Tom dan kedua orangtuanya baru saja tiba di rumah. Tom langsung hendak menuju ke kamar ketika suara mama terdengar mengingatkannya untuk makan. "Sayang, kamu mau makan yang mana? Yang dari restoran atau masakan Mbak Asih?" Mama menyebut nama asisten rumah tangga yang mama pekerjakan. Sejujurnya Tom tidak sering berinteraksi dengan Mbak Asih karena Mbak Asih datang saat Tom kadang telah ke kantor dan pulang saat Tom belum di rumah.
"Tapi, Ma- Tom capek mau..."
"Nggak ada tapi-tapi. Makan. Mama nggak mau kamu sakit. Mama panaskan semua, terus kamu langsung makan. Mama mau langsung nonton sinetron Keteguhan Hati. Mama mau lihat Vanila. Mama rindu dia." Tom mengangguk pasrah kalau mama dan Vanila sudah bicara setegas itu, tidak menuruti mereka berarti hanya menabuh genderang perang.
"Ya, Ma, tapi Tom ke atas dulu mau mandi." Tom melangkah menuju ke lantai dua, menyapa sang papa yang telah duduk sambil menonton televisi di lantai bawah, Tom melirik sejenak chanel televisi yang ditonton papanya yang bersiap menayangkan sinetron Keteguhan Hati- dimana Vanila menjadi pemeran pembantu di sana. Papanya jelas tidak pernah menonton acara seperti itu, tidak intelek, berputar-putar selain itu kurang mendidik: itu kata papa jika mama keasyikan nonton sinetron.
Ada penjahat yang terus menguntit bahkan mengakibatkan luka-luka, tapi tetap tidak dilaporkan ke polisi padahal pemeran utama dan keluarganya adalah golongan orang baik yang tidak punya skandal atau rahasia yang dijadikan pegangan bagi si antagonis. Namun si antagonis dibiarkan berkeliaran di hidup mereka dan merusak kehidupan keluarga protogonis. Papa yang selalu melihat segala sesuatu dengan latar belakang logis nggak paham itu. Apa enaknya berteriak marah-marah karena dibodohi. Biasanya mama hanya menjawab dengan memasang wajah manyun. Setelah mama memasang wajah manyun, papa bakal ke kamar bilangnya mau tidur dan meninggalkan mama di ruang tengah. Di kamar papa dan mama tidak ada televisi karena papa tidak akan pernah bisa tidur jika ada suara sekecil apa pun. Biasanya kalau papa sudah ke kamar mama sebentar juga akan mengikut. Mama selalu takut sendirian, makanya mama selalu mengikuti papa kemana pun saat papa bertugas dulu.
"Papa nonton sinetron?" Tom berceletuk mengagetkan papanya yang kemudian tertawa.
"Cuma yang ini, ada Vanila di sini. Sebagai ayah yang baik papa harus nonton dong, itu untuk mendukung karirnya Vanila."
"Papa mau Vanila jadi artis?" Tom berkata lagi membuat sang papa menatapnya kemudian menghela nafas.
"Papa tahu kamu sulit menerima perubahan ini. Namun memberi Vanila ruang untuk berkembang seharusnya tidak akan menjadi masalah." Tom tersenyum kecut. Tidak, jika Andy Herline tidak mengekor bagai buntut di belakang isterinya itu. "Tom, bagaimana dengan masalah kalian? Sudah ada titik terang?"
"Tom, ke atas dulu, Pa. Mau mandi." Tom tak menjawab sang papa. Baru melangkahkan kaki ke anak tangga pertama, Tom mendengar suara teriakan papanya memanggil mamanya karena sinetron Keteguhan Hati akan dimulai dan ajaibnya mamanya dalam waktu sedetik bagaikan pesulap sudah muncul di sisi sang papa. Lebih cepat bahkan dari langkah Tom menaiki anak tangga.
"Tom, tadi kamu udah makan, ya, Sayang? Mama lihat nasi dan lauk berkurang. Mama senang kalau kamu menjaga kesehatan kamu. Ya, udah kalau kamu mau langsung baring nggak apa juga. Kamu makan cukup banyak Mama lihat." Mama nyerocos menyatakan ke- sok tahuannya setelah melihat makanan di meja makan berkurang. Tom mengeryitkan keningnya bingung, tapi malas menjawab Mama, lagian dia dapat lampu hijau untuk tidak perlu turun ke lantai bawah dan makan. Tom sedang enggan. Nggak selera juga. Malas makan karena akan berakhir mual dan muntah.
Pertama kali memasuki kamar tidur, yang dilakukan Tom jelas menghidupkan televisi. Membiarkan sinetron Keteguhan Hati tayang di televisinya. Masih adegan pemain lain, Tom memilih membasuh tubuhnya yang akhir-akhir ini sering terasa meriang. Mandi selalu membuatnya merasa lebih nyaman.
Usai mandi, Tom memilih membaringkan tubuhnya di matras yang telah dia bentangkan di lantai kamar, meraih bantal dan laptop Vanila sambil menonton akting Vanila- nanti Tom akan membaca darf novel yang ditulis sang isteri. Jemarinya segera mengarah pada file yang tersimpan di file (D). Bukan Pernikahan yang Sempurna. Tom tergelitik pada kisah itu yang nyaris sama dengan kisah dalam rumah tangganya. Bagaimana Vanila menyelesaikan kisah itu? Apakah ada perceraian di kisah itu? Tom bertanya-tanya dan berharap Vanila menuruti permintaannya bahwa keluarga Aries dan Alleta akan tetap utuh.
Tom segera menggulir kusor menuju halaman terakhir yang Vanila tulis. Dia butuh tahu apa yang terjadi pada keluarga Aries dan Alleta. Keputusan apa yang diambil Vanila. Dia akan menjadikan itu tanda untuk memastikan langkahnya selanjutnya menyerah atau bertahan.
Musim salju turun lebih cepat dari biasanya. Aletta melangkah pelan menyusuri jalanan yang telah tertutup salju. Udara teramat dingin sedingin hatinya. Ya, Alleta memilih kabur ke Amerika, membiarkan pengacaranya menyelesaikan perceraiannya dan Aries.
Cerita itu terputus. Tom menghela nafasnya. Apa maksud tulisan itu? Apa Vanila memakai akhir cerita yang menggantung atau akhir ceritanya adalah kedua suami istri itu bercerai? Tom mumet sendiri. Berdiri dari posisi berbaringnya, melangkah membuka pintu balkon untuk kemudian berdiri memandang malam di luar sana. Angin malam yang dingin memainkan helai rambutnya.
Vanila, batin Tom memanggil lirih.
seandainya angin bisa bicara kamu akan tahu aku selalu menyebut namamu di setiap hembusannya.