"Lama banget masuk kamar. Udah siap kerjaannya?" Vanila memprotes saat Tom masuk ke dalam kamar sekitar jam satu malam. Dia segera menutup laptopnya walaupun baru menulis sebaris dua baris kalimat. Lagi nggak ada ide.
"Ya, ampun isteri tersayang aku rupanya nungguin. Biasanya juga tidur duluan."
"Kapan aku tidur duluan? Kamu tuh yang kelamaan nggak di rumah jadi lupa kebiasaan aku." Vanila cemberut. Tom menaiki tempat tidur, menarik tangan Vanila untuk merapat padanya. Vanila menurut. Bersandar di dada Tom yang segera membelai rambut Vanila.
Sejujurnya Tom tidak hanya dari ruang kerjanya. Dia dari kamar Verzet. Cukup lama di sana. Membuka tas ransel putranya itu diam-diam dan memeriksa isi tas Verzet yang tadi siang teramat dilindungi Verzet darinya. Ada sembilan buku lain dari tiga mata pelajaran di dalam tas Verzet dengan tiga nama: Alfa Romeo, Dino dan Budianto. Tom tidak bisa menahan amarah dan tangisnya saat menyadari bahwa Verzet menjadi budak bagi tiga teman sekolahnya untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah mereka. Berbekal informasi yang ada di sampul buku ketiga siswa itu dia menelpon nomor telpon yang tertera di sampul buku itu. Dua nomor yang ada tidak mengangkat panggilannya. Dan satu nomor mengarahkannya pada satu nama di daftar kontaknya: Brian Prawira. Semua jadi jelas di benak Tom tentang kejadian yang dialami Verzet di supermarket tadi pagi. Verzet dipresekusi oleh tiga temannya.
Tom ingat bagaimana dia menangis di samping tubuh Verzet yang tertidur pulas. Berpikir keras alasan apa yang menyebabkan putranya tidak pernah menceritakan hal itu padanya atau pada Vanila. Tom menebak-nebak apakah ini berhubungan dengan pembicaraan antara dia dan Verzet siang tadi tentang superhero? Apa yang ingin Verzet tunjukkan? Bahwa dia superhero? Bahwa dia kuat dan bukan anak lemah, penyakitan... Ya, Tuhan, apa itu yang ingin ditunjukkan putranya pada mereka?
Dia ingin menceritakan hal itu pada Vanila, tapi tak jadi. Tak ingin Vanila terluka lebih dalam lagi saat tahu apa yang putra mereka alami di sekolahnya. Juga pemikirannya tentang alasan di balik kebisuan sikap Verzet atas keadaan yang dialami putranya itu. Yakin seratus persen jika dia menceritakan hal itu: Vanila akan merasa sangat bersalah pada Verzet. Tidak. Dia tidak bisa melihat Vanila merasa sangat bersalah. Vanila sudah cukup merasa menderita dengan segala khawatiran yang dia alami sejak mengetahui kondisi kesehatan Verzet sejak dilahirkan. Juga sudah cukup terluka atas kesalahan yang dia lakukan. Tom tidak akan menambah luka di hati isterinya itu.
Besok pagi, dia akan menyelesaikan semuanya. Menunaikan tugasnya sebagai seorang papa, melindungi putranya dan juga Vanila. Selama dia ada, dia akan menjaga keluarganya.
Mulai besok Verzet akan baik-baik saja. Mimpi buruk itu akan berakhir, dia akan memastikan itu. Tom meletakkan dagunya di ubun-ubun Vanila dan menyesap aroma rambut Vanila yang wangi shampo, menemukan kedamaian di sana.
"Kamu tahu? Aku nyaris bicara serius pada Verzet tentang kejadian yang terjadi di supermarket. Tiba-tiba Dinda datang dan kamu tahukan gimana Dinda? Dia selalu mau seluruh perhatian tertuju padanya. Dia cerita tentang seorang anak laki-laki di kelasnya yang nakal dan mencoba menarik roknya. Dan kini dia bercita-cita menjadi princess warrior yang akan menghajar anak-anak yang nakal." Vanila mengeluarkan unek-uneknya pada Tom.
