Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #104

#104. Rahasia yang Tertutup Rapat

Clara membenarkan letak kaca matanya saat menuruni mobil sedan merahnya menuju galeri Leonardo. Dia mengenakan hotpants dan kaos croptee berwarna hitam yang segera berhasil menyita perhatian beberapa orang yang ada di tempat itu, khususnya tentunya para lelaki yang kemudian menatap lapar padanya sambil menonton lukisan dan pahatan tangan Leonardo yang terpajang. Beberapa pekerja pengangkut barang antar kota Fedex juga melirik padanya, bahkan karena terlalu serius menatapnya lukisan Leonardo yang sedang mereka gotong nyaris pecah berkeping-keping. Clara hanya melempar senyum dan membiarkan rambutnya yang kini di cat coklat diterbangkan angin.

"Hai, Hati-hati atau kamu akan menghancurkan lukisan seharga satu juta dollar!" pekikan suara Leonardo terdengar dari kejauhan. Pria gagah itu terlihat menuju truk kontainer yang akan mengangkut lukisan Leonardo ke Los Angeles, tempat Leonardo akan melangsungkan pameran lukisannya. Menyenangkan karena apa yang dia dan Leo harapkan selama ini akan segera terwujud. Hasil karya Leo mulai dilirik para penikmat karya seni dan pencapaian pameran di los angeles- dengan ekspektasi akan dikunjungi para artis Hollywood itu benar-benar luar biasa kalau tidak dibilang amazing.

"Leo," Clara menyapa cowok itu. Membuat Leo seketika terkaget-kaget.

"Honey kamu datang? Bukannya harusnya..."

"Aku pikir aku harus menemanimu sebelum ke LA. Aku mungkin tidak bisa hadir di pameranmu itu, karena tugas liputan jurnalis di Paris..."

"Mengingat itu sangat mengesalkan." Clara menganggukkan wajahnya dengan memberengut. Imut banget, membuat Leo mencuri ciuman beberapa kali di bibir Clara dan hingga membuat beberapa orang menatap mereka iri. "Kamu ingin melihat lukisanku?"

"Boleh." Clara mengangguk dan membiarkan sang maestro lukisan: Leonardo yang bukan Da Vinci menggandengnya mengelilingi galeri pria itu untuk melihat-lihat lukisan-lukisan yang terpajang di sana. Sebenarnya Clara merasa telah melihat semua lukisan dan pahatan tangan Leonardo.

"Sekarang hanya beberapa karya yang dipamerkan di sini. Beberapa karya terbaikku sudah diangkut ke Los Angeles." Leonardo menjelaskan. Clara menyandarkan tubuhnya di tubuh Leonardo dan menuntun kedua tangan pria itu melingkar di pinggangnya. Dia ingin semua orang tahu pria ini miliknya. Hanya miliknya.

"Sudah ada yang terjual?"

Kini giliran Leo yang mengangguk-angguk. "Beberapa, tapi ekspektasiku besar pada pameran di LA."

"Aku juga berharap besar pada pameranmu kali ini."

"Mr. Leo, I think I'm interested to your painting. Can we talk about it?"

"Clara sebentar." Clara mengangguk dan membiarkan Leonardo berlalu bersama calon pembeli lukisannya. Beberapa saat Clara berkeliling melihat lukisan Leonardo, pria itu juga sesekali mencuri lihat pada Clara kemudian mereka berdua saling melempar senyum sampai Clara jenuh dan memilih melangkah ke bagian belakang galeri, tempat Leonardo melukis atau memahat patung pahatannya dan beristirahat. Dia memberi tahu asisten pameran tentang keberadaannya kalau-kalau Leonardo bertanya.

Clara melangkah memasuki ruang besar mirip aula itu. Ada beberapa karya yang tertutup kain putih, sebuah lemari kecil berisi peralatan melukis dan memahat Leo, di pojok ruangan ada sebuah sofa yang tertutup kain putih juga- tempat Leonardo berbaring jika lelah. Selainnya ruangan ini lapang begitu saja, tanpa jendela, tanpa furniture apa pun.

Clara tergelitik untuk mencari lihat beberapa karya seni yang tertutup kain putih itu. Perlahan dia membuka satu lukisan. Menatap takjub pada pemandangan malam kota New York, lalu beralih ke lukisan lainnya dan mengagumi keindahan di balik lukisan Leonardo. Tangan Clara baru akan menyentuh sebuah patung yang tersembunyi diantara lukisan ketika, suara pintu terdengar.

"Sayang, kau disini?" Leonardo muncul dengan senyum sumringah dan bergegas menghampirinya seakan pria itu sangat merindukannya.

"Bagaimana kesepakatannya?"

"Aku benar-benar lelaki yang beruntung karena kamu ada di sisiku. Pria itu menawarkan pameran padaku di New York. Di seorang kurator museum seni. Bisa kamu bayangkan itu?" Clara mengangguk dan mendekatkan wajahnya pada sang kekasih lalu memberikan sebuah kecupan. Niatnya hanya sebuah kecupan , tapi Leo menambahkan menjadi dua, tiga, empat... Clara jelas tak ingat berapa kali kecupan itu.

Leonardo mengendong tubuh Clara. Membuat wanita itu memekik kaget dan buru-buru mengalungkan tangannya di leher sang kekasih.

"Aku tidak ingin kau pergi sebelum mengandung be**hku." Leonardo berkata sambil membaringkan tubuh Clara di satu-satunya sofa yang ada di ruangan itu.

"Astaga, kau kelihatannya benar-benar ingin menjatuhkan karir jurnalisku," sambut Clara sambil terkekeh. Merasakan sentuhan lembut dari tangan kasar Leonardo di wajahnya. Pria itu tertawa, kemudian mengecupnya sekali lagi.

"Aku sudah memimpikan memiliki seorang isteri secantik dirimu yang menantimu di rumah dengan dres hamil..Aku ingin sebelas anak, Clar."

"Are you kidding?" Clara tidak bisa tidak membelalakkan matanya akibat pernyataan Leonardo. "Aku nggak mau. Emang kamu kira hamil, melahirkan, merawat anak itu kerjaan mudah? Tidak sebanyak itu."

"Sepuluh?" Leonardo melakukan tawaran sambil menelusuri tubuh Clara membuat wanita itu kegelian.

"Nop. Masih kebanyakan."

"Enam?"

"Enak aja."

"Lima? Aku sudah menurunkan cukup banyak Baby." Leonardo mengigit bahu Clara membuat wanita itu berteriak kecil sambil membelai rambut Leonardo. Betapa dia mencintai pria itu.

Lihat selengkapnya