Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #44

#44. Pagi yang Panas

Vanila tidak mengerti kenapa ibu mertuanya sering menatapnya dalam, seperti kali ini. Dia memergoki mama Tom memandanginya, tatapan itu sama seperti sepuluh tahun yang lalu ketika Tom memberi kabar tidak akan kembali ke Amerika, tidak juga akan menerima pinangan Microsoft karena memilih menikah dengannya. Saat itu Vanila yakin jika mata mama Tom bisa mengeluarkan api, wanita itu akan membakarnya hingga jadi debu.

Dahulu dia tahu kesalahannya, tapi kini...? Vanila bahkan tidak merasa melakukan kesalahan. Dia sudah bangun pagi-pagi sekali lalu mengerjakan beberapa tugas rumah dan kini bahkan sudah wangi dan cantik dengan gaun terusan berwarna kuning gading tiga jari di bawah lutut sebelum Tom bangun-seperti yang diwanti-wanti ibu mertuanya selama ini. Nyaris sama seperti pemain sinetron yang ada di televisinya- tetap modis walaupun sedang mencuci pakaian atau memasak bahkan mengepel, padahal baju modis biasanya nggak nyaman untuk sehari-hari.

Lalu apa salahnya? Nggak mungkinkan karena laporan Chaterine yang merasa tersaingi akibat kemesraannya dan Tom di acara pernikahan sepupu Tom itu?

"Vanila mau membangunkan Tom, Dinda dan Verzet dulu, Ma." Untungnya semua masakan telah selesai. Kali ini dia membuatkan keluarganya menu sarapan nasi putih dengan sup ayam dan perkedel.

Jelas Dinda akan rewel pada menu itu, tapi itu menu sarapan sehat menurut ibu mertuanya dan Vanila sangat menghormati beliau dan tidak ingin memperdebatkan ucapkan ibu mertuanya. Dia hanya harus meyakinkan putrinya untuk memakan sarapan paginya dan meminta gadis kecilnya itu bersikap sedikit koperatif saat si nenek mereka ada di rumah.

"Ya, sudah sana bangunkan mereka." Suara ibu mertuanya terdengar mengizinkan Vanila. Vanila memilih berlalu sesegara mungkin dari dapur, meninggalkan ibu mertuanya itu dengan secangkir kopi panas di tangannya buat Tom. Ibu mertuanya tahu benar kebiasaan Tom yang satu ini.

***

Tom masih tergolek pulas di bawah selimut ketika Vanila memasuki kembali kamar tidur mereka lalu meletakkan secangkir kopi di atas meja kecil di sisi ranjang. Sejenak Vanila terhenti di hadapan suaminya itu. Memandangi wajah tampan Tom yang sempurna layaknya pahatan patung dewa Yunani. Susah memang punya suami terlalu ganteng. Sepanjang hidup Tom dikejar cewek-cewek agresif yang acap kali bahkan lebih cantik dari Vanila.

"Tom, udah pagi." Vanila mengguncang pelan lengan suaminya itu.

"Akhhh!" Lalu memekik tertahan saat merasakan sebuah tarikan keras yang kini membuat dia jatuh terlentang di atas ranjang, tepat di sisi Tom -sebelum Tom bangkit dan menyergapnya. Kelopak mata Tom membuka dan menatap Vanila yang kini berada diantara kedua kakinya yang tertekuk dengan mesra. Tangannya tertumpu di sisi tubuh Vanila.

Tom menyengir manis memandang Vanila yang mendelik menatapnya. Jangan bilang kalau Tom menginginkannya lagi pagi ini....??? Kemarin malam mereka jelas-jelas telah melewati waktu yang cukup panjang untuk bercinta. "Kamu berdandan cantik sekali hari ini, Sayang. Apa ada syuting hari ini?" Vanila menggeleng. "Apa pembuatan filmnya sudah selesai?" Vanila menggeleng kembali.

"Mungkin beberapa scene lagi, tapi malas."

Mata Tom membelakak. Serius? Kapan seorang Vanila malas mengejar mimpinya yang satu ini? "Ada masalah di lokasi syuting?" Tom menebak. Vanila menimbang baik buruknya jika dia mengatakan pada Tom apa yang telah Andy lakukan padanya beberapa hari lalu: bahwa Andy menciumnya lagi. "Andy nggak ngelakuin hal yang membuat kamu nggak nyamankan?" Tom menarik tubuh Vanila untuk bangkit, walau tak sepenuhnya melepas wanita itu. Kini dengan tubuh terduduk di atas ranjang, tangan Tom masih mengalung manja di pinggang Vanila. Mereka duduk berhadapan.

Lihat selengkapnya