Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #77

#77.Peran Pertama

Vanila memasuki rumah besar yang menjadi lokasi syuting studio senam milik Amara, tokoh gadis baik yang sederhana dan dicintai banyak penonton. Dia meninggalkan Mbak Madya dan Andy dan lebih dahulu menuju tempat ini karena Andy harus menemui seorang redaktur majalah walau sebenarnya tadi Andy memintanya menunggu karena Andy ingin bicara dengan sutradara dahulu. Jujur kemarin Andy sangat terkejut dan kesal akan peran yang diberikan padanya, Andy berjanji akan merubah peran itu. Namun Vanila pikir sebagai seorang pemula dia seharusnya menerima semua peran yang diberikan toh itu hanya akting dan itu termasuk menjadi seorang pelakor.

"Hai Amara -aku Vanila, kita bakal satu scene kali ini...salam kenal." Vanila sengaja hanya memanggil nama wanita cantik itu karena yakin wanita itu terpaut usia jauh di bawahnya. Menurut Vanila wanita itu paling hanya dua puluh empat atau dua puluh lima tahunan sementara dia akan mencapai usia tiga puluh empat tahun akhir tahun nanti. Wanita cantik yang tengah duduk santai di kursi santai yang ada di bawah payung tenda ditemani beberapa wanita dan pria yang sepertinya sang managernya, asisten managernya dan sang penata rias Amara- di artikel-artikel online yang sengaja Vanila baca kemarin dan juga dari cerita Mbak Madya- Amara tidak mau menggunakan make up penata rias syuting dengan alasan kulitnya sensitif. Wanita itu hanya melirik sekilas pada uluran tangan yang Vanila julurkan seakan jijik padanya

"Oh, lo pelakor itu." Sambutan wanita itu mengagetkan Vanila

"Aku bukan pelakor. Namaku Vanila Astanervary." Tawa Amara terlihat cantik sih, tapi nyakitin karena Vanila tahu itu tawa mengejek.

"Pelakor. Lo jadi pelakor kan di sini? Di dunia peran lo bakal dikenal dengan peran lo. Jadi gue bakal panggil lo pelakor. Ngerti?" Vanila tahu ada jenis artis terkenal yang arogan dan alergi dengan pemain amatiran seperti dia dan Vanila malas memperpanjang urusan dengan mahluk semacam Amara jadi dia memilih lebih baik diam dan berharap scene-nya dengan wanita ini tidak panjang.

Vanila merasa sangat beruntung saat suara sang sutradara terdengar memintanya segera pergi ke ruang rias karena scene nya akan dimulai. Sejenak saat melangkah pergi dari tempat itu, Vanila melihat beberapa fans datang menghampiri Amara dengan girang, memeluk wanita itu, meminta berfoto bersama dan cipika-cipiki bersama. Gestur Amara yang jutek hilang seketika menjadi humble dan ramah. Uhhh, Vanila membuang nafasnya. Gadis itu sangat pintar berakting sementara dia....Uhhh. Vanila menghembuskan nafasnya panjang. Dia berharap dia tidak perlu mengulang scene antara dia dan Amara berulang-ulang dan membuat wanita itu bete.

***

"Take.... rolling .... action!"

Suara sang sutradara yang memberi arahan pada kru produksi seperti: kameramen, penata suara, termasuk tukang angkat mik, kru lampu dan yang lainnya terdengar. Demi Tuhan ini sudah yang kelima kalinya dia mengulang adegan ini. Jangankan dia, Amara terlihat jauh lebih kesal akibat pengulangan-pengulangan ini, jika bukan karena fans-fansnya yang kini sedang melotot menatap pengambilan gambar ini rasanya sudah dari tadi dia memaki wanita bernama Vanila ini.

Sinar lampu sorot menerpa wajah Vanila. Bahkan di adegan tabrakan tadi- adegan yang menjadi awal pertemuannya dengan Cynthia: nama peran Amara di sinetron Keteguhan Hati ini- dia melakukan kesalahan. Ketika sopir Amara yang tengah bertelepon menabraknya yang sedang menyeberang jalan dan seharusnya di naskah membuat dia jatuh terjungkal dan terkapar di jalanan. Vanila ingat dia malah berlari menyebrang jalan dengan kencang hingga tidak tertabrak mobil.

Serius. Melempar diri di aspal rasanya pasti menyakitkan, pikirnya. Vanila ingat ketika dia mengatakan hal itu sebagai alasan saat sutradara mengamuk dan mempertanyakan kenapa dia malah lari dan tidak terjatuh- para fans Amara tertawa ngakak. Dia butuh enam kali pengambilan untuk adegan itu. Sejujurnya adegan itu selesai setelah sutradara mengancam akan benar-benar menabraknya jika dia masih tetap berlari.

Vanila mencoba menenangkan diri. Mensugesti diri bahwa adegan keduanya tidak lebih sulit dari yang pertama. Dia hanya perlu tersadar dari pingsan ketakutan sendiri dan cemas saat berada di sebuah tempat asing. Lalu melakukan mimik sesuai voice over- bahasa suara dalam hati di skenario. Kemudian mencoba kabur dari rumah itu dan menabrak Amara yang sedang membawakan minuman buatnya. Hanya itu.

Amara sudah membisikinya tadi apa dia idiot. Dia harus membuktikan pada wanita sombong itu dia tidak bego.Tom Dwiguna-cowok fakultas teknik terpintar di universitasnya jatuh cinta padanya. Cowok yang disunting oleh perusahaan Microsoft itu kemudian memilih dia daripada perusahaan sekaliber Microsoft. Itu karena dia pintar, menarik... atau karena dulu Tom mencintainya???

Vanila meneguk salivanya. Sekarang Tom mengkhianatinya. Dia harus berjuang untuk kehidupannya dan anak-anaknya. Ada ketakutan dan kecemasan yang tergambar nyata di wajah Vanila saat dia memikirkan hidupnya tanpa Tom. Vanila membuka matanya dan menatap nanar ke seluruh penjuru ruangan kamar tidur itu.

Vanila memegang kepalanya, mengeryitkan keningnya benar-benar merasa sakit, pasti karena jatuh tadi. Tangannya bisa merasakan ada benjolan sebesar kelereng di keningnya, dia lupa menjaga agar kepalanya tetap aman. Ketakutan makin jelas di wajahnya. Bangkit dari duduknya dia buru-buru berlari ke luar kamar. Berlari begitu kencang hingga bahkan sandal yang dia pakai terlepas. Sejenak dia melirik ke belakang menatap sandalnya. Sial nggak ada di skrip, maki hati Vanila lalu memilih mengacuhkan pikirannya. Orang kabur memang suka sembrono, pikir Vanila dan menubruk tubuh Amara yang tengah membawa teh hangat.

"Auuu!" Vanila memekik saat teh itu menumpahi tubuhnya dan lengannya. Teh itu nggak hangat, tapi panas.

"Cut!"

Mampus. Pasti disuruh ngulang lagi, ujar batin Vanila putus asa di bawah tatapan membunuh dari mata Amara. Dia melupakan rasa panas tumpahan air teh di tubuhnya yang memerahkan lengan tangan kanannya.

Lihat selengkapnya