Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #117

#117. Godaan

Andy melajukan mobilnya memasuki rumah mewahnya. Satu jam yang lalu dia meninggalkan rumah kontrakan Vanila dengan wajah masam. Baru jam sepuluh malam. Syuting selesai lebih cepat, tapi dia tetap tidak punya waktu berduaan dengan Vanila. Semua karena anak-anak Vanila terutama Dinda.... Coba kalau gadis kecil Vanila itu tidak protes tidak mau diantar pulang olehnya, tapi mau naik taksi- Vanila tidak perlu membujuk gadis itu bahwa mereka lebih aman jika diantar olehnya dan bahwa dia hanya ingin mengantar setelah itu dia akan pulang. Parahnya Vanila malah meminta pendapatnya dan memaksanya menyetujui ucapan Vanila. Akhirnya terpaksa deh dia pulang.

Seharusnya dia bisa menggunakan alasan kemalaman untuk bermalam di rumah Vanila lalu mengobrol ngalor-ngidul bersama Vanila hingga larut untuk bisa makin mendekatkan diri dengan Vanila. Dan...walaupun pikiran ini tidak sopan dan sedikit mesum, mana tahu mereka khilaf... mungkin ada kesempatan baginya berciuman kembali dengan Vanila. Iyakan?

Lebih keren jika setelah bicara berdua akhirnya Vanila menerima cintanya dan mereka menjadi sepasang kekasih, satu tahun kemudian mereka menikah dan hidup bahagia. Sesimpel itu. Tak bisakah hidup berjalan sesimpel itu? Kenapa ketika dia jatuh cinta dia harus jatuh cinta pada seorang yang tidak menganggapnya lebih dari seorang teman curhat?

Dia Andy Herline...semua wanita seharusnya tergila-gila padanya saat dia hanya tersenyum. Namun Vanila..., dia memberikan bukan hanya senyuman, uang, waktu, perhatian....segalanya. Tapi hubungannya dan Vanila stag dan tak bergerak kemana-mana.

Andy melangkah menyusuri rumahnya yang sepi. "Mbak Madya, bawain susuku seperti biasa ke...!" serunya sebelum kemudian menyadari Madya pasti tidak ada di sini. Uhh, beda dengan Mbak Lila yang super profesional bak pegawai kantoran- Madya memang jauh lebih mau dia susahin. Setelah habis kerja acap kali bahkan bukan dia yang mengantar Madya pulang, tapi Madya yang mengantarkan dia pulang bahkan Madya sempat-sempatnya selalu membuatkan segelas susu yang biasa dia minum sebelum tidur.

Hari ini Madya sedang melakukan negosiasi kerja sama untuknya menjadi bintang iklan pariwisata Papua. Sejujurnya dalam jangka waktu tugasnya yang makin singkat Madya tetap berusaha mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Andy tahu dia akan menyesali kehilangan Madya nanti, tapi mengingat Madya lah yang terlalu mencampuri urusan pribadinya- Andy harus melupakan penyesalannya. Jelas Madya tidak akan mendukung hubungannya dengan Vanila.

Melangkah menaiki anak tangga, Andy menguak pintu kamar tidurnya. Menelusurkan matanya keseluruh penjuru kamarnya.

Membaringkan tubuhnya di atas ranjang, Andy merogoh saku celananya dan menatap kembali kartu merah jambu yang kini ada di tangannya. Membacanya lagi dengan senyum sinis.

"Untukmu isteriku tercinta: Terima kasih karena mengizinkanku menemuimu dan anak-anak. Aku tahu terlalu jauh mengharapkan ini sebagai awal kita kembali bersama. Tapi bolehkah aku berharap ini awal kita kembali bersahabat? Maukah kau menjadi sahabatku kembali? Aku akan mencintaimu dengan cinta seorang sahabat. Cinta yang sederhana, dalam diam, seperti hembusan angin sepoi-sepoi yang membuatmu nyaman tanpa kau sadari. Bodoh kau, Tom. Kisahmu dan Vanila sudah tamat. Sekarang waktunya kisah Andy Herline dan Vanila Astanervary dan aku janji kisah kami akan jauh lebih indah dari kisah yang kau tawarkan." Berguling ke sisi ranjang, Andy merogoh laci meja yang ada di sisi ranjang. Meraih cincin di dalam laci itu. Andy menatap keduanya, tepat ketika ponsel ya berdering mengejutkannya- cincin itu menggelinding jatuh.

"Sial," maki Andy sambil mencari-cari cincin perkawinan Vanila di lantai kamarnya. Namun dia segera menghentikan pencarian ketika ponselnya berbunyi untuk yang kedua kalinya. Meraih ponselnya, Andy segera disapa hangat oleh Wilan, salah satu artis muda papan atas. Ya, ampun bagaimana dia lupa untuk menemui teman-temannya itu. Buru-buru Andy menyimpan kartu merah jambu Tom di kantong jasnya dan bergegas kembali pergi. Daripada sendirian di rumah, pikirnya. "Setengah jam gue nyampek." Dia menutup ponselnya buru-buru.

***

Lambaian tangan dari para sahabatnya itu terlihat dari kejauhan. Saat itu Andy sedang dihadang dan dikerubungi para cewek cantik yang segera mengenalinya. Entah bagaimana dalam temaram lampu blink-blink diskotik pesona seorang Andy Herline tak juga pudar. Butuh waktu setengah jam bagi Andy untuk tiba di meja yang telah di pesan teman-temannya itu.

"Akhirnya super star kita nyampek juga," celetuk seorang pria ganteng berkaca mata yang tengah memeluk tubuh kekasihnya.

"Lama nggak main bareng kita lagi, Dy?" Sara yang sedari tadi menanti Andy segera menggelayut manja di lengan Andy. Sayangnya Andy segera menurunkan sentuhan itu dengan lembut.

"Pura-pura nggak tahu lo, Ra. Andy kan sekarang sibuk sama gebetan barunya," Cito berkata sambil menyeruput segelas wine yang dia tuang dari sebotol wine di atas meja.

"Ehhh, Iya. Benar. Gimana-gimana hubungan Lo sama gebetan baru lo yang janda...ehh..No. No. Belum janda, Vanila masih isteri orang walau dalam proses cerai. Ibu-ibu anak dua," Wildan nyerocos seenaknya.

"Gue kira itu trend mencari isteri tahun dua ribu dua puluh satu."

"Apa salahnya ibu-ibu beranak dua? Itu namanya Mamud. Mama-mama muda. Yang penting mesinnya belum turun." Yang lain menyambut ucapan Cito dengan tawa ngakak.

"Hahahaha." ejek Andy sewot pada teman-temannya yang kurang attitude. "Udah puas lo semua ngetawai gue?"

"Usst...sensi dia," Gerg memberi isyarat di depan bibirnya pada temannya yang seketika meledek lagi.

"Gitu aja sensi. Bawa happy man. Biasa juga becandanya gini." Denis yang sedari tadi diam bersama kekasihnya Ayu ikut angkat suara.

"Gimana-gimana kelajutan hubungan lo sama si mahmud."

"Dia punya nama, Go**ok."

"Ihh, sewot mulu. Lo jatuh cinta atau lagi patah hati bang**t?!" maki Gerg kesal. "Lo mau cerita apa enggak? Mau mendam sendiri terus bunuh diri?"

"Gue mau cerita apa, J**g? Gak ada yang spesial. Setelah semua yang gue lakuin buat dia dan anak-anak, Vanila hanya menganggap gue teman. Tidak pernah lebih."

"Serius? Masak lo belum bisa ambil hatinya? Bukannya suaminