Mobil sedan mungil berwarna biru itu menghentikan lajunya di pekarangan rumah Andy. Madya melangkah tergesa, terlihat sangat buru-buru seakan-akan ada berita penting nan menghebohkan yang baru saja dia ketahui semisal presiden tertembak mati di depan matanya. Bahkan karena terburu-burunya, Madya tidak menutup gerbang rumah Andy dengan baik. Dia menguak pintu rumah yang terbuat dari kayu jati itu dan masuk ke dalam rumah Andy secepat yang dia bisa. Langsung mengarahkan kakinya ke kamar tidur Andy yang terletak di lantai atas.
Beberapa saat kemudian sebuah mobil Pajero putih berhenti tepat di depan rumah Andy, baru akan memanggil Andy, Tom memilih mengurungkan niatnya saat melihat gerbang rumah yang tak terkunci itu. Dia memilih masuk.
***
"Apa yang sebenarnya terjadi, Van?" Andy buka suara. Hembusan nafas yang keluar dari mulutnya menerpa kulit wajah Vanila. Vanila bisa mencium aroma mint di rongga mulut itu. Aroma mulut yang sama seperti yang dimiliki Tom, pikir Vanila. "Kenapa kau dan anak-anak berada di hotel itu kemarin malam? Apa Tom mengulangi kesalahannya kembali? Dia menyelingkuhimu lagi dengan sekertarisnya? Dan itulah alasannya kau lari dari rumahkan?"
"Aku tidak lari dari rumah."
"Berhenti berdusta." Andy mengguncang tubuh Vanila. Tangannya terletak di pundak Vanila yang segera berusaha menepiskan tangan itu.
"Lepas, Dy. Nggak enak dilihat orang."
"Tidak ada siapa pun di sini, Vanila selain kita. Kamu boleh mengesampingkan kecemasanmu itu." Andy memilih berkeras kepala, "Jelaskan padaku semuanya. Rumah tanggamu jelas tidak baik-baik saja. Siapa yang sedang hendak kau bohongi? Matamu menjelaskan semuanya padaku."
"Kau salah Andy. Kami memang bertengkar, tapi aku tidak berniat pergi untuk selamanya. Aku hanya ingin menenangkan diri. Lusa aku akan kembali ke rumah kami. Aku sudah berjanji pada Verzet." Entah mengapa Vanila memilih berdusta. Mungkin dia enggan mendengar kata cinta yang diucapkan Andy atau mungkin karena sebagian hatinya berharap rumah tangganya benar-benar baik-baik saja. Vanila berusaha melepaskan sentuhan Andy dari pundaknya. Namun itu tak semudah yang Vanila pikirkan.
"Kamu bisa menceritakan segalanya padaku, Vanila dan aku akan membantumu. Aku akan melakukan segalanya untuk membantumu dan anak-anak. Jangan kembali pada pria berengsek seperti Tom."
"Walaupun kau sudah menolong kami, kau tidak berhak bicara tentang Tom seperti itu! Dia suamiku! Dia papa dari anak-anakku!" pekik Vanila marah lalu dengan keras kepala Vanila mendorong tubuh itu dengan keras dan berhasil keluar dari kungkungan tangan Andy walau akibatnya dia hampir terjatuh. Matanya terkunci dengan manik lembut Andy yang bergerak menggapainya. Lalu di detik selanjutnya Vanila bisa merasakan lengan berotot pria itu berada di pinggulnya.
Mata mereka bertemu dan untuk beberapa detik yang singkat Andy dan Vanila berakhir saling tatap. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu kesal," jelas Andy tepat di hadapan wajah Vanila. Tak ada satu pun dari antara mereka yang menyadari kehadiran Tom di tempat itu. Dari kejauhan Tom yang sebenarnya sempat memanggil Andy- tapi tak ada satu pun yang mendengar kemudian memilih masuk ke dalam rumah Andy menatap kejadian itu dengan rasa kaget dan amarah. Dia melangkah tergesa tanpa mengalihkan pandangannya menatap kejadian itu. Andy mendekap erat tubuh Vanila, tangannya melingkar di pinggang Vanila dan kini keduanya saling bertatapan.
"Berengsek, apa yang kau lakukan pada isteriku?! Singkirkan tanganmu dari isteriku!" pekik Tom marah, tangan Tom segera mencengkram bahu Andy lalu mendorong keras tubuh itu menjauh dari tubuh Vanila. Mengagetkan Andy dan Vanila. Sedetik Vanila terhuyung, tapi tangan kokoh Tom segera menahan tubuhnya agar tak terjerembab jatuh. Namun itu hanya sekejap, belum sepicing mata Vanila mengerjap kaget menyadari kehadiran Tom di tempat itu, Tom telah bergerak cepat menghajar tubuh Andy. "Ini buat tanganmu yang lancang!" Tom menyarangkan pukulannya ke tubuh Andy yang terlihat kaget dan kemudian meringis kesakitan.
"Ini nggak seperti yang kau lihat, Tom!" pekik Vanila mencoba mencegah pukulan Tom pada Andy. Vanila bergerak menahan tubuh Tom, tapi Tom tidak mau mendengarkan. Tangannya menepiskan sentuhan Vanila dengan keras dan kuat. Amarah membakarnya. Sesaat Vanila terdorong dan terhuyung, hampir saja terjatuh andai dia tidak segera bisa menyeimbangkan tubuhnya. Tepat saat berbalik menghadap ke dua pria itu, manik mata Vanila bisa melihat sebuah tinju kembali melayang ke wajah Andy.
"Ini untuk keberanianmu mencium istriku!" pekik Tom saat ucapan Vanila beberapa waktu lalu berpendaran di benak Tom. Pengakuan Vanila itu kini bagai bensin yang menyiram hatinya, lidah api cemburu menyambar dan membuat Tom hilang kendali. Dia melayangkan pukulan demi pukulan kepada Andy. Sudut bibir Andy berdarah. Vanila menatap itu dengan ngeri. Vanila tak pernah melihat Tom semarah hari ini. Saat Andy terjatuh di ubin marmer rumahnya, suara Mbak Madya terdengar memanggil-manggil Andy.
"Andy! Andy, lo dimana ?! Gue punya kabar... Anddyyyy....!!! Ohhh my God! Rampokkk?!" Mbak Madya yang baru akan memasuki dapur memekik histeris melihat kejadian itu. Sementara Vanila buru-buru menamengkan dirinya di depan Andy.
"Sebelum kau memukul Andy, pukul aku lebih dulu!" Tangan Tom yang terangkat, tertarik mundur. Ada kekecewaan yang tergambar jelas di sorot mata Tom. "Kenapa diam?! Pukul! Pukul sesukamu!" pekik Vanila sambil menarik tangan Tom ke wajahnya. Sekuat tenaga Tom menahan tangannya agar tidak dapat digerakkan Vanila memukul dirinya sendiri. Mau tak mau saat Tom menarik tangannya, tubuh Vanila malah tertarik mendekati tubuh Tom. Aroma tubuh Tom yang maskulin menyusup lembut ke labirin otak Vanila, menguncinya.