Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #94

#94.Menjadi Topik Gosip 1

Tom menghentikan laju mobilnya, mengejar Vanila yang baru saja turun kembali di lokasi syuting. Kali ini lokasi syuting di rumah sakit Usai mereka mengantarkan Bu Anisa dan Fifi ke stasiun bus antar kota. Dia telah menceritakan semua tentang kejadian di roof garden kepada Vanila tanpa satu hal pun yang dia sembunyikan di sepanjang perjalanan menuju ke lokasi syuting. Vanila tak mengatakan apa pun setelahnya. Hanya diam, juga tetap diam saat dia mengajukan pertanyaan bagaimana pendapat Vanila kalau dia keluar dari Clement Construction.

"Vanila, kau belum menjawab pertanyaanku," Tom mengingatkan.

Membalikkan tubuhnya menatap Tom dan menghentikan langkahnya, Vanila menarik nafasnya pelan. "Itu keputusanmu, Tom. Aku tidak ingin mencampurinya."

"Kenapa tidak? Kita masih suami istri, Vanila. Kau berhak memberikan pendapat bahkan larangan pada apa pun dalam kehidupanku." Tom menyentuh bahu Vanila dan gelenyar panas dengan cepat menjalari seluruh tubuh Vanila termasuk kuku-kuku jarinya. Padahal kata orang kuku tidak bisa merasakan apa-apa. "Apa kamu benar-benar ingin bercerai denganku? Haruskah kita benar-benar bertemu di pengadilan negeri sebagai Penggugat dan Tergugat? Maafkan aku. Kasih aku satu kesempatan lagi, Van," pinta Tom dengan nada memelas.

"Aku sudah memaafkanmu, Tom, tapi menerimamu kembali...." Vanila menggeleng pelan. "... membayangkanmu mengecewakanku untuk yang kedua kalinya...jujur aku nggak akan kuat, Tom. Maaf, aku harus masuk. Mau syuting." Vanila baru akan bergerak ketika tangan Tom menangkap lengan tangannya dan menahan langkahnya.

"Aku nggak akan menyerah buat kamu, Van. Aku masih punya waktu sampai Pengadilan memutuskan permintaan kamu dan aku akan pastikan kamu akan jatuh cinta lagi sama aku." Manik mata Vanila membulat mendengar kalimat itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Tangannya bergerak lembut menurunkan jemari Tom dari kulit lengannya. Kemudian melangkah pergi.

Tom menatap kepergian Vanila beberapa saat sebelum berpikir untuk menuju ke sekolahan Dinda dan Verzet, sudah waktunya juga buat Dinda pulang sekolah. Vanila mungkin melupakannya lagi atau telah meminta bantuan Madya. Tom jadi tidak enak hati melihat seringnya dia dan Vanila merepotkan Madya. Hari ini dia akan menjemput Dinda tepat waktu dan sambil menunggu Verzet pulang sekolah dia akan menghabiskan waktu bersama putri kecilnya itu.

Tom melangkah kembali menuju ke sisi mobil kantor yang tadi dia pinjam dari seorang supir kantor yang dia temui di pelataran depan gedung Clement Construction. Dia bahkan tidak menyadari ketika sesosok tubuh yang baru saja keluar dari sebuah mobil mewah menghampirinya.

"Buat apa kau kemari? Ingin menjadi pahlawan kesiangan buat Vanila?" Suara sinis dari balik punggungnya membuat Tom yang telah tiba di sisi pintu mobil membalikkan badannya. Matanya menatap sosok yang tertutup rapat dengan hoodie kebesaran berwarna hitam yang ada di hadapannya itu dengan serius. "Alih-alih menjadi pahlawan buatnya, kau hanya memberikan Vanila terus kesedihan dan membuat Vanila kembali menangis."

"Andy? Atau siapa pun namamu...Berhenti bersembunyi di balik hoodie yang kau kenakan." Perlahan Andy membuka bagian penutup kepala dari hoddie yang dia kenakan. Tom tertawa sinis mendapati wajah itu.

"Apa yang kau tertawai?!" Andy memekik dengan suara tertahan karena tak ingin menarik perhatian siapa pun. "Jauhi Vanila. Dia pantas untuk bahagia."

"Maaf, aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku akan tetap menempel bagai permen karet di helai rambut Vanila agar kau sadar dimana posisimu berada.... bahwa kau hanya orang asing." Gigi Andy Herline beradu. Rahangnya jelas terlihat tegang dan kaku.

"Orang asing? Kau bahkan tidak menyadari jelas posisimu saat ini. Bagi Vanila kaulah orang asing saat ini bukan aku."

"Orang asing? Apa Madya tidak menceritakan apa yang kami alami selama beberapa hari ini tanpamu? Jika aku orang asing- Vanila tidak akan secepat ini percaya padaku kembali. Membukakan pintu rumahnya buatku, mengizinkan kembali aku dan anak-anak kami bertemu bahkan mengizinkanku datang dan menginap kapanpun aku mau. Andy Herline, aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu. Aku dan Vanila hanya sedang bertengkar. Kau belum menikah hingga tidak akan pernah tahu bahwa pasangan suami-isteri itu seperti kunci dengan gemboknya, tidak akan bisa digantikan dengan yang lain. Jadi jauhi saja isteriku- oke? Kau pria ganteng, mapan- nyaris sempurna... tidak sulit bagimu menemukan wanita lain yang lebih dari Vanila. Tolong jangan coba-coba menghancurkan rumah tangga kami."

"Hahahaha." Andy tertawa kecil. "Apa kau sedikit amnesia, Tom? Bukan aku yang menghancurkan rumah tangga kalian, tapi kau." Andy menepuk pipi Tom dengan keras. Tom menepiskannya dengan kasar. Wajahnya yang sedari tadi berusaha tenang, kini terlihat beriak. "Perselingkuhan yang kau lakukan bersama sekertarismu itu..." Wajah Tom memerah. "Mendengar itu...kau seharusnya tahu seberapa dekatnya aku dan Vanila. Dan bagaimana kami makin dekat setiap waktu... seperti angin yang bertiup di permukaan kulit Vanila yang halus..." Tom terkekeh kecil, menahan rasa cemburu yang menerjang hatinya. Berpura-pura tak terpengaruh. "Kau sudah menerima surat panggilan pengadilan? Kau tahu siapa yang memberi Vanila ide itu? Aku.... Dan kau tahu..." Jeda sejenak. " Ya, aku rasa kita harus bicara sebagai dua orang pria dewasa yang menyukai wanita yang sama... setelah Vanila terlepas dari pernikahan buruknya denganmu, aku akan menjadikannya isteriku."

"Vanila tidak akan menerima pinangan mu."

"Aku rasa aku memang harus mengatakan niatku itu padamu. Selaku bagaimana pun juga kau adalah Papa dari anak-anak Vanila yang mungkin akan bertandang ke rumah kami nantinya..."

"Vanila tidak akan menerima pinangan mu.."

"Mau bertaruh denganku?" Andy bertanya penuh percaya diri. Senang melihat wajah Tom yang penuh amarah. Bagaimana bisa pria itu mencoba memasuki kembali kehidupan Vanila dan anak-anaknya lalu seenaknya menggusur dirinya dari kehidupan wanita itu dan kedua buah hatinya. " Malam ini juga aku akan mengirimkan foto keintiman kami berdua dia atas ranjang...." bisiknya di sisi telinga Tom.

Lihat selengkapnya