Neli melangkah memasuki rumahnya dengan wajah sumringah, senandung kecil terdengar dari bibir tipisnya yang merah. Di tangannya ada sebuah plastik putih berisi paper lunch box berisi pempek kesukaan Brian, sang suami. Dia dan teman-temannya tadi memilih berbincang di restoran nelayan Ancol dan ketika pulang dia teringat Brian jadi dia membeli beberapa porsi buat Brian, Alfa dan adiknya Widya.
"Darimana kamu?" Suara itu menampar telinga Neli. Manik matanya dapat melihat Brian berdiri menatapnya beberapa langkah dari ruang dapur. Tangan Brian terlipat di dadanya. Suaminya itu masih memakai stelan pakaian kerja yang tadi pagi dia kenakan untuk ke kantor berarti tak jauh beda waktu kepulangan darinya.
"Eh, kamu udah pulang?" Neli tersenyum lalu mengangkat kantongan plastik yang ada di tangan kanannya, "Aku bawakan sesuatu buatmu, makanan kesukaanmu."
"Nggak usah ngalihin pembicaraan, aku tanya kamu darimana?" Brian tak memperdulikan oleh-oleh yang dibawa sang isteri ke rumah. Setahunya seumur pernikahan mereka, Neli tidak akan mau repot-repot membelikan makanan kesukaannya. Lalu ada apa dengan hari ini hingga kebiasaan isterinya itu berubah? Apa Neli sedang berusaha menyuapnya? Kemudian wanita itu berpikir sikapnya akan melunak? Brian mendecih kesal. "Seumur pernikahan kita, kau tak pernah mau repot-repot membawakan oleh-oleh apa pun buatku."
"Aku sedang hangout bareng teman-teman dan di buku menu ada empek-empek Palembang kesukaanmu. Aku tidak repot."
"Mulai kapan Tom jadi temanmu?"
"Tom?" Neli memutar bola matanya. Menebak mungkinkah Brian melihat kepergiannya dan Tom siang tadi dari kantor ke rumah Pak Wie? Tapi dia sudah terlanjur berjanji pada Pak Wie akan menyimpan rapat semua kejadian yang dia lihat dan dengar hari ini. Si Clara yang tak punya malu itu sungguh beruntung karena Pak Wie masih mau menjaga harga diri wanita berengsek itu. "Aku benaran pergi dengan teman-temanku. Dengan Nani, Angela, Rani, Dira. Aku berniat membuat konte..."
"Aku melihatmu pergi dengan Tom." Brian bisa menemukan keterkejutan di raut wajah isterinya. "Kemana kalian pergi?"
"Kami hanya makan siang bersama di sekitaran kantor sekalian minta maaf atas perbuatan Alfa pada..."
"Sekitaran kantor hingga tiga jam?" Brian mendengus sinis.
"Apa kau cemburu?"
"Pada pria seperti Tom?" Brian menarik sudut bibirnya sinis, "Aku tidak perduli apa yang kalian lakukan. Kalau dia mau mengambil bekasku terserah!"
"Kau bilang apa?!" Neli memekik emosi, "Beraninya kau bicara seperti itu?! Paling tidak tunjukkan sedikit rasa hormatmu, bicara padaku saat kau punya bukti aku berselingkuh! Karena aku bukan perempuan seperti itu!"
Brian memilih tak menjawab pertanyaan Neli dan malah mengajukan pertanyaan lain. "Berikan padaku apa yang kau curi dari Bu Clara."
"Apa? Apa yang dikatakan wanita itu? Aku mencuri darinya?" Neli tertawa kesal. "Dan kau percaya padanya? Bukannya padaku, isterimu sendiri?!"
"Apa aku perlu percaya padamu? Pada seorang isteri yang bahkan tidak pernah menganggap aku ada?" Brian mencengkram keras lengan Neli, "Hormat? Kau pikir apa yang sudah kuberikan selama ini? Bukan hanya sekedar rasa hormat padamu, lebih dari itu.., tapi apa kau pernah menghormatiku?!" Brian menggeleng. Tangannya segera meraih tas yang masih disandang di pundak Neli tanpa perduli pekikan amarah isterinya itu. Perebutan dan mempertahankan itu bahkan telah membuat tiga box empek-empek yang dibawa Neli sebagai oleh-oleh jatuh di ubin rumah dan tersepak kesana kemari. Sebentar saja Brian sudah mengambil ponsel yang tersimpan di tas Neli kemudian melemparkan tas isterinya itu ke lantai.
"Ponsel? Jadi itu yang diminta wanita itu kau ambil dariku? Kau tau apa yang ada di sana?! Kembalikan padaku, akan kutunjukkan padamu apa yang ada di sana!" Neli berusaha merebut ponselnya kembali, tapi Brian yang kalap malah menepiskan tubuh isterinya itu. Neli bahkan nyaris terjatuh andai Widya tidak menangkapnya. Untuk pertama kali Widya melihat kemarahan kakak iparnya itu. Biasanya Brian selalu menjadi seorang suami yang patuh pada isterinya.
"Aku pernah meminta Kakak bersikap tegas selaku seorang suami, tapi nggak seperti ini juga, Kak." Saat mata Brian dan Widya bertemu, pria itu memilih melangkah pergi- jujur dia merasa tidak nyaman pada tatapan mata kesal Widya yang melihat kelakuannya pada Neli. Widya memang pernah memintanya sedikit tegas pada kakaknya itu, tapi jelas kelakuannya kali ini salah.
"Aku tahu kau naif!" Neli berteriak dan melepas pegangan sang adik lalu mengejar tubuh Brian dan mencercanya dengan pertanyaan yang mengusik hatinya sedari tadi. "Apa yang terjadi padamu?! Aku tidak berselingkuh dengan Tom! Apa yang dijanjikan wanita itu padamu?!" pekiknya, tapi tak mendapatkan sambutan apa pun dari Brian yang memilih memasuki mobilnya dan melaju menembus kegelapan malam, meninggalkan Neli yang masih mencoba mengejarnya hingga ke jalan depan rumah. Namun tentu saja gagal.