Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #58

#58. Di Hotel

Malam semakin larut. Vanila melajukan mobilnya mengelilingi kota Jakarta. Tak ada tujuan. Verzet yang sedari tadi bertanya-tanya bahkan telah jatuh tertidur. Sebenarnya semua terasa menakutkan bagi Vanila, dia merasa gamang atas semua keadaan ini. Seumur hidup ini kali pertama dia akan berjalan sendirian dalam melanjutkan hidupnya, walau ada Verzet dan Dinda tidak akan sama dengan kehadiran Tom. Tak akan ada teman bertukar pikiran, tak akan ada teman bertukar canda, tak akan ada orang yang akan menemaninya menemani malam-malam menakutkan baginya...Huh, walaupun sejujurnya selama ini juga Tom tak selalu ada buatnya- bahkan di hari persalinan Verzet, dia harus berjuang sendiri melahirkan putranya itu karena Tom tengah diluar kota karena tugas-tugasnya sebagai pimpro... tangannya kosong saat itu- tanpa genggaman tangan seorang suami di sisinya sebagai penguat dan bius dari terjangan sakit yang rasanya meremukkan tubuhnya. Saat itu dia bertahan dan sanggup melalui masa itu sendiri- memang Tom segera meluncur pulang saat tahu keadaannya, tapi tetap saja itu artinya Tom diluar kota. Tom tiba di rumah sakit ibu dan anak- tempat dia bersalin setelah sepuluh jam kemudian karena menunggu pesawat yang tidak selalu ada untuk terbang di daerah itu.

Tom lalu langsung lembur menemaninya di rumah sakit. Saat itu Tom berjanji akan selalu ada menemaninya pada persalinan anak kedua dan anak seterusnya dalam pernikahan mereka. Berjanji tidak akan mengulangi kealpaannya dan ya, Tom menemaninya pada persalinan Dinda, putri bungsu mereka. Namun kebimbangan masih juga merajai batin Vanila saat memikirkan semua ini. Sanggupkah dia hidup tanpa Tom.

Vanila melirik jam berlapis emas di pergelangan tangannya. Sudah nyaris pukul dua belas malam beberapa menit lagi. Dia bahkan tidak tahu kemana akan membawa kedua anaknya pergi. Ke rumah mendiang ayahnya? Tom akan dengan mudah menemukan mereka. Vanila tidak yakin akan sanggup bertahan hidup tanpa putra dan putrinya saat Tom merebut mereka darinya.

Hotel. Sepertinya itu satu-satunya tempat untuk dia dan anak-anaknya menginap malam ini. Vanila meraba pakaiannya dan menyadari dia bahkan melupakan ponselnya juga clutch yang dia bawa ke pesta yang berisi beberapa ratus ribu uang tunai dan kartu-kartu debit dari tiga bank. Benda itu pasti tertinggal di meja dapur saat dia menangis tadi. Lalu dia menyadari kalau dia pergi tanpa apa pun. Bahkan tanpa sepeser uang pun. Bagaimana bisa dia melupakan hal sepenting itu. Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Seharusnya dia ingat itu.

Vanila membuka laci di dashboard mobil, mengacak-acak isi laci itu hingga beberapa kertas di dalam sana bahkan meluncur jatuh ke lantai mobil. Dia punya kebiasaan meletakkan beberapa lembar uang di sana sebagai jaga-jaga kalau dia melupakan dompetnya. Namun tak ada uang selembar pun di sana, tentu saja... Uhhh, Vanila baru ingat kalau dia sudah menggunakan uang itu untuk membeli beberapa barang kebutuhan pokok rumah beberapa minggu lalu saat dia menyinggahi pasar setelah mengantarkan Verzet dan Dinda sekolah dan menyadari dia tidak memiliki uang tunai di dompetnya.

