"Kamu kenapa, Tom?" tanya mama saat menemukan Tom menegak aspirin di pagi hari.
"Sedikit pusing, Ma."
"Apa tidak sebaiknya kamu ke rumah sakit? Mama lihat sudah beberapa hari ini kamu minum obat itu.... kalau Mama nggak salah sejak kamu muntah-muntah di rumah sakit."
"Mmmmmm.." Tom menjawab mama dengan gumaman kecil sambil melanjutkan pekerjaannya di pagi ini walaupun mamanya sudah mengingat jika dia sedang sarapan seharusnya dia tidak mengerjakan hal lain. Mama juga mengungkit-ungkit apa yang akan dilakukan Vanila jika dia menggunakan meja makan untuk bekerja bukan untuk makan. Tom yakin seratus persen Vanila akan mengamuk, dia akan mendapatkan rentetan kalimat protes dari Vanila. Betapa Tom rindu hal itu saat ini. Kenapa dulu dia bisa begitu kesal pada rentetan protes Vanila dan memilih membalasnya dengan rentetan kalimat panjang penuh emosi juga, padahal ia hanya perlu membungkam mulut itu dengan kecupan atau meminta maaf dan mengiyakan omongan Vanila. Tom menghela nafasnya. Dia memang bodoh.
"Jangan suka menunda-nunda ke dokter kalau sedang sakit."
"Ya, Ma." Tom menjawab perintah mamanya itu dengan singkat. Tepat ketika mamanya berlalu untuk membukakan pintu buat seseorang yang mengetuk di sana, Tom kemudian menemukan tatapan mata papanya yang tengah duduk di meja makan tepat di sisinya menatapnya tanpa bergeming. "Ada apa, Pa? Ada yang salah denganku?"
Tom bisa melihat tangan papa menutup layar laptopnya, kali ini membuat mereka saling bersua tatap. "Apa yang kau sembunyikan di kepalamu?" Sekali lagi Tom menyadari entah bagaimana papa bisa menebak ada yang mengusik benaknya. Dahulu ketika kanak-kanak dia terus berpikir bagaimana papa dan mamanya bisa menjadi semacam cenayang yang melihat jauh ke dasar hatinya, setelah dia menjadi seorang papa dia tahu itu semacam gift- anugerah dari Tuhan buat orang tua hanya saja ada yang mengasahnya hingga tajam ada mencuekinnya hingga majal. Satu-satunya makhluk yang sulit dia pahami adalah Vanila. Dia harus terus belajar untuk tahu apa yang ada di benak isterinya itu termasuk apa yang kini ada di benak Vanila hingga melayangkan surat gugatan perceraian ke pengadilan dan membuat pengadilan melayangkan surat panggilan padanya. Benarkah ini satu-satunya jalan yang diinginkan Vanila? Tak adakah jalan untuk berdamai? Tak adakah jalan agar mereka bersama kembali?
Tom menimbang-nimbang apakah dia harus mengatakan hal itu pada kedua orang tuanya atau menyimpannya di dalam hatinya sendiri. Dalam waktu singkat pilihan kedua Tom ambil. Dia mempertimbangkan kondisi papanya yang baru saja keluar rumah sakit, satu kejutan mungkin saja membawa akibat fatal dan dia tidak mau mengambil risiko itu. Tom memandangi wajah papanya, kerutan di wajah itu. Seharusnya di masa tua kedua orang tuanya dia memberikan mereka kebanggaan dan kebahagiaan, sebelum perselingkuhannya dan Clara dia punya karir yang sukses dan keluarganya harmonis. Namun apa yang dia lakukan? Kini alih-alih membuat bangga dan bahagia dia malah membuat orang tuanya sedih karena rumah tangganya. Selingkuh memang nggak akan pernah berbuah manis. Upah dari dosa adalah maut dan kini bahkan sebelum maut mendatanginya dia sudah merasa bagaikan mati karena kehilangan isteri dan anak-anaknya.
"Cuma masalah pekerjaan, Pa. Hari ini peletakan batu pertama pembangunan jembatan di selat Sunda dan presiden akan datang."
"Selat Sunda? Wow. Jalur itu begitu lebar, Tom menghubungkan laut Jawa dengan Samudera Hindia. Clement Construction akan membuat jalan darat selebar itu?"
"Mudah-mudahan suatu saat nanti, Pa. Namun kali ini hanya pada titik tersempit Selat Sunda. Pada titik itu lebar selat Sunda hanya sekitar 30 km. Papa tahukan itu?"
Papa mengangguk. "Beberapa pulau kecil terletak di selat ini, di antaranya pulau vulkanik Krakatau. Apa itu berarti nanti Papa akan bisa melihat gunung Krakatau dari atas jembatan di dalam mobil?" Tom mengangguk. Senyum papanya memancar indah. "Papa yakin Verzet dan Dinda akan menyukai itu. Kita bisa bertamasya bersama-sama ke sana sebelum jembatan itu dibuka untuk jalan raya. Vanila juga pasti suka." Hati Tom kecut. Pembuatan jembatan itu mereka prediksi akan selesai empat tahunan, namun bisa molor. Air selat Sunda yang bersatu dengan air Samudera Hindia akan jadi satu tantangan besar karena itulah kali ini Clement Construction menggandeng perusahaan konstruksi dari negeri Perancis. Atas permintaan pemerintah mereka akan menggunakan bahan dari Krakatau steel dan menunjuk perakit tiang-tiang adalah perusahaan dari Perancis. Tiang-tiang penyangga yang telah dirakit itu akan dibawa kembali dari Perancis ke Indonesia untuk dipancangkan di selat Sunda. Dan Tom tak yakin rumah tangganya masih bertahan saat itu.
"Tentu saja. Tapi Papa harus sehat agar kita bisa pergi bersama."
Tom mengepalkan tangannya yang ada di bawah meja makan. Baiklah dia akan pura-pura tidak pernah menerima surat panggilan pengadilan itu. Dia tidak akan datang. Persetan dengan apa yang kini sedang terjadi, dia akan membuat Vanila berubah pikiran. Dia akan membuat Vanila mencintainya kembali seperti kali pertama. Sampai mati pun dia tidak akan pernah melepaskan isterinya itu.
Katakan aku keras kepala, Vanila. Kau tahu aku keras kepala dan aku tidak akan melepaskanmu. Tidak akan pernah, gumam batin Tom kali ini dengan senyum percaya diri.