Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #91

#91.Curhat

"Vanila, pergilah minta maaf pada Amara kalau tidak syuting ini tidak akan selesai," pinta sutradara membuat Vanila mau tak mau mengangguk, baru akan melangkah menyusul Amara, tangan Tom menangkap pergelangan tangan Vanila dan menahan langkahnya.

"Kenapa kalian menyuruh isteriku minta maaf? Dia tidak bersalah apa-apa. Wanita itu yang bersikap kasar dan kurang ajar. Bagaimana bisa..."

"Tom." Vanila menggeleng. "Tolong jangan ikut campur."

"Vanila, aku bukan hendak ikut campur, tapi..."

"Ayo pulang. Selama pelakor ini masih di sini suasana syuting akan selalu menyebalkan." Amara melangkah bersama asisten dan managernya, melintas di depan Tom dan Vanila. Buru-buru Vanila berlari mengejar langkah Amara. Menangkap pergelangan tangan artis populer itu dan minta maaf. Namun seperti tadi, Amara masih menolak permintaan maaf Vanila bahkan kali ini dia menepis dengan keras sentuhan Vanila dan hal itu membuat Vanila terhuyung ke belakang. Andai Tom tak bergegas berlari menggapai tubuh Vanila, jelas Vanila akan terbanting jatuh ke lantai. Vanila bisa merasakan tangan Tom ada di pinggulnya. Menegakkan kembali tubuh Vanila, Tom baru akan bergegas mengejar tubuh Amara ketika tangan Vanila menahannya. Gelengan kepala isterinya itu terlihat. Sutradara lah yang kemudian berlari mengejar Amara dan memohon-mohon. Uhhh, benar-benar berbeda perlakuan antara artis ngetop dan artis amatir macam dia, keluh Vanila dalam hati.

Di detik itu juga seorang wanita baya muncul diantara kejaran dua petugas scurity syuting. Wanita baya itu bahkan menyenggol keras Amara hingga wanita itu memekik dan memaki saat tubuhnya berputar setengah lingkaran dan terjatuh karena tak bisa menyeimbangkan diri akibat high heels tujuh centil meter yang dia gunakan. Beberapa artis pendukung terkekeh kecil sembunyi-sembunyi. Karena siapa pun tahu Amara akan memberikan masalah pada setiap orang yang coba-coba mengusiknya.

Scurity masih mengejarnya. Akibat kejadian huru-hara yang dilakukan para fans Andy tempo hari, produser mulai memperketat penjagaan di lokasi syuting. Para fans yang biasanya bisa masuk dengan leluasa sekedar untuk menonton Amara, Dave dan beberapa pemain lain terpaksa tak diizinkan masuk ke area lokasi syuting.

"Bu Vanila!' wanita baya yang nampak sangat sederhana itu memanggil-manggil nama Vanila walaupun melintasi Vanila. "Mbak Vanila!' wanita baya itu masih berlari diantara kru pendukung dan artis yang ada seakan dia jelas tidak mengetahui siapa yang dia panggil.

"Saya Vanila." Vanila memberi tahu. Wanita itu berhenti dengan terengah-engah di hadapan Vanila dan segera menggapai telapak tangan Vanila. Air matanya jatuh.

"Saya mohon maafkan putri saya. Jangan penjarakan dia." Vanila melirik pada Tom jelas tahu apa yang tengah terjadi. "Saya tahu dia melakukan kenakalan. Saya tahu Ibu mengalami kerugian....Tapi dia masih kecil Bu baru kelas satu SMA, dua hari yang lalu dia kabur diam-diam bersama teman-temannya dari Kebumen saat saya nggak ingizini dia ke Jakarta- katanya mau ketemuan artis beken itu...Andy Herline. Fifi sangat menyukai artis itu...nggak tahu kenapa malah Fifi melakukan kejahatan itu. Sampun ampun, Bu." Wanita itu melipat kedua tangannya di dada masih dengan terisak-isak di depan semua orang. Vanila mendekap tubuh itu.

"Saya akan membebaskannya." Vanila yang ibaan segera menjanjikan hal itu, "Saya akan mencabut tuntutan atasnya. Iya kan, Tom?" Vanila meminta jawaban Tom yang hanya diam.

"Dia harus memastikan dia tidak akan pernah melakukan hal yang membahayakan isteri saya lagi." Tom berkeras.

"Tom!"

"Saya akan jadi jaminannya. Saya jamin Fifi tidak akan melakukan hal itu lagi." Wanita setengah baya itu menyeka air matanya yang masih terus turun. "Tolong, bebaskan putri saya."

"Kita akan membebaskan Fifi besok pagi. Kita akan bertemu di kantor polisi dan kami akan mencabut tuntutan atasnya," Vanila mengambil keputusan lebih dahulu sebelum Tom. Persetan jika Tom setuju atau tidak. Tom harus setuju.

"Berhubung Amara pulang. Kita akan lanjutkan syuting besok pagi. Pukul sebelas." Sutradara memberi pernyataan dan disambut hembusan nafas lega, lelah, bete yang bercampur aduk di hari seluruh pemain dan kru.

"Kita pulang." Tom bergerak membereskan pekerjaannya dan menutup laptopnya, juga membenahi segala kelengkapan Vanila dan memasukkannya ke dalam tas olah raga yang dimiliki Vanila. Ketika itu Vanila dan wanita itu serta sutradara masih berbicara. Saat Tom telah selesai membereskan semua dan melangkah ke arah Vanila dengan membawa dua tas. Tinggal Vanila yang ada di tempat itu yang segera berlari ke ruang ganti untuk mengganti pakaian yang dia kenakan. Matanya sibuk menatap aplikasi di layar ponselnya. Syukurnya driver online segera merespon permintaannya. Dalam dua menit akan tiba di depan lokasi syuting.

"Kemana semua?" Tom menatap Vanila yang muncul di menit ke sepuluh yang membuatnya harus meminta driver online untuk menunggu. Vanila segera meraih tasnya namun di tolak oleh Tom. "Aku saja." Tom menjulurkan jas yang tersampir di salah satu lengannya. "Kenakan"

"Pakaianku nggak terbuka."

"Hari sudah malam, Vanila dan udara malam tidak baik untuk kesehatan. Dan kau sekarang sering sekali bergadang demi karier barumu menjadi artis. Kau harus pintar-pintar menjaga kesehatan." Vanila memberengutkan wajahnya. Nada suara Tom terasa menohok hatinya. Kalau bukan karena ulah Tom- dia tidak akan berakhir susah payah sampai harus lembur setiap hari untuk cari cuan. Rasanya Vanila ingin mengatakan hal itu. "Biarkan aku yang bekerja, Van. Aku akan memberikanmu uang kebutuhan rumah tangga seperti biasanya. Nggak akan berkurang sedikitpun walau kamu nggak mau pulang."

Great. Tom selalu mampu membaca pikirannya. Namun harga diri membuatnya menolak. Tom sudah menghianatinya dan mereka kini dalam proses cerai, nggak ada yang sama seperti dulu. Dia memang harus belajar mandiri- lepas dari segala fasilitas yang disediakan Tom baginya.

Lihat selengkapnya