Vanila menatap cincin pernikahannya dan jam emas bermerk yang melingkar manis di tangannya. Adakah hotel yang mau menerima jika dia menyodorkan jam yang melingkari pergelangan tangannya. Vanila tidak yakin. Andai dia punya sahabat dia mungkin bisa menumpang tinggal untuk beberapa hari di rumah sahabatnya... Ahhh, ini kesalahannya. Kebodohannya. Seharusnya dia tidak menikahi sahabat satu-satunya. Sekarang saat semua menjadi masalah seperti ini, dia benar-benar tidak punya tempat untuk berlindung. Ternyata menikah dengan sahabat sendiri tak menjamin rumah tangga akan baik-baik saja. Nyata dia, sahabatnya sendiri yang menghianatinya.

Vanila masih melajukan mobilnya. Jalanan sudah begitu lengang, walau beberapa kenderaan masih terlihat berlalu lalang. Vanila mematikan lampu dalam, menjaga diri dari orang jahat yang mungkin ada di luar sana. Bisa sangat berbahaya baginya dan kedua anaknya jika orang jahat itu tahu yang ada di mobil ini hanya dia- seorang ibu dan dua anak kecil. Coba ada Tom di sisinya semua akan lebih aman.

Coba ada Tom....? Pemikiran itu membuat hati Vanila tergores sakit. Tom lah yang membuat dia dan anak-anaknya mengalami hal ini, melarikan diri dari rumah. Menyeka air mata yang mulai merembes keluar dari matanya, Vanila mencoba fokus menyetir. Dia akan mencoba ke hotel, mudah-mudahan receptionis mau menerima jam yang melingkar di tangannya dan mereka bisa menginap beberapa hari di hotel sambil dia memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya dan kemana dia dan anak-anaknya setelah ini.

***

Mas Bro sudah menyalakan kameranya sedari tadi menanti Tiara Lestari yang tengah mematut wajahnya di cermin dibantu penata rias. Penampilan wanita itu terlihat sempurna dengan pulasan lipstik warna merah berlapis lipgloss dengan eyeliner hitam dibagian atas matanya serta alis yang dibentuk melengkung sempurna menyempurnakan kecantikannya.

Ini sesi pemotret ke delapan dengan penampilan menantang. Tiara Lestari segera berjalan ke depan kamera menatap sesaat cowok ganteng dengan kemeja putih lengan pendek dengan bawahan hanya handuk putih. Uhhh, Andy Herline terlihat sangat menawan bahkan hanya dengan berganti bawahan dari celana bahan ke handuk. Tiara Lestari merasa beruntung menjadi rekan pemotretan Andy Herline.

"Nice, Tiara. Tahan." suara sang fotografer terdengar mengarahkan gaya Tiara Lestari yang sedang mencondongkan tubuhnya ke depan. Dadanya yang cukup besar terekspos, bibirnya di majukan sedikit agar menambah kesan seksinya dan dia kini mengenakan lingerie merah. Terbayang betapa seksinyakan?

Pemotretan singel Tiara selesai dengan cepat. Sebagai model profesional majalah dewasa, Tiara tak sulit diarahkan. Selain karena Tiara menanti sedari tadi sesi duet seksi antara dia dan Andy Herline.

"Andy." Ketika namanya disebut, Andy bergegas beranjak dari tempat duduknya. Membuka kemejanya dan bergerak ke tempat tidur hotel. Ya, mereka tengah melakukan pemotretan di kamar hotel sedari satu jam lalu. Ini adalah sesi terakhir. Tiara telah menanti Andy di sisi ranjang dengan lingerie seksinya. Penata gaya segera menyempurnakan penampilan Andy dengan menyemprotkan air ke rambut dan tubuh atas Andy sehingga seakan-akan Andy baru saja mandi.

Cara sederhana itu membuat Andy terlihat seksi dan sangat menggoda. Tiara bertanya-tanya apa yang tersimpan di balik handuk putih yang melilit pinggang Andy. Apakah Andy memakai boxernya atau malah naked di bawah sana. Ketika dada mereka saling bersentuhan, Tanpa sengaja Tiara malah mendesah.

"Oke, good, Tiara. Acting itu perlu." Sang sutradara memuji totalitas Tiara Lestari dan meminta Andy berakting sempurna juga. "Andy, kalian pasangan pengantin baru, lakukan lebih total."

Lihat selengkapnya