Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #55

#55. Resepsi pernikahan 1

Ballroom Grand Hyatt itu terlihat indah dengan aneka hiasan berlambang hati berwarna pink dan merah merekah bercampur balon-balon yang juga berbentuk hati berpadu dengan rangkaian bunga-bunga warna-warni. Kumpulan meja untuk sepuluh orang diatur di sekeliling lantai dansa. Empat ratus orang tamu ada di ruangan itu, duduk di sekeliling meja beralas kain putih halus yang menambahkan kesan berkelas pada acara ini. Ada beberapa menu yang tersaji manis di atas meja sebagai kudapan.

Sebuah band ternama Ibukota tengah bermain di atas panggung dengan antusias di bawah arahan pembawa acara yang merupakan pasangan MC kelas nasional yang wara-wiri di televisi. Sementara para pelayan gedung pertemuan berkeliling dengan beraneka minuman dari air mineral berkelas sejenis equals, minuman nasional semacam es cendol hingga sampanye dan makanan beraneka ragam dari kudapan ringan hingga makan berat seperti nasi goreng bistik dan nasi rendang plus sayurannya.

Semua tamu di ruangan ini adalah para pengusaha ternama di Indonesia dan beberapa karyawan di deretan middle manager dan top manager di PT Clement Construction. Vanila dan Tom mendapatkan kursi yang sama dengan Dikky dan Aldi Bakrie, dua orang di deretan top manager perusahan Clement Construction. Isteri Dikky sangat mempesona, Vanila harus mengakui itu. Gaun malam bermanik-manik putih yang dipakai Odelina terbuka hingga hampir mencapai bokongnya. Memamerkan lekuk indah tulang punggungnya dan rambut ikal hitam yang tergerai tepat di bawah tulang belikatnya menggoda untuk disentuh. Dia seorang artis dan selegram.

Kulit telanjang itu sama sekali tidak bercela. Vanila bahkan tidak bisa meyakinkan diri sendiri tentang adanya selulit tersembunyi di balik kain ketat itu yang menjadikan wanita itu tidak sempurna. Vanila melirik sesaat pada Tom. Jujur, rasanya luar biasa menyenangkan karena Tom bahkan tidak melirik wanita itu dan hanya fokus padanya saat mereka melintas di depan wanita itu, juga di saat mereka telah duduk bersama nyaris setengah jam, tidak seperti sebagian besar pria lain yang ada di ruangan ini termasuk Umar Bakrie yang terang-terangan melirik Odelina di saat isterinya berada di sisinya.

Musik mengalun dengan suara merdu Sandy menyanyikan from this moment milik Shania Twain sebagai pengiring saat pembawa acara memanggil pasangan pengantin baru, sang pemilik hajatan. "Ladys and Gentleman, mari kita sambut dan berikan tepuk tangan yang meriah untuk pasangan pengantin baru kita: Pak Wie Candra Admaja dan Ibu Clara Chang."

Seluruh tamu undangan serentak berdiri dan sebentar saja tepuk tangan bergemuruh riuh. Vanila melirik pada Tom yang kemudian balik menatapnya. Sejujurnya Vanila melihat kebingungan di raut wajah Tom, dia hanya tidak tahu apakah itu benar-benar karena Tom tidak mengetahui siapa pengantin perempuan dari hajatan ini atau karena Tom tengah berpura-pura padanya.

Vanila nyaris tersentak saat melihat pakaian yang dikenakan Clara Chang malam ini. Sebuah gaun hitam semata kaki rancangan Donatella Versace dengan dada berpotongan rendah dan backless. Gaun yang sama seperti yang akan dia kenakan. Vanila merasa bersyukur karena tidak mengenakan pakaian itu malam ini.

Hampir semua mata lelaki menatap Clara. Melihat dengan mata mereka ke tubuh Clara yang berada di sisi Pak Wie. Pak Wie mulai memberi kata sambutan dan ucapan terima kasih atas kehadiran seluruh tamu. Mengangkat gelas kristal dan seluruh tamu ikut mengangkat gelas termasuk Vanila. Namun tidak dengan Tom.

Vanila menatap lekat-lekat wajah suaminya itu. Mata Tom yang terarah terus pada Clara. Vanila cemburu saat melihat hal itu: bagi Tom waktu seakan berhenti saat menatap Clara. Mata Tom yang terpahat dan tak teralihkan membuat Vanila mulai mempertanyakan lagi komitmen yang dikatakan Tom: bahwa orientasi Tom tak pernah berubah hanya dia dan anak-anak mereka. Itu dusta. Tom mencintai Clara dan bukan dia.

Vanila mengangkat rendah gelas yang ada di tangannya dengan gemetar, dia bahkan tak yakin akan dapat menahan berat gelas itu jika Pak Wie masih terus berpidato. Syukurnya Pak Wie tak berpidato terlalu panjang. Hanya menceritakan awal pertemuannya dan Clara serta pernikahan yang mereka lakukan di Maldives. Kalau lebih lama lagi, Vanila.yakin semua mata akan beralih padanya karena dia memecahkan gelas mewah berharga mahal yang kini ada di pegangannya. Manik mata Vanila tak lepas menatap Tom. Menghitung menit yang berlalu hingga Tom tersadar dan beralih menatapnya. Saat itu bahkan Clara dan Pak Wie telah berkeliling menyapa para tamu undangan.

"Vanila...."

"Untung kamu memintaku tidak memakai pakaian itu," Vanila mencoba berbicara ceria, "jika aku memakainya akan ada dua orang yang jadi pusat perhatianmu di sini." Jeda sebentar. "Atau... sebenarnya aku yang geer. Clara pasti akan lebih menarik."

"Vanila, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Aku benar-benar nggak tahu kalau..."

"Aku ambil minuman." Vanila menurunkan jemari Tom yang menangkap lengannya. "Aku haus." Vanila bergegas keluar dari meja mereka. Padahal Tom baru akan menyodorkan gelas minumannya yang masih full. Namun Vanila telah beranjak.

Tom bergegas melangkah hendak mengikuti Vanila, tapi malah bersua dengan Pak Wie di tengah jalan. Dan pria itu segera menyapa Tom.

"Tom," Sapa Pak Wie menahan langkah Tom. "Kok buru-buru? Mau kemana?" Mata Tom nanar menatap ke penjuru ballroom Grand Hyatt dan menemukan Vanila di meja panjang berisi makanan dan minuman. "Clara bilang kamu pernah menjadi pimpinannya." Tom tersentak, mengalihkan tatap pada Clara yang bergelayut manja di lengan Pak Wie yang malah nampak bagaikan anak dan ayah. Tapi persetan lah, itu bukan urusannya.

"Ya." Tom berkata jujur. Buat apa juga dia berdusta. Bila Pak Wie ingin mengetahui semuanya, pria itu bisa dengan mudah mendapatkan segala informasi yang dia inginkan apalagi sekedar bahwa Clara pernah menjadi sekertarisnya di Clement Construction, perusahaan yang dua puluh persen modalnya ada di tangan Pak Wie. Tom tak merasa perlu berdusta bahkan jika Pak Wie tahu hubungannya dan Clara dulu dan menanyakannya saat ini, dia akan berkata jujur. Jika ini yang ingin dijadikan Clara sebagai tameng untuk membuat dia tunduk, wanita itu salah. Dia tidak akan tunduk. Tak ada yang perlu dia sembunyikan dari dunia karena Vanila sudah tahu.

Pak Wie menepuk hangat bahu Tom. "Clara cerita banyak tentang kamu. Dedikasi kamu pada Clement Construction, perhatian dan kebaikan kamu kepada seluruh karyawan juga pada Clara ketika dia menjadi sekertaris kamu."

Wait... Kepala Tom kini berputar. Matanya melirik Clara yang nampak santai dan innocent. Tom jelas tak paham lakon apa yang tengah dimainkan Clara kini.

Lihat selengkapnya