Mereka belum bicara tentang Verzet sedari siang tadi karena Tom harus pergi ke rumah Rowan, papa Siesie untuk membantu Rowan menyelesaikan pembuatan sketsa kompleks apartemen terpadu dengan mall, taman bermain dan hotel dalam area superblok. Tom baru pulang dari rumah Rowan jam sepuluh malam tadi dan langsung mengerjakan tugas kantor di ruang kerjanya.Tom memaksakan diri terkekeh mendengar cerita Vanila.
"Kok kamu ketawa sih?"
"Geli saja mendengar omongan Dinda."
"Anak itu tingkahnya sudah kayak orang dewasa, ya?" Vanila mendesah. "Sebentar lagi kita akan kehilangan masa-masa mereka bermanja, berceloteh lucu."
"Dinda baru empat tahun, Sayang. Masih lama. Lagian kalau mereka udah besar dan kita rindu Dinda atau Verzet kecil, kitakan tinggal buat lagi." Tom mengerling nakal, Vanila melotot menatap suaminya itu. "Asal kita tetap sama-sama, aku nggak takut mereka tubuh dewasa secepat apa pun." Jeda sebentar. Tom menemukan Vanila yang sedang menatapnya intens. "Kamu mau buatnya sekarang atau nanti?" bisik Tom.
"Tom ihhh!"
"Bukan ihhhh, tapi aaahhh.." Tom mendesah menggoda isterinya. Vanila meraih bantalnya dan segera memukul wajah Tom yang mesum. "Kok aku dipukul?"
"Mesum." Tom menangkap bantal yang akan mengenai mukanya lagi, menariknya dengan keras hingga Vanila ikut tertarik dan jatuh terlentang di atas ranjang. Tom menyergapnya. Vanila kini bawah di bawah tubuh Tom, tepat di kedua kaki Tom yang berlutut.
"Sama kamukan nggak apa? Atau mau aku sama yang lain?" Tom menggoda. Namun disambut serius oleh Vanila. Wajah isterinya itu sampai memerah. Vanila mendorong tubuh Tom dengan keras dan membebaskan diri. Merapikan rambutnya, Vanila berujar keras:
"Awas kalau kamu khianati aku lagi, aku bakal..."
"Aku cuma bergurau, Sayang." Tom meralat cepat, menyesali ucapannya. Jemari Tom membelai lembut pipi Vanila yang segera menepiskan sentuhan itu dengan kasar. Mata Vanila berkaca-kaca.
"Apa? Gurauan? Bagaimana kamu bisa menganggap sesuatu yang kenakutkanku sebagai gurauan? Ini nggak lucu sama sekali, Tom. Karena aku nggak akan pernah membuat apa yang menakutkan bagimu sebagai lelucon."
"Oke, aku salah. Aku minta maaf. Mungkin aku sedang nggak fokus. Janji nggak akan pernah bergurau seperti ini lagi." Tom memeluk tubuh Vanila. Menghapus air mata yang mulai jatuh di pipi Vanila. Mendekatkan wajah mereka. "Aku nggak akan pernah melakukan kesalahan itu lagi, Sayang. Percaya aku- dicuekin sama kamu satu bulan ini, udah cukup buat aku mau mati rasanya. Maaf." Pinta Tom dengan perasaan bersalah. "Jangan nangis lagi, ya." Vanila mengangguk. Memeluk erat tubuh Tom, berharap Tom tahu betapa takutnya dia kehilangan pria itu. Dan andai Vanila tahu perasaan Tom juga sama- betapa dia kini takut: sangat takut jika kesalahannya kini akan menjadi batu besar yang menghancurkan kebahagian pernikahan mereka.
***
Tom menatap langkah Verzet yang telah menuruni mobilnya. Dia sendiri akan mengantar Dinda dahulu ke kelas putrinya itu. Lalu akan ke kelas Verzet.