Pletak pletok suara high heels Clara terdengar di sepanjang lantai hingga akhirnya berhenti di depan lift. Tom pergi ke roof garden. Setelah menanti beberapa detik, Clara masuk ke dalam lift tanpa menghiraukan panggilan Brian yang terlihat berlari-lari kecil ke arahnya.
"Aaaarrrrghhh! Berengsek! Berengsek!" Tom memaki sambil meninju-ninju tembok pembatas roof garden. Melampiaskan seluruh emosi yang bersemayam di dadanya. Beberapa langkah dari sosok itu, langkah Clara terhenti.
Maaf, Sayang, jika itu melukai harga dirimu. Itu hanya untuk membuatmu kembali padaku. Menekanmu hingga ke bibir jurang dan membuatmu sadar, tak ada jalan keluar lain selain kau berlari ke arahku, bisik Clara dalam hati.
Sekali lagi Tom menghajar. Kali ini tonggak besi penopang ayunan yang ada di sisinya sebelum menundukkan wajahnya. Setetes darah jatuh menetes dari kulit punggung tangannya yang tersobek. Tom masih tergugu ketika dia merasakan dua buah lengan melingkar di pinggangnya dan sebuah kepala terasa bersandar nyaman di punggungnya.
"Cup. Cup. Sayangnya aku..." Kecupan itu terasa di punggungnya.
"Clara?" Tom meraih lengan Clara yang melingkar di pinggangnya. "Lepas, Clara!" Tapi tak mudah melepaskan diri dari Clara. Butuh kekuatan besar dan sedikit kasar, Tom memilih memelintir lengan Clara yang membuat wanita itu langsung menarik tangannya dari pinggang Tom. Kemudian mengambil jarak dari wanita itu.
"Aku rasa Brian akan sangat sedih jika melihatmu begini."
Clara terkekeh. "Kau memperhatikan aku dan Brian? Apa kau cemburu, Tom? Aku dan Brian tidak punya hubungan spesial seperti yang dulu kita punya. Dia tidak semanismu. Tidak setampan dirimu, tidak sepintar kau dan tidak pula seseksi..." Mata Clara turun ke bagian bawah tubuh Tom. Benar-benar tidak punya sopan santun.
Tom mengeraskan rahangnya. Sejenak dia merasa murahan di hadapan Clara. Bagaimana bisa dia dulu jatuh ke pelukan wanita berengsek ini. "Aku tidak perduli. Aku tidak cemburu, Clara..."
"Semua yang kulakukan hanya untuk membuatmu kembali padaku. Tapi kau mengecewakanku dengan melewati jam malam yang kukatakan. Kau tidak datang menemuiku."
"Memangnya buat apa aku datang? Aku tidak tertarik untuk jatuh kedua kalinya dan berapa kali aku harus mengingatkanmu bahwa apa yang kau lakukan ini salah? Hubungan kita sudah menyakiti begitu banyak orang. Kapan kau memahami bahwa hubungan yang pernah ada diantara kita adalah kesalahan, Clara."
"Tidak masalah bagiku jika itu adalah sebuah kesalahan karena kau adalah kesalahan yang terindah dalam hidupku." Clara tertawa tanpa beban. "Hari-hari bersama yang kita lewati adalah hari-hari paling bahagia di dalam hidup kita. Kau jelas tahu itu, Tom."
"Aku tidak tahu itu. Itu hanya kesenangan semu. Clara, kau masih punya jalan panjang untuk kehidupan yang lebih baik, bertemu pria singel baik yang benar-benar mencintaimu lalu kalian akan hidup bahagia. Yang pertama harus kau lakukan hanya melupakan aku, Clara. Aku minta maaf untuk semua rasa sakit yang kau rasakan..."
"Tom bisakah kau berhenti mengajariku untuk hidup yang lebih baik? Hidupku sudah lebih dari baik sekarang. Jauh lebih baik dan akan sempurna dengan keberadaanmu di sisiku selamanya. Itu satu-satunya yang bisa kau lakukan untukku. Untuk kita berdua. Untuk cinta kita." Ketika Clara bergerak mendekat, Tom mengangkat tangan kanannya memberi isyarat agar wanita itu tak bergerak. "Aku akan membuatmu menjadi Presiden Direktur Clement Construction jika kau menikahiku." Tom menarik sudut bibirnya sinis.
"Kau memalukan, Clara. Aku bukan pria yang suka dilamar oleh seorang wanita. Dan agaknya kau selalu melupakan kenyataan lain bahwa aku pria beristri."
Clara terkekeh. "Kau melupakan statusmu dulu ketika kau bersamaku."
"Itu sebuah kebodohan. Dan bagusnya sekarang aku sudah sedikit lebih pintar untuk tidak akan pernah lagi melakukan kebodohan itu." Tom tak merasa ada gunanya bicara dengan Clara yang keras kepala. Tepat saat itu ponsel Tom berbunyi. Dari Vanila. Buru-buru Tom mengangkat ponselnya, tidak biasanya Vanila menelponnya.
"Ya..."
"Tom, Aku mencintaimu! Ini nikmat sekali, Tom. Aaahhh...Aahhhh..." Tom mendelik menatap Clara lalu buru-buru memaki wanita itu.
"Kau gila, Clara!" Tom bergegas meninggalkan roof garden diantara tawa kencang Clara. "Vanila, ini tidak seperti yang... Vanila..." Tom memanggil-manggil nama Vanila beberapa kali sebelum memastikan Vanila benar-benar telah mematikan ponselnya dan bahkan tak sudi mengangkat panggilannya.
***