September 2010
"Kenapa kamu nggak memberitahu aku kalau Ayah meninggal?!" Pekikan keras Tom terdengar mengejutkan Vanila yang masih terisak di teras rumah. Vanila tak yakin ini mimpi atau kenyataan.
Cowok itu nampak dewasa dengan pakaian casual yang dia kenakan. Rambutnya masih serapi dahulu hanya wajahnya sedikit berewok. Hanya sedikit namun menambah sisi maskulin di dirinya.
Vanila merasa mungkin dia sangat merindukan lelaki itu. Lelaki yang telah setahun ini meninggalkannya untuk mengejar mimpinya di negeri Paman Sam dengan tawaran beasiswa S2 di US dan tawaran kerja di perusahaan internasional Microsoft karena kemampuannya membuat Software yang mengkombinasikan desain dengan realistis dan sempurna serta mengkombinasikan LightWorks yang memungkinkan penggunanya dapat melakukan desain secara cepat meskipun dalam pengerjaan project yang cukup besar bahkan mampu melakukan penghitungan perbandingan bahan bangunan yang sesuai dengan standar bangunan internasional dengan akurasi tepat hingga mempermudah para arsitek dan pekerja lapangan dalam mengerjakan sebuah proyek pembangunan.
Semua ancang-ancang untuk masa depan mereka telah tersusun rapi di benak Tom. Dia akan ke Amerika untuk kuliah dan bekerja di Microsoft lalu di tahun ke tiga dia akan melamar dan menikahi Vanila lalu memboyong Vanila ke Amerika. Namun semua rencana itu sirna saat kabar kecelakaan ayah Vanila sampai di telinga Tom. Kabar itu bahkan datang bukan dari Vanila, tapi dari status sosial salah seorang temannya.
"Vanila, ini aku." Tom menarik tubuh yang kaku dan terlihat putus asa itu ke dalam rengkuhannya. Menjatuhkan tas ranselnya begitu saja di lantai halaman rumah Vanila. Tetesan air hujan terjatuh dari anak rambut Tom.
Hujan masih turun dengan derasnya hari itu. Sama seperti hari penguburan ayah Vanila. Tanah merah pekuburan nyaris becek. Seakan-akan dunia tahu ini akan menjadi kisah teramat sedih dalam hidup Vanila. Ayahnya berpulang ke rumah Bapa di sorga karena sebuah kecelakaan tragis dua hari yang lalu bahkan sebelum dia mampu membahagiakan pria yang telah memberikan kehidupan baginya.
Dia hanya seorang pengangguran kini. Vanila bukan tidak mencari pekerjaan. Dia telah mengikuti beberapa seleksi di kejaksaan dan kehakiman. Namun masih gagal. Mama Tom menuntunnya menuju ke dalam mobil keluarga itu. Memintanya tinggal di rumah Tom untuk beberapa waktu. Namun dia menolak.
Menyembunyikan diri di rumah seorang diri. Menahan tangis berhari-hari. Namun saat Tom datang, kini tangis itu pecah menganak sungai.