Bandara Soekarno Hatta nampak ramai hari ini. Tom berlari-lari ke sana kemari. Matanya menyusuri tips sosok laki-laki yang dia temukan. Dia tidak mengenal pria itu. Jelas tidak. Namanya saja Tom baru tahu tadi ketika Pak Yarutabana dan Oka Rusmini yang dia temui di salah satu kantor lawyer mengatakan nama sosok ini. Adam Hardjono, satu-satunya pengacara perceraian paling bersinar. Reputasi cemerlang yang dia miliki jelas bagai petinju kelas dunia: seratus kali bertanding dan seratus kali menang, ia tidak pernah kalah. Kliennya dipastikan selalu berakhir menang. Ajaibnya Beliau tidak mengurusi urusan lain selain perceraian dan parahnya Tom mendengar kabar dari Pak Yarutabana dan Oka Rusmini bahwa Beliau akan terbang ke Hongkong untuk sebuah kasus perceraian. Tom harus mencegah pria itu sebelum pergi. Dia butuh bantuan pria itu untuk memastikan kemenangannya dan mempertahankan rumah tangganya dan Vanila.
Langkah Tom terhenti pada sosok berusia lebih dari setengah baya yang tengah mengantri di loket cek in.
"Pak Adam Hardjono, Anda sudah selesai cek in. Silahkan menunggu, pesawat Anda akan berangkat tiga puluh menit lagi." Si pramugari memberikan kembali lembaran tiket dan surat-surat Adam Hardjanto. Tom segera merampas tiket itu dan membaca lembaran itu.
"Apa-apaan....kau...."
"Anda tidak akan ke Amerika," sambung Tom cepat, "Karena Anda akan menjadi kuasa hukum saya. Saya akan membayar Anda mahal sekali. Saya hanya ingin Anda memastikan saya dan isteri saya Vanila tidak akan bercerai. Hanya itu."
"Kau aneh sekali anak muda." Pria setengah baya itu berdecih sinis. "Aku tidak mengenalmu dan kau... jelas tidak tahu kau sedang bicara dengan siapa saat ini."
"Saya tahu Anda: Pak Adam Hardjono, pengacara perceraian nomor satu di Asia. Saya tahu Anda sekarang akan terbang menuju Hongkong untuk seorang klien jetset, tapi saya akan membayar Anda mahal jika Anda mau membantu saya untuk tidak bercerai dari isteri saya."
"Seberapa mahal kamu bisa membayar saya? Kisaran harga saya perjam adalah: $ 5500 US per jam dan untuk paket perceraian yang lebih murah saya memematoknya 5 M hingga kasus selesai, termasuk saya akan memastikan kamu mendapatkan hak asuh anak dan mempertahankan asetmu selama pernikahan." Tom menelan ludahnya. Tawaran kepastian kemenangan pada hak asuh anak dan penguasaan aset..., bukan itu yang dia pikirkan, lagi pula itu tidak menjadi tujuannya selama ini. Dia tidak ingin ada perceraian. Titik. Bukan menguasai anak-anak dan aset. Jadi ini konsep seratus kali bersidang dan seratus kali menang dalam konsep Adam Hardjono, Pak Yarutabana dan Oka Rusmini? Jelas berbeda dengan konsepnya.
Tom kini lebih berpikir tentang hitungan angka yang dinyatakan pria Borjuis di hadapannya. Di Clement Construction dia tidak dihitung perjam. Gajinya hanya delapan puluh juta perbulan saat menjadi vice presiden direktur PT Clement Construction saat menjadi direktur biasa jauh lebih rendah. Dia baru saja melunasi cicilan rumahnya, Vanila mengatur semuanya dengan sempurna padahal dia mengambil cucilan jangka panjang, tapi Vanila menyelesaikannya sebelum dia keluar dari Clement. Thanks God kalau tidak dia akan pusing tengah mati sekarang, jadi dia tidak punya tabungan yang cukup banyak. Tabungannya akan ludes dalam hitungan hari di tangan pengacara ini dan jangan lupakan bahwa dia sekarang pengangguran sementara kasus perceraian menurut informasi di internet paling singkat memakan waktu empat bulanan sampai setengah tahun. Otak Tom langsung mengkalkulasi seluruh biaya sambil menghitung biaya bulanan dan masa depan putra putrinya dan Vanila ke depan. Sial, pria ini memang bukan di kelasnya. Kenapa dia bisa setolol ini? Menghabiskan waktu dengan negosiasi yang tidak bermanfaat sama sekali.
Tom masih terdiam menghitung segalanya ketika suara sang pengacara perlente itu terdengar lagi. "Dan dengan artian kau juga harus membayar biaya perjalananku yang tertunda karenamu jika saat ini juga aku harus pergi bersamamu ke pengadilan."
Setelah mempertimbangkan kondisinya, Tom memilih mundur. Dia akan memakai pengacara lain atau memohon pada salah satu pengacara dari tim legal Officer Clement Construction. Persetan, apa pun itu kecuali pengacara ini.
Saya minta maaf untuk waktu Anda yang terbuang, Pak Adam Hardjono. Terima kasih atas waktu yang Anda luangkan pada saya." Tom menjulurkan kertas tiket pesawat yang ada di tangannya kembali ke Pak Adam Hardjono.
Tom baru akan melangkah ketika suara Pak Adam Hardjono terdengar. "Kamu mungkin bisa menghubungi orang ini." Pak Adam Hardjono menjulurkan sebuah kartu nama. Tom meraihnya. "Good luck." Tom hanya mengangguk kemudian bergegas berlari keluar bandara. Dia membuang waktu yang sangat-sangat banyak.
****
Suasana pengadilan negeri Jakarta nampak lebih ramai hari ini. Para wartawan infotainment telah berada di sana sedari dua jam lalu. Banyak di luar ruangan sidang namun ada juga beberapa di dalam ruang sidang. Vanila menarik nafas lega karena berhasil lolos dari para wartawan yang ada di luar ruang sidang tanpa disadari, tapi tak bisa selamat dari para wartawan infotainment yang ada di ruangan sidang yang segera membombardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan pribadi, walaupun dia sedang ditemani dua pengacaranya yang nampak antusias.
"Mbak Vanila kasih pernyataan sedikit tentang hubungan Mbak dengan Andy Herline, dong," permintaan seorang wartawan terdengar. Beberapa orang yang duduk di kursi penonton yang ada ruang sidang kini memplototinya serius. Vanila benci keadaan seperti ini.
Mata Vanila menjelajah ke seluruh ruang sidang. Tak terlihat tanda-tanda Tom hadir di tempat ini. Vanila membuang nafasnya dengan kasar. Serius, pekik batinnya tak terima. Satu-satunya orang yang dia harapkan hadir di sini malah tidak ada. Tom masih dengan kekeras kepalaannya dan memilih tidak menghadiri acara persidangan perceraian mereka? Pria itu bilang tidak mau berpisah dengannya, tapi bahkan tidak berusaha menjegal usahanya minta cerai ke pengadilan. Benar-benar. Vanila tidak paham apa yang ada di benak suaminya itu.
"Sepertinya kita akan menang mudah. Hakim akan mengeluarkan putusan Verstek," pengacara Vanila yang merupakan teman se-fakuktasnya dahulu di fakultas hukum terlihat tidak bisa menyembunyikan senyum sumringah di wajahnya saat membisikkan hal itu. Vanila hanya menarik ujung bibirnya.
"Mbak Vanila, kalau tidak mau bicara tentang kedekatan Anda dengan Andy Herline bagaimana jika kita bicara tentang perceraian Anda dan suami Anda. Apa penyebab perceraian ini?" Vanila tidak tahu sejak kapan para wartawan itu meringsek ke depan ruang sidang- tempat Vanila dan pengacaranya berada. Vanila memilih menyembunyikan diri di balik punggung si pengacara.
"Ada yang bilang ini karena orang ketiga, apa itu benar?"
"Apakah orang ketiga itu Andy Herline?" serbu wartawan lain, "Atau suami Anda yang berselingkuh?"
"Kasih klarifikasi dong, Mbak."
"Maaf, ini ruang sidang." Pengacara Vanila mencoba memperingatkan para wartawan infotainment itu. Saat itu Vanila hanya berharap bahwa panitera pengadilan tiba di dalam ruangan itu bersama yang mulia hakim dan mengusir nyamuk infotainment itu dari ruangan ini. Vanila sedang menatap pintu ruangan sidang ketika di deretan kursi penonton sidang dia menemukan satu wajah yang tak akan pernah bisa dia lupakan. Clara Chang tersenyum manis padanya. Wanita itu memakai gaun sutra dengan motif cerah secerah pagi dan Brian suami Neli ada di sisinya.
Apa-apaan wanita itu ada di sidang perceraiannya, tersenyum manis tanpa dosa. Vanila mengepalkan tinjunya. Demi Tuhan, dia ingin menghajar wajah itu hingga bonyok. Vanila berjalan cepat menuju kursi penonton tanpa mendengarkan ucapan pengacaranya. Persetan dengan mata seluruh pengunjung sidang yang segera terarah padanya. Pengacaranya segera mengejarnya.
"Buat apa kau kemari?" Vanila mengerang marah pada Clara yang nampak santai.
"Aku sedang mengikuti persidangan perceraianmu dan Tom, Vanila. Hanya itu." Clara berbisik tenang.