Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #47

#47. Weekend Bersama Tom 1

Hari Sabtu ini, menjadi Sabtu yang istimewa saat Tom mengajak seluruh keluarganya olah raga pagi. Mereka sudah berada di areal olah raga outdoor perumahan. Turun dari mobilnya, Tom segera menurunkan sepeda Verzet yang diikat di dinding belakang. Sebentar kemudian Verzet segera menggowes sepedanya sekencang mungkin sesaat setelah papanya menurunkan sepeda lipatnya.

Memanjat ke atas mobil, Tom menurunkan sebuah sepeda lipat dari atas atap mobil. Giliran papa dan mama Tom yang kemudian saling berboncengan dengan sepeda tandem lipat yang dimiliki Tom, sementara Vanila dan Tom akan menggunakan satu sepeda lainnya.

Seperti biasa saat Tom disibukkan dengan menurunkan sepeda dari atas mobil, Vanila bisa mendengar pujian yang tertuju buat suaminya itu dari bibir para wanita yang melenggang santai dengan baju olah raga ketat khas senam aerobik. Vanila diam sambil fokus mengamati tingkah Tom. Namun suaminya itu bahkan tak memalingkan wajah. Sibuk dengan sepeda yang dia turunkan. Vanila tidak tahu harus lega atau bimbang.

"Sayang, bisa ambil kunci pas di bawah jok depan?" Tom meminta setelah menurunkan dua sepeda terakhir. Miliknya dan Dinda. Roda cadangan di sepeda Dinda terlihat tak rata dan Tom yakin putrinya itu pasti tidak akan mau naik ke atas sepedanya karena takut terjatuh. Tom ingin memperbaiki itu.

Bergegas Vanila masuk ke dalam mobil mencari apa yang dimaksud Tom. Tom memandangi sepeda mini Dinda, tanpa menyadari bahwa dia lah yang kini menjadi objek tatapan para wanita-wanita yang melintas.

"Cakep amat."

Salah seorang wanita itu berbisik pada temannya.

"Gue juga bilang apa? Kalau nemenin gue olah raga, lo nggak bakal rugi. Tubuh sehat mata segar."

"Tapi udah punya anak tuh." Para wanita itu melirik kekanan ke kiri seakan mencari sesuatu.

"Nggak ada isterinya." Yang lain menimpali.

"Duren."

"High quality." Gadis-gadis itu terkekeh.

"Anaknya masih kecil. Dikasih es krim juga takluk." Lima cewek itu terkikik. Tanpa tahu Vanila mendengar segala pembicaraan mereka dari dalam mobil. Selalu begitu. Sejak mengenal Tom, Vanila- juga harus bersiap dengan resiko mata-mata bening gadis lain memplototi suaminya itu bahkan juga bersiap dengan rasa cemburu karena biasanya mahasiswi-mahasiswi baru atau yang rada keganjenan bakal mengirimi Tom kado-kado spesial mulai dari surat cinta sampai pakaian. Bahkan ada yang pernah mengirimi Tom celana renang. Uhhh, kalau ingat itu- baru jadi sahabat aja, Vanila sudah meraung marah pada Tom. Padahal Tom benar, itu bukan kesalahannya. Gadis-gadis berpakaian olah raga yang cukup ketat itu baru akan mendekati Tom ketika Vanila membuka pintu mobil dan berteriak pada Tom.

"Maksud kamu ini, Sayang?" Tom mengangkat wajahnya dari sepeda Dinda. Menatap Vanila yang menjulurkan kunci Inggris.

"Bukan sih. Tapi, ya, udah deh. Iya, sini."

Dan Vanila bisa melihat para gadis itu saling berpandangan. Kemudian menatap padanya. Memastikan kepemilikannya, Vanila bahkan menyeka kening Tom yang sebenarnya tidak berkeringat. Vanila memasang mata melotot dengan dagu terangkat jelas memberi peringatan pada wanita-wanita itu: ini suami aku. Enyah kalian. Bagusnya memang kelima wanita itu lalu memilih beranjak pergi.

Sekali lagi untuk beberapa waktu lamanya, Vanila diam sambil fokus mengamati tingkah Tom. Menyadari suaminya itu bahkan tak memalingkan wajah dari sepeda Dinda. Sibuk dengan roda pembantu sepeda mini putri mereka.

"Oke, selesai. Sayang, ayo naik." Tom meminta Dinda naik ke atas sepedanya. Tawa gadis kecilnya itu terlihat saat Dinda mulai mengkayuh sepedanya.

"Ayo." Tom menaiki sepadanya dan menggamit lengan Vanila untuk naik ke boncengan. Berpegangan dengan pundak Tom, Vanila berdiri di belakang punggung Tom yang sedang menggowes sepeda. Rasanya sudah sangat lama sekali mereka tidak pernah melakukan hal ini.

Vanila masih bisa melihat tatapan mata gadis-gadis tadi saat dia dan Tom melintas melewati mereka. Salah satu bahkan bersiul pada Tom yang hanya cuek. Ini derita kalau punya suami kelewat mempesona.

"Papa, kejar aku!" Verzet berteriak pada papa dan mamanya yang berada jauh di belakangnya. Membuyarkan semua pikiran buruk yang melintas di benak Vanila.

"Siapa takut?! Lihat saja Papa bakalan mengalahkan kamu!" Tom membalas ucapan putranya itu lalu meminta Vanila berpegangan lebih erat padanya.

"Tom, jangan..."

Tom tak mendengarkan ucapan Vanila, dia telah mengkayuh pedal sepedanya dengan cepat membuat Vanila mau tidak mau harus memeluk erat leher suaminya itu.

"Mama! Papa!" Pekikan keras dari mulut Dinda terdengar seketika saat sepeda ayah dan ibunya melaju kencang meninggalkannya.

"Tom, Dinda!" Vanila memekik sambil memukul pundak suaminya itu tepat ketika mereka melintasi ayah dan ibu Tom. Namun suaminya yang keras kepala tidak menghentikan kayuhannya. "Tom, berhenti!"

Lihat selengkapnya