Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #35

#35. Kedatangan Mertua

Mereka tiba di rumah usai menjemput Dinda dan sekali lagi makan diluar atas keinginan Tom dan anak-anak. Verzet tidak kembali ke sekolah sebab hanya tinggal tiga jam terakhir dan Tom memanfaatkan kesempatan itu untuk meet time keluarga dengan makan di luar bersama. Ketika pintu dibuka anak-anak telah berlarian masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga. Suara teriakan Dinda yang minta ditunggui kakaknya terdengar.

"Aku letakkan makanan kamu di dalam kulkas, ya. Kalau lapar jangan lupa makan." Tom berkata saat Vanila melangkah menuju kamar tidurnya di belakang. Ya, Vanila memilih tidak makan di restoran karena di kafetaria rumah sakit dia sudah menyantap semangkuk mie bakso.

"Hmmm. Thanks." Vanila hanya menjawab singkat lalu kembali melangkah menuju ke kamarnya.

Tom membayangkan Vanila akan memekik bahagia mendapatkan kejutan darinya. Renovasi kamarnya. Ya, untungnya ketika mereka tiba orang-orang dari interior design sudah pergi. Tom sudah di kabari dari WhatsApp perihal hasil interior yang mereka kerjakan pada kamar sementara Vanila.

Seperti dugaan Tom, langkah Vanila terhenti di ambang pintu kamar tidurnya. Memandang perubahan yang terjadi pada kamar tidurnya.

"Kamu tidak ingin pindah dari sini. Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu: membuat kamar ini menjadi kamar tidur yang lebih nyaman untukmu. Aku mengganti ranjang dengan ukuran yang sama dengan di kamar kita." Tom telah berada di sisi Vanila, menatap keterkejutan Vanila dengan rasa senang. Rasanya sudah lama sekali dia tidak memberi suprise pada isterinya itu. Hanya hadiah rutinitas dan kebiasaan di hari ulang tahun Vanila dan hari perayaan pernikahan mereka. Di hari biasa tidak pernah. "Aku tahu kamu tidak merasa nyaman tidur dan menulis di ranjang singel. Aku ganti meja rias lebih besar agar kamu bisa meletakkan seluruh peralatan make up mu di sana tanpa berceceran dimana-mana."

"Kamu lupa? Aku nggak punya peralatan make up yang banyak."

"Maksudku kalau kamu mau membeli yang baru." Vanila mendengus kasar. Buat apa juga dia membeli make up yang baru? Mau berdandan buat siapa juga??? Apa Tom lupa bahwa suaminya sudah direbut orang.

"Aku ganti lemari lama dengan sebuah lemari pakaian yang lebih besar," Tom masih bicara. Gayanya sama seperti sales apartemen baru yang berusaha keras menawarkan beberapa unit apartemen pada calon pembeli. Sebuah apartemen yang telah terisi lengkap dengan furnitur "... agar kamu tidak perlu menyimpan pakaianmu di meja setrikaan lalu mengambilnya saat butuh. Dan televisi dengan sound system. Aku harap kau menyukainya."

"Kau tidak harus melakukan itu."

"Tentu saja aku harus. Kamu isteriku." Hati Vanila sakit saat mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Tom. Seandainya Tom benar-benar menganggapnya isteri, Tom tidak harusnya menyelingkuhinya apalagi berdusta untuk segala hal padanya.

"Baiklah, terserah kamu. Aku gerah, mau mandi dulu."

Vanila berujar dan segera beranjak masuk lebih dalam ke kamarnya. Meletakkan tasnya ke atas ranjang. Membuka lemari pakaian dan baru meraih pakaian dalam ganti ketika menyadari Tom masih berdiri di ambang pintu. Menatapnya dalam diam.

"Tom? Kamu nggak balik ke kantor?"

"Aku baru ingat sesuatu. Mama bilang Mama dan Papa akan ke Jakarta. Catherine anak Om Montana akan menikah di Jakarta lusa besok," Tom memberitahukan hal penting itu mendadak.

"Kamu ingatkan Om Montana?" Tom bertanya. Vanila mengangguk. Tentu saja dia ingat. Dari awal memasuki keluarga besar Tom, dia harus mengingat seluruh anggota keluarga besar Tom yang harus diakui Vanila berasal dari bibit unggul. Om Montana seorang atase perdagangan di Madrid. Isteri Om Montana seorang profesor Botani di salah atu perguruan tinggi di Madrid dan dosen yang diperbantukan di beberapa perguruan tinggi Eropa. Putrinya Catherine adalah seorang manager di sebuah toko pakaian Louis Vuitton di Spanyol. Belum lagi keluarga lain di keluarga besar Tom. "Jadi Mama dan Papa akan tinggal di sini untuk beberapa hari."

"Ohh."

"Van, aku bisa minta satu hal pada kamu kan?" Jeda sebentar. Tom menatap Vanila lekat-lekat. "Tolong sembunyikan apa yang sedang terjadi dalam rumah tangga kita pada Mama dan Papa."

"Apa?!" Vanila memekik sedikit kaget. Lalu kemudian menolak dengan frontal permintaan itu. "Tidak. Aku tidak mau membohongi Papa dan Mama atas apa yang tengah terjadi dengan rumah tangga kita. Mereka berhak tahu. Kita hanya berjanji untuk menyembunyikan hal itu dari anak-anak sampai kita menemukan cara membicarakan hal itu pada Verzet dan Dinda karena mereka masih terlalu kecil. Tapi Mama dan Papa berhak tahu..."

"Papa baru saja sembuh dari stroke-nya, Van. Aku mohon. Aku tidak mau hal buruk terjadi pada Papa karena kesalahan yang kulakukan." Vanila bisa melihat kecemasan yang tergurat jelas di wajah Tom. Ya, papa mertuanya dua tahun yang lalu terkena stroke ringan akibat penyakit hipertensi yang dialaminya sedari muda. Menimbang hal itu Vanila akhirnya menyetujui ucapan Tom. Dia juga tidak akan tega jika papa mertuanya terkena serangan stroke untuk kedua kalinya.

"Baiklah."

Lihat selengkapnya