Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #92

#92. Keputusan RUPS Luar Biasa

Vanila memikirkan terus ucapan Bu Anisa bahkan ketika dia sedang berakting di depan kamera bersama Dave dan Amara. Bahwa Tom kelihatannya jelas benar-benar menyesal atas segala perbuatannya. Wanita baya itu melihat bagaimana Tom berusaha keras menjadi suami yang baik dengan membantu pekerjaan rumah di pagi tadi. Melihat Tom membantunya menjemur pakaian, Bu Anisa menariknya menjauh dan membisikkan hal itu.

"Saya benci kamu! Bagaimana bisa kamu yang sudah saya tolong di jalanan malah merebut calon suami saya!" Plak! Plak! Pipi Vanila di tampar dia kali dengan keras membuat Vanila cengok kebingungan.

"Cut!" sutradara memekik. Vanila memegangi pipinya yang terasa memerah dan panas. " Amara seharusnya kamu berlari setelah marah pada Nabila bukannya memukulnya. Ingat posisi kamu disitu adalah seorang Cynthia: gadis kaya raya yang baik hati, sederhana, lembut dan bahkan nggak pernah menyakiti seekor lalat pun! Jadi kenapa ada tamparan?! Seharusnya kamu berlari keluar studio. Kemudian Surya dan Nabila mengejar kamu dan kecelakaan terjadi pada kamu."

Amara terkikik kecil seimut mungkin. "Sorry, Mas Gun kayaknya aku kebawa skrip deh jadi emosian."

"Ya udah. Kita ulangi pengambilan gambar. Kali ini tolong serius Amara."

"Iya. Iya, Mas Gun." Amara tersenyum kecil penuh kemenangan. Dia sudah membalas Vanila dengan memberikan tamparan pada wajah wanita itu untuk apa yang sudah wanita itu lakukan padanya malam kemarin.

"Vanila kamu nggak apa-apakan? Kita bisa mulai lagikan?" Vanila menyahuti ucapan sang sutradara dengan anggukan pelan. Sejujurnya pipinya masih sakit, tapi jika dia beralasan entah kapan lagi scene ini akan selesai. Amara sendiri yang memintanya datang cepat ke lokasi syuting karena wanita itu sedang memiliki mood baik untuk berakting. Lagi pula jam sembilan nanti dia sudah minta izin pada sutradara buat ke kantor polisi untuk membebaskan Fifi. Bu Anisa pasti akan kecewa jika dia mengingkari janji itu. Tadi sewaktu dia memberi kabar harus segera ke lokasi syuting sementara Tom harus ke kantor karena katanya tiba-tiba ada RUPS luar biasa, Bu Anisa jelas terlihat kecewa. Beliau terpaksa pergi ke kantor polisi diantar Mbak Madya untuk menemui Fifi. "Oke, kalau begitu. Ambil posisi masing-masing. Take. Rolling. Action!" Suara sang sutradara terdengar membuka satu scene baru di episode seratus dua puluh sinetron Keteguhan Hati. Vanila harap Amara tidak menamparnya lagi kali ini lalu pura-pura berkata terbawa emosi.

Uhhh, dia jelas tahu wanita itu membencinya. Walau tak tahu karena alasan apa. Nggak mungkinkan karena takut tersaingi olehnya? Dia bukan artis profesional, dia amatir. Jadi karena apa? Vanila benar-benar nggak tahu.

***

Kamera video masih merekam adegan di dalam ruangan. Setelah mendapatkan izin dari Mas Gunawan, Vanila menyeret langkahnya dengan cepat melintasi lorong samping studio, jalan paling pintas menuju jalan raya. Dia akan keluar dari pintu samping yang hanya seukuran dua meter. Setengah jam lagi waktu yang dia janjikan pada Bu Anisa akan habis. Syuting agak memakan waktu dan dia cemas pada perasaan Bu Anisa.

"Auww. Lep..." pekikan Vanila terhenti saat sebuah tangan kokoh menyumpal mulutnya. Seseorang dengan hoodie kebesaran berwarna hitam mendorong tubuh Vanila ke dinding lorong. Pria itu mengenakan topi hoddie untuk menutupi wajahnya. Vanila mencoba meronta dengan sekuat tenaga.

"Kamu bohong sama aku."

Suara familiar itu menghantam gendang telinga Vanila membuat gerak meronta yang Vanila lakukan terhenti. "Andy?" panggilannya pada pria yang bada di hadapannya itu. Perlahan Andy membuka bagian penutup kepala dari hoddie yang dia kenakan. "Apa-apaan sih kamu?" Vanila melirik ke kanan-kiri. "Kenapa kamu ada di sini? Gimana kalau ada yang melihat kita berdua seperti ini? Aku nggak mau gossip itu makin besar. Lepas Andy." Vanila memekik tertahan saat Andy mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Vanila.

"Gue rindu." Suara Andy yang serak terdengar di sisi telinga Vanila, "rindu banget sampai nyaris mati. Karena itu aku berniat menjemput kamu kemarin malam. Tapi kamu bilang apa? Kamu udah mau pulang? Kamu bohongi aku demi dia Vanila? Demi laki-laki berengsek semacam Tom Dwiguna? Jangan bilang kamu berniat kembali padanya." Andy ingat usai menelpon Vanila kemarin malam dan menyuruh wanita ini menantinya karena dia lah yang akan menjemputnya bukan supirnya, Vanila menolak niatnya dengan halus dengan berkata dia sudah akan pulang. Syuting sudah selesai sedari tadi, andai dia tak menelpon salah satu kru dia tidak akan pernah tahu bahwa saat itu syuting belum selesai, bahwa Vanila tengah bersama Tom...Bahwa wanita yang dia cintai itu membohonginya.

Vanila tahu dia berbohong. Dia hanya tidak ingin pertengkaran antara Tom dan Andy terulang lagi di lokasi syuting dan kemudian menyediakan hot gossip murah bagi kaum kuli tinta infotainment. Nggak dia nggak tertarik.

"Aku tahu aku berbohong, tapi itu karena aku tidak ingin kamu dan Tom berakhir dengan perkelahian seperti yang terjadi di rumahmu dahulu. Aku nggak berniat jadi bahan gosip, Andy. Dan posisi kamu dan aku saat ini jelas bakalan bisa menimbulkan gosip kalau ada orang yang melihat kita. Sekarang lepaskan aku. Aku harus pergi." Vanila mendorong tubuh Andy untuk memberi jarak baginya.

"Kamu mau kemana?"

"Ke kantor polisi."

"Buat apa?"

"Ceritanya panjang, tapi aku akan persingkat: Ini karena gosip itu. Para fansmu menyerangku. Untungnya Tom datang melindungiku."

"Tom melindungimu?" Andy menatap tak percaya.

"Mereka melempari mobil kami. Mobilku awalnya kemudian Tom membantuku lepas dari orang-orang itu dan membiarkan mobilnya di jalanan. Tom melaporkan hal itu ke polisi dan salah satu dari orang tua fansmu yang tertangkap memohon agar putrinya di bebaskan."

Lihat selengkapnya