"Saya bantu Anda membawa barang-barang Anda ke mobil," Axel menawarkan bantuannya.
"Terima kasih, Xel, tapi kita harus menunggu dulu. Saya akan memesan taksi dulu." Tom meraih ponselnya, "Mobil saya sedang di bengkel."
"Ohh, karena pelemparan fans ke Bu Vanila itu..." Tom melirik sejenak pada Axel.
"Kok kamu tahu? Saya belum kenalin kamu ke isteri saya loh."
"Di rumah Bapak foto Ibu banyak. Lagian gosip menyebar...." Axel menutup mulutnya saat melihat lirikan tajam mata Tom.
"Nggak semua yang kamu dengar benar. Nggak semua yang kamu lihat berarti kebenaran." Axel memutar matanya berpikir keras, tapi si bos tak berniat menyambung ucapannya.
"Bapak bisa pakai mobil saya saja dulu." Axel menyatakan bantuan yang lebih besar lagi. Tom berhenti mengetik di aplikasi online.
"Terus kamu?"
"Saya minta di jemput pacar aja nanti." Tom tergugu sejenak. "Nggak apa-apa kok, Pak. Pacar saya baik kok."
"Kalau kamu nikah nanti sama dia, kamu harus tetap mengingat semua kebaikannya dan kenapa kalian bisa jatuh cinta dulu karena pernikahan nggak pernah seindah yang ada di bayangan anak-anak muda yang sedang jatuh cinta."
"Bapak lagi curhat nih atau gimana?" Axel bertanya hati-hati membuat Tom tersadar lalu tergelak sendiri.
"Anggap saja saya lagi galau. Terima kasih karena mau mendengarkan saya. Ya, sudah. Saya terima bantuan kamu. Terima kasih, ya. Kita angkat barang-barang saya?"
Axel mengangguk. "Siap, Boss!" pekiknya bersemangat sambil memberi hormat pada Tom yang membalas dengan hormat juga. Axel senang punya pimpinan seperti Tom, berjiwa muda dan jauh dari kata kaku apalagi arogan. Apa kabar dengan boss-nya yang terdahulu yang selalu menampilkan wajah dingin, arogan dan keras. Namun sejujurnya dia juga gundah akan keputusan Tom untuk mengundurkan diri. Entah bagaimana boss baru yang akan dia temui nantinya.
"Kerjakan."
"Siap kerjakan!" Axel berteriak lagi lalu keduanya terkekeh geli melihat kelakuan mereka yang kekanak-kanakan. Keduanya bahu membahu memindahkan kardus-kardus berisi barang-barang Tom ke dalam mobil Axel. Tom naik lebih dahulu untuk mengambil kardus terakhir di ruangannya saat Axel sedang membenahi tata letak kardus-kardus di dalam mobilnya yang berukuran minimalis.
Langkah Tom baru saja memasuki ruangannya ketika suara Clara muncul dari arah belakang tubuhnya. Membalikkan tubuhnya. Tom bisa melihat wanita itu melangkah mendekatinya. "Apa maumu, Clara?" Tom memasang kesiagaan tingkat tinggi.
"Harus, ya, kamu setegang ini kalau ngelihat aku? Mau aku lemasin dikit?" Clara nyengir tanpa dosa bersamaan dengan bergeraknya tangannya ke tubuh Tom. Tom menepiskan tangan Clara yang nyaris meraba tubuhnya. Kemudian beranjak kembali. "Apa kau lebih mengharapkan Vanila yang memuaskanmu?" Clara mendecih. "Wanita itu benar-benar pandai berpura-pura. Bertingkah bagai wanita suci, baik-baik, tapi ternyata....dia tidak lebih suci dari seorang simpanan.."
"Jaga ucapanmu, Clara. Kau boleh menghinaku sesuka hati karena apa yang telah terjadi diantara kita..., tapi aku peringatkan padamu, jika sampai kau menghina Vanila aku akan melupakan bahwa kau seorang wanita."
"Kau bodoh, Tom. Kau bodoh! Kau lihat bagaimana gosip beredar tentang kedekatannya dengan Andy Herline? Dia bahkan membiarkan pria itu bermalam di rumahnya...apa kau tidak berpikir bahwa mungkin di suatu malam ketika kau dahulu sibuk bekerja, dia membuat kesibukan lain dengan membawa pria lain ke kamar tidur kalian? Bahwa tubuhnya yang kau anggap suci itu mungkin sudah dinikmati oleh satu, dua bahkan tiga..."
Plak! Plak! Tom menampar pipi kanan dan kiri Clara dengan keras dan cepat, lengan tangannya dengan sigap mendorong tubuh Clara ke dinding sementara jari-jarinya berakhir mencengkram leher Clara membuat Clara menggap-menggap bagai ikan yang dibawa ke daratan. Clara tidak pernah melihat Tom semarah itu.
"Aku sudah memperingatkanmu, Clara. Kau boleh menghinaku sesuka hati, tapi aku tidak akan membiarkanmu menghina Vanila- isteriku. Ini akan menjadi peringatan bagimu bagaimana seriusnya aku melindungi keluargaku."
"Kaaa..uu aa..kkan mennn..nye..saal, Tom." Clara bicara tersengal-sengal. Tangannya mencengkram pergelangan tangan Tom berusaha melepaskan cengkraman itu.
"Satu-satunya yang kusesali adalah membawamu masuk dalam Clement Construction, mengizinkanmu menjadi sekertarisku dan kemudian memasuki hidupku. Kau adalah satu-satunya penyesalan terbesarku, Clara." Tom mengeratkan cengkraman tangannya pada leher Clara hingga wajah Clara memerah. Tangannya mencoba mencengkram jas yang Tom kenakan. Memukul-mukul tubuh Tom agar melepaskannya. Namun Tom yang telah gelap mata tak berniat melepaskan Clara.