Namun tak seperti ekspektasi Clara, kali ini Tom benar-benar melakukan apa yang dia katakan. Tangan Tom memegang erat salah satu lengan Clara yang memeluknya, menariknya dengan keras dan memiting tangan itu tanpa peduli teriakan kesakitan Clara bahkan dengan gerakan memutar membanting tubuh Clara ke lantai kantor. Untungnya tidak dengan keras dan masih disangga lengan Tom. Coba saja dengan keras dia pasti berakhir dengan tulang-tulang yang patah atau pendarahan otak akibat terbanting ke ubin keramik ruangan Tom.
"Aku tidak membantingmu dengan keras karena aku mengingat Pak Wie dan bahwa kau wanita. Bukan karena aku masih perduli atau punya perasaan padamu. Bukan." Tom menarik lengannya dari belakang kepala Clara- yang dia gunakan untuk melindungi kepala wanita itu dari benturan. "Tapi jika kau mengulanginya lagi. Aku berjanji, Clara aku akan melupakan bahwa kau isteri Pak Wie dan melupakan juga bahwa kau seorang wanita."
Clara terkesima mendapatkan perlakuan seperti itu dari Tom. Dia masih terlentang di lantai kantor Tom ketika Tom meraih kunci ruangannya yang jatuh tergeletak di lantai dan melangkah meninggalkan Clara menuju ke depan pintu.
Clara pernah ditolak. Rasanya sakit dan perlakuan Tom kali ini membuat dia kembali teringat pada Leonardo, kekasih pertamanya. Pria yang memberinya cinta, tapi juga luka yang begitu besar. Luka yang membuat dia berakhir dengan membuktikan diri bahwa semua pria akan jatuh cinta padanya- pada seorang Clara Chang yang cantik, pintar dan menarik. Namun semua pria sama saja: bajingan. Tak ada yang setia. Tak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Tapi dengan Tom- Clara ingin menjalani hidup bersama pria itu sampai tua dan mati bersama. Dia pernah membayangkan menggantikan posisi Vanila di sisi Tom dan cita-cita itu masih belum berubah. Clara bangkit dari posisinya, menatap punggung Tom yang telah mencapai pintu dan memutar kunci, tangan Tom terletak di handel pintu dan baru membuka pintu sedikit ketika suara Clara menghentikannya.
"Kau tidak bisa membuangku seperti sampah, Tom. Aku tidak mengizinkan itu. Aku sudah sampai sejauh ini untuk bisa bersamamu... menikahi Pak Wie dan menjadi Ny. Wie agar aku bisa memasuki Clement Construction. Dan aku tidak akan percaya bahkan walaupun kau mengatakan kau tidak punya perasaan padaku lagi: kau membiarkanku menciummu di pesta itu, tadi kau tidak membantingku, tapi menyangga kepalaku dengan lenganmu. Jauh di lubuk hatimu, aku masih Clara yang kau cintai.." Tom membalikkan tubuhnya menatap Clara dengan emosi.
"Kau gila!"
Tawa Clara terlihat. "Terserah. Kau boleh mengatakan aku gila, sinting, psikopat atau bahasa apa pun yang menunjukkan aku memang tergila-gila padamu....aku tidak keberatan sama sekali." Seharusnya Tom menyadari maksud seringaian di sudut bibir Clara. Wanita itu bertindak gila-gilaan dan tak tahu malu dengan menarik kancing kemejanya. Dan secepat apa pun Tom mengalihkan pandangannya dari dada Clara yang terekspos membusung dan hanya terbungkus dengan bra merah marun yang menggoda tetap saja dia sempat melihat pemandangan itu. Buru-buru Tom meraih handel pintu.
"Aku akan berteriak dan mengatakan pada semua orang bahwa kau mencoba melecehkan ku dan bahkan mengatakan telah melecehkan ku saat menjadi sekertarismu... jika...kau.. pergi," ucapnya lambat-lambat sambil melakukan penekanan pada kalimat terakhirnya.
Tom memejamkan matanya sedetik dan menghembuskan nafas dalam. Tanpa menatap Clara dia bertanya: "Apa maumu, Clara?"
"Ayo, bercinta denganku."
"Sungguh tidak punya malu." Suara itu terdengar dari celah pintu yang terkuak sedikit. Seorang wanita cantik dengan tubuh langsing terurus muncul dari balik pintu ruangan Tom. Neli, isteri Brian...Tom tidak tahu buat apa wanita itu kemari hanya saja merasa lega atas kehadiran wanita itu. Ada ponsel dengan tongkat tongsis di tangan Neli yang menyorot pada Clara. " Apa yang akan dilakukan Pak Wie saat mengetahui ternyata isteri barunya yang cantik adalah wanita jalang yang mengejar-ngejar vice presiden perusahaannya? sampai minta dit*dur*?" Neli menepuk jidatnya. "Tapi bagaimana pun aku sepertinya harus berterima kasih padamu karena konten ku kali ini akan ditonton jutaan viewer. Kau mau membantuku membuat judulnya?" Clara yang menyadari kamera ponsel mahal itu terarah padanya buru-buru menutup pakaiannya dan membalikkan tubuhnya.
Wanita berengsek itu selalu saja muncul di saat dia sedang bersama Tom. Jangan-jangan wanita itu juga menyukai Tom, pikir Clara sambil mengkancingi beberapa kancing kemejanya. Dia akan memberikan pelajaran berharga bagi wanita itu agar tidak pernah lagi mencampuri urusannya.
Ketika Clara disibuki dengan kancing bajunya, Tom menarik Neli pergi dari ruangannya.
"Kau benar-benar merekamnya?" tanya Tom serius saat dia dan Neli berada di dalam lift.
"Tentu saja. Apa aku terlihat bergurau? Aku sedang memulai karier baruku menjadi YouTubers. Sebenarnya aku mau membuat konten tentang eksekutif ganteng, tapi sepertinya aku menyadari satu hal menjadi eksekutif ganteng yang digilai banyak wanita ternyata nggak selamanya menyenangkan."
"Tidak, jika kau bertemu wanita sinting macam Clara."
"Dan menjadi isterimu pasti menakutkan." Tom memutar kata menatap Neli. "Dalam artinya diliputi kecemasan setiap saat: kapan suaminya bakal jatuh dalam skandal." Tom menelan salivanya yang terasa menyangkut di tenggorokannya dengan keras bahkan terasa perih. Neli benar. Kapan dia menyadari perasaan yang disimpan Vanila selama ini? Kecemasan yang menghantui isterinya itu tiap kali dia di luar rumah. Vanila tidak pernah menunjukkan rasa cemburunya, tak pernah melarangnya dekat dengan siapa pun dan pergi kemana pun. Vanila mempercayainya. Dia yang menghancurkan kepercayaan itu. "Aku turut prihatin atas rumah tanggamu dan Vanila. Aku mendengarnya dari Alfa saat dia bercerita dengan Papanya. Katanya kau ke sekolah mencari Vanila dan anak-anakmu." Tom mengangguk sambil mengingat-ingat kapan Alfa memasuki kantor guru dan mendengar pembicaranya dan Bu Emely.
Bersandar di dinding lift. Neli menatap video yang ada di tangannya. "Aku rasa aku harus bersyukur karena menikah dengan seorang pria seperti Brian karena aku tidak akan pernah bisa melihat siapa pun menatap suamiku dengan tatapan mata memuja apalagi menginginkannya.. sepertinya alasan itulah yang membuatku awalnya merasa nyaman bersama Brian, karena dia hanya milikku dan hanya mencintaiku. Alasan yang membuatku akhirnya memilihnya dari pada pria lainnya."
"Tentu saja. Kamu beruntung, juga karena Brian pria yang pintar dan pekerja keras., sederhana dan tidak neko-neko."
Ketika mereka keluar dari lift Tom tengah menceritakan beberapa pengalaman menakutkan yang jatuhnya jadi kocak yang dia alami bersama Pak Brian saat dia masih menjadi bawahan Brian. Tawa Neli terlihat saat mendengar pengalaman seru yang Tom dan Brian alami di kawasan proyek. Brian tak pernah menceritakannya padanya. Mungkin karena dia yang terlalu sibuk dengan urusannya dan tak pernah tertarik dengan pekerjaan Brian, tapi saat Tom kini menceritakannya rasanya Neli ingin mendengar cerita itu kembali dari mulut Brian. Nanti malam, dia akan menanyakannya pada suaminya itu saat mereka makan malam atau saat di kamar tidur menjelang tidur malam. Keduanya bahkan tidak menyadari sepasang mata menatap kejadian itu dengan rasa cemburu.
Jadi ini alasan kamu tidak jadi ke Eropa? Hanya untuk mendekati pria idamanmu- Tom Dwiguna? batin Brian dibakar cemburu. Apa lagi saat dia melihat Tom membukakan pintu mobilnya buat Neli dan keduanya pergi bersama dengan mobil Tom.
"Anda akan ikut ke selat Sunda?" Brian mengangguk cepat. Tentu saja dia akan ikut. Dia tak tertarik berada di rumah bersama seorang isteri bawel yang suka berselingkuh.
***