Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #80

#80. Luka Yang Lebih Menyakitkan

"Papa!" pekik Dinda lalu menghambur ke pelukan papanya. Kali ini Tom telah membawakan makan siang buat mereka termasuk buat kedua guru Dinda. "Papa kenapa datang lama hari ini?"

"Maaf, ya, Princess Papa." Tom menyugar rambut putrinya itu, "Hari ini hari yang sangat sibuk. Pak presiden akan meletakkan pondasi buat jembatan baru. Jadi Papa harus di kantor untuk memastikan semua lancar. Papa harus di depan zoom tadi."

"Jadi Papa ketemu presiden tadi?"

"Nggak langsung sih semacam video call."

"Terus Papa tanya kerja presiden itu apa?"

"Kerja presiden itu banyak, Sayang. Presiden itu seperti papa di sebuah keluarga, papa harus mastiin anaknya makan yang bergizi, harus memastikan anaknya dapat pendidikan, kalau anaknya sekolah harus dipikirin sekolah naik apa, anaknya kalau sudah besar harus dipikirin punya kerjaan. Terus karena anak presiden itu banyak..."

"Kok banyak, Pa?"

"Kita itu anak presiden juga. Seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari desa sampai ke kota anak presiden. Siapa yang jadi presiden harus jadi papa, jadi presiden dibantu banyak orang dari menteri, gubernur, walikota, camat, lurah sampai Bu Maria juga."

"Ibu Maria bantu presiden." Tom mengangguk.

"Supaya Dinda sama teman-teman pintar. Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan anaknya." Tom membelai rambut putrinya itu, "Papa kasih makanan buat Bu Maria dulu ya." Dinda mengangguk lalu mengikuti Tom menuju ke dalam kelasnya yang kali ini telah sepi. Bu Maria nampak sibuk mengerjakan sesuatu sementara Bu Etty baru saja berpamitan pada Bu Maria dan berpapasan dengan Tom di ambang pintu kelas.

"Siang, Miss Etty."

"Ehhh, Bapak."

"Mau pulang?"

"Iya, Pak. Tapi Bu Maria masih ada kok buat jagain Dinda." Tom mengangguk. Lalu menyodorkan makan siang pada Bu Etty. "Terima kasih, ya, Pak. Saya permisi." Tom mengangguk. "Dadah Dinda." Dinda melambaikan tangan penuh senyum pada Miss Etty. Kemudian Tom menghampiri Bu Maria yang ternyata telah berdiri dan menghampiri mereka. "Bu Maria, ini."

"Sebenarnya saya dan Dinda tadi sudah makan siang di kantin sekolah dasar. Iyakan, Dinda?" Tom menoleh pada putrinya yang mengangguk.

"Dinda tadi juga makan sama Kak Verzet, Pa."

"Ohh, terima kasih, Bu Maria. Kalau begitu semua buat Ibu saja." Tom menyodorkan lima kotak yang tersisa pada Bu Maria walau sebenarnya dia juga belum makan, tapi tidak selera kalau tidak makan bersama Dinda.

"Tapi, Pak Tom..."

"Buat dibawa pulang saja, Bu. Masih baru kok."

"Terima kasih deh kalau begitu, Pak Tom."

"Pa, kita baca buku cerita, yuk di ruang baca," rengek Dinda membuat Tom menatap Bu Maria.

Lihat selengkapnya