Dinda, Kakak. Masuk kelas." Tom segera menurunkan Dinda dari gendongannya usai mendengar ucapan para ibu yang melintas tepat di sisinya. Entahlah apakah kedua anaknya mendengar perkataan itu. Tom meraih dua box rice dari dalam jok depan mobilnya yang terparkir di halaman depan sekolah Dinda. "Nasi goreng dari Oma. Dimakan, ya?" Tom memberikan box rice berwarna biru pada Verzet dan pink pada Dinda.
Mereka menerimanya dengan antusias sampai suara Verzet menghentikan teriakan kesenangan dari Dinda. "Tapi ini betulkan Oma yang masak bukan Papa?"
Mata Tom mendelik pura-pura marah melihat putranya itu. "Kalau Papa kenapa?"
"Nggak boleh dimakan dong, Pa. Nanti malah bikin sakit perut di sekolah bisa berabe." Dinda terkekeh. Begitu juga Vanila, tanpa dia sadari. Namun segera mengunci mulutnya saat melihat lirikan mata Tom.
"Ketawa aja. Aku suka melihat kamu ketawa, Van. Manis."
"Cie...cie..cie..." pekikan suara Verzet diantara tawa Dinda tak juga membuat wajah Vanila yang dingin menghangat. Tom jelas menyadari hal itu. "Papa memang jagonya ngerayu, tapi kalau soal masak nggak deh..."
"Enak aja." Tom mengalihkan tatapannya pada putra sulungnya itu, "Suatu saat nanti masakan Papa bakal lebih enak dari masakan Oma." Tom mencoba ceria walau sebenarnya hatinya sepedih hati Vanila.
"Dalam mimpi kali yee..."
"Kamu beneran nggak percaya Papa bisa masak lebih enak dari masakan Oma? Mau taruhan?"
"Papa sih gitu. Apa-apa taruhan." Verzet melirik mamanya sebelum Vanila menyadari apa yang dipikirkan Verzet, putranya itu mengangguk. "Kita bakalan balik ke rumah..."
"Verzet! Apa-apaan ini?!" suara keras Vanila membuat Verzet dan Dinda berubah tegang. Tom sampai kaget mendengar amarah itu. Namun mencoba menyenangkan hati dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa bukankah amarah itu yang dia rindukan setengah mati kini? "Kamu masih anak kecil, stop bicara seakan kamu bisa memutuskan segala sesuatu buat nasib orang lain terutama nasib orang yang lebih dewasa dari kamu!'
"Kenapa sih kita nggak pulang ke rumah kita, Ma? Kenapa kita harus ngontrak rumah di Jakarta padahal kita punya rumah sendiri, Ma? Kenapa juga Mama terus marahan sama Papa?" Verzet menyambung ucapan mamanya walau kemudian dihadiahi lototan mata yang mematikan.
"Kalau Papa minta maaf, Mama bakal maafin Papa kan?" Dinda ikut campur. Tangan mungilnya menarik-narik ujung jas hitam papanya dan tak terlalu mempedulikan sikap mamanya yang sedang marah. Toh mama selalu marah, pikir Dinda. "Papa minta maaf sama Mama, ya? Ya? Ya?"
Tom menatap Vanila dan Dinda bergantian. Nggak ada salahnya juga pikirnya untuk kembali memohon ampunan Vanila di depan anak-anaknya, mungkin Vanila akan luluh kali ini dan memaafkannya? Kemudian mereka akan kembali bahagia. Tom menarik nafasnya dan melangkah menghampiri Vanila lebih dekat lagi. Kubangan harap ada di hatinya.
Vanila memberi reaksi bertolak belakang, dia memilih mudur dan menjaga jarak. Tak kehilangan akal, Tom memilih menekuk kakinya dan berlutut beberapa langkah jauhnya dari Vanila yang karuan saja membuat Vanila kaget setengah mati.
"Berdiri, Tom, berdiri," geram Vanila dengan suara setengah berbisik. Orang-orang menatap mereka seakan mereka kini tengah melakukan reality show: kata-kata cinta atau malah termehok-mehok. Dua acara reality show yang pernah ada di layar televisi dan yang terakhir itu bahkan pernah tayang bertahun-tahun lamanya. Sialnya Vanila selalu benci menjadi pusat perhatian apalagi dengan mengumbar keadaan rumah tangga mereka. Namun seharusnya dia tahu sedari dulu Tom akan selalu melakukan apa yang dia inginkan.
"Aku ingat aku pernah berkata padamu: Aku mencintaimu dan akan selalu membahagiakanmu- aku bersungguh-sungguh untuk itu. Tapi kemudian aku menyakitimu, sekarang aku ingin minta maaf dan aku juga bersungguh-sungguh mengatakan itu, Van. Aku tahu kata-kata tidak akan pernah cukup menyembuhkan luka di hatimu, tapi aku ingin kamu juga tahu bahwa aku sendiri juga tidak akan pernah bisa memaafkan diriku atas kesalahan itu jika kamu tidak memaafkanku."
"Aduuuh so sweet-nya Papa Dinda."
"Suami se-sweet gini masih aja diselingkuhi. Kalau beneran, ya si Andy Herline itu punya hubungan dengan Mama Dinda pasti bakal nggak langgeng lah."
"Betul. Abis bahagia dia atas air mata suami dan anak-anak sendiri.Ihhh...., Gimana sih bisa seorang Mama seegois itu?" Mama Dito angkat suara sementara Dito telah berlari ke arena permainan jungkat-jungkit.
"Abis kaum pleasure seeker sih. Pencari Kenikmatan gitu..." Mama Laluna berceletuk.
"Ihhh, Mama Luna aku pikir tuh tadi lagi ngomongin pencinta es krim. Jadi kaget gitu soalnya akukan pencinta es krim juga," celetuk Mama Gema membuat Mama Laluna memplototinya.
"Mama Gema suka gitu deh. Suka bergurau di saat nggak pas," sewot Mama Laluna disambut Mama Gema dengan tawa.
Vanila mengacuhkan Tom, melangkah menghampiri anak-anak "Masuk ke kelas kalian."
"Tapi, Mama..."