atas ucapan Andy. Andy menyebut nama seorang wanita. Entah siapa pun wanita itu. Ini tidak seperti kebiasaan Andy, dia bukan pria yang mengejar wanita, malah biasanya wanitalah yang mengejar-ngejarnya. "Siapa dia? Apa aku mengenalnya?" Si manager bertanya sambil melintasi sofa tempat Andy berbaring asal menuju ke dapur. Setahunya nyaris enam bulan ini Andy jomblo, status jomblo terlama yang pernah Andy alami. Dia dekat dengan beberapa wanita, tapi tanpa status berpacaran.

"Vanila Astanervary! Kau tahu dia!" Andy berteriak dari tempatnya berbaring.

Sang manager tertegun sebentar sambil meraih piring dari lemari kitchen set di dapur. Vanila Astanervary? Dia nggak salah dengarkan? Sang manager segera bergegas mendekati Andy.

"Maksudmu sang penulis?" Andy yang masih tergolek di atas sofa, mengangguk santai. Segala bisik-bisik para kru dan pemain pendukung film setelah kejadian ciuman yang dilakukan Vanila pada Andy di salah satu scene film kembali terbayang dibenak Madya. "Kau tidak sedang mencoba mendekatinya kan?"

"Kenapa tidak?" Andy balik menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan. Aktor tampan itu bangkit dari sofa. "Vanila wanita yang cantik, baik, pintar dan aku nyaman bersamanya."

"Kau waras, Andy?"

"Jangan berkata kasar padaku, Mbak Madya." Andy mengingatkan sang managernya itu.

"Kau tahu jelas aku tidak berniat kasar padamu, tapi aku mencoba mengingatkanmu. Mungkin kau lupa pada status Vanila Astanervary: dia isteri orang dan ibu dari dua orang anak. Apa kau mau membuat skandal dan menghancurkan karirmu? Para penggemarmu pasti tidak akan suka jika kau merebut isteri orang lain belum lagi kita akan menghadapi celaan dan hinaan dari para rivalmu. Filmmu, iklanmu, acara talk show atau hiburan yang kau dukung ada dimana-mana. Seluruh stasiun televisi dan rumah produksi bisa menggugatmu! Dan kau akan tamat seketika dan berakhir di jalanan." Andy menutup telinganya tak ingin mendengar nasehat dari sang manager. "Andy dengarkan aku." Madya mencoba menarik tangan Andy dari telinganya, "Jauhi Vanila Astanervary!"

***

Jauhi Vanila Astanervary! Suara managernya itu kembali terngiang di telinga Andy.

Dia duduk di bagian tengah meja bar yang ramai. Menyodorkan kembali gelasnya untuk yang ketiga kalinya buat red wine. Setelah pertengkaran mulut dengan sang manager, Andy memilih kabur ke tempat ini, tanpa peduli bahwa malam ini seharusnya dia melakukan siaran langsung, sebuah talk show- talk with Sagna dimana dia menjadi bintang tamu yang bahkan telah dijadwalkan sedari dua bulan yang lalu. Persetan untuk kekecewaan Sagna dan para kru talk with Sagna, Andy tak perduli. Hatinya sakit. Kepalanya mumet. Vanila tak juga membalas massage nya, tetap tak mengangkat panggilannya dan managernya kini memintanya menjauhi wanita itu.

"Hai, Andy." Sebuah suara lembut menyapa Andy, seorang wanita cantik muncul di hadapannya. Ravina Pareswary. "Lama tidak bertemu."

"Hmm." Andy menggumam sekenanya. Lalu meminta bartender memberinya sebotol anggur merah sambil meletakkan kartu debit nya di depan si bartender yang segera memenuhi permintaan pelanggan eksklusif diskotik itu.

"Mau bergabung bersama kami di lantai dua? Kami sedang merayakan kesuksesan penayangan perdana Mari Jangan Saling Jatuh Cinta Lagi. Kau tahu? Kami mendapat seratus sembilan puluh ribu penonton dalam satu hari. Itu rekor yang sangat fantastis," Ravina berkata dengan antusias sambil meminta bartender memberikannya segelas margarita, tapi Andy kemudian menawarkan untuk berbagi sebotol red wine yang sudah dia beli.

Ravina tak menolak tawaran itu. "Walau aku yakin jika kau ada di sana kami akan menembus rekor penonton terbanyak yang belum pernah ada dalam sejarah perfilman Indonesia. Kau dan aku akan menciptakan sejarah." Andy hanya tersenyum mendengar pujian Ravina padanya lalu menegak kembali gelas ke empatnya. Ravina memandangi wajah cowok ganteng itu tanpa bosan.

Dia masih mengoceh seakan mereka teman dekat pada hal hanya sesama rekan di industri film yang sesekali bertemu dalam acara-acara perfilman atau kondangan pernikahan artis dan saling menyapa. Tidak pernah lebih. "Hanya AADC 2 yang menyaingi kami. Mereka berhasil membuat dua ratus ribu penonton datang di pemutaran perdana mereka." Andy manggut-manggut mengerti. Wanita itu meraih gelas red wine yang bantu dituangkan bartender padanya lalu menyesap pelan minuman itu dengan keanggunan seorang idol wanita. "Tapi kau terlihat buruk. Ada apa?"

Lihat selengkapnya