Membulatkan tekad, Vanila melangkah menyusuri koridor pengadilan negeri Jakarta Selatan. Namun baru saja memasuki gedung berlogo timbangan seimbang itu, sekelompok orang dengan tustel dan kamera video di tangan bergegas menuju ke arahnya. Sejujurnya Vanila tidak pernah berpikir jika orang-orang itu menantikannya. Dia baru menyadari dengan sangat terlambat saat para kuli tinta telah mengepungnya dan wajahnya menjadi santapan lampu-lampu blitz.
Ini nyaris seperti saat di kantor polisi. Namun saat itu ada Tom yang mengambil alih menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlempar buatnya dari mulut para kuli tinta. Sejenak mata Vanila menatap nanar ke seluruh penjuru pengadilan, berharap menemukan Tom diantara para pengunjung pengadilan. Namun Tom tidak ada.
"Vanila, kami dapat info dari orang terpercaya bahwa perceraian ini karena isu orang ketiga. Apakah itu benar?"
Vanila menelan ludahnya dengan susah payah. Bertanya-tanya dalam hati darimana orang-orang itu mengetahui sidang perceraiannya akan dilakukan hari ini, juga pertanyaan itu tadi. Bagai sebuah jebakan yang diarahkan sengaja buat menghancurkannya dan Andy Herline. Apa Tom ada di dalam pertanyaan itu? Bertingkah layaknya pria sempurna tanpa noda dosa lalu menimpakan semua padanya? Uhhh, Vanila mendengus kesal dan jengkel, dia tidak pernah tahu Tom punya sikap sepengecut ini.
"Apakah orang ketiga itu Andy Herline?" sambar salah seorang jurnalis lain yang ada di deretan belakang.
"Orang bilang kedekatan Anda dan Andy Herline dimulai dari syuting film Gigolo yang diangkat dari naskah novel Anda dan skrip film ditulis oleh Anda sendiri. Apa itu benar?"
"Katanya Anda dan Andy bahkan berciuman di film ini walau Anda bukan pemain film?" Dada Vanila terasa sesak. Tak ada yang tersembunyi lagi. Entah bagaimana hal-hal kecil itu terkuak dan membuat dia berada di posisi terdakwa saat ini. Vanila masih membungkam mulutnya. Namun wajahnya yang putih semakin pias bak seorang penjahat di depan para algojo.
Menepis pemikiran sebagai seorang pelaku, Vanila mencoba berani. Dia tidak bersalah. Ayahnya selalu mengajarkan jika dia tidak bersalah dia tidak perlu takut. Dan persetan dengan segala pikiran orang di luar sana: dia tidak ingin terintimidasi. "Saya tidak harus mengatakan apapun kepada Anda semua! Saya tidak punya kewajiban moral seperti itu! Ini hidup saya! Ini rumah tangga saya dan bukan untuk konsumsi Anda!" Vanila memekik frustrasi lalu mencoba meringsek keluar. Namun gagal. Dia merasa menjadi salah satu dari binatang di arena sirkus yang dipaksa menari agar penonton tertawa bahagia sementara hatinya tengah terluka.
"Anda seorang aktris saat ini, Vanila. Jelas hidup Anda adalah milik umum. Banyak orang yang berhak tahu tentang Anda."
"Aku hanya berlakon, kehidupan pribadiku adalah milikku!" Vanila menolak pemikiran yang dikatakan sang wartawan. Tapi para kuli tinta itu bahkan tidak perduli. Mengajukan pertanyaan baru.
"Terdengar kabar bahwa Andalah yang mengajukan gugatan ke pengadilan. Dari semua komentar yang menyudutkan Anda, apa Anda punya pembelaan?" Vanila berpikir ini satu-satunya pertanyaan paling objektif dan tak menghakimi yang ditujukan padanya. Sejujurnya dia tergoda ingin meneriakkan: iya lalu mulai menceritakan perselingkuhan Tom dan Clara, berpikir bahwa itu mungkin akan menyelesaikan masalahnya, tapi entah mengapa dia tidak melakukan hal itu.
Jelas Tom akan tertawa bahagia atas keputusan bodohnya itu.
"Maaf. Saya no komen." Kali ini suara Vanila melembut, "Tolong hormati keputusan saya. Saya harus menghadiri sidang." Dia berusaha meringsek keluar dari kerumunan itu. Namun jelas tidak mudah. Tubuh Vanila terdorong ke kiri dan ke kanan. Dia berusaha menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh dan terinjak-injak di bawah kaki para pewarta yang bersikukuh tak mengizinkannya keluar dari kerumunan itu.
"Satu jawaban saja, Vanila."
"Vanila."
"Vanila."
"Andy Herline melakukan pengakuan." Vanila hanya mendengar kalimat itu, bahkan tidak tahu arti kata pengakuan apa yang dimaksud salah satu juru kabar itu. Yang dia tahu para wartawan infotainment itu berubah haluan menjadi memantengin layar ponsel mereka. Vanila mengambil kesempatan ini dengan melarikan diri sekencang-kencangnya ke ruang sidang dan menemukan penasehat hukumnya yang tengah kebingungan mencarinya.
Seperti persidangan kemarin, kali ini pun tak ada Tom di sini. Jelas tak ada yang bisa dicapai dari perundingan damai ini. Tak butuh waktu lama hakim memutuskan proses persidangan itu akan dilanjutkan tiga hari lagi dengan pembacaan gugatan Vanila. Membayangkan bahwa mungkin lusa -Tom tak juga datang dan sidang perceraiannya akan berakhir dengan kemenangan di pihaknya, Vanila tidak tahu harus senang atau sedih saat itu.
Dia tidak pernah membayangkan pernikahannya akan berakhir dengan perceraian bahkan sebelum dia dan Tom sempat mengatakan pada anak-anak mereka bahwa dia dan Tom tidak akan pernah bersama lagi.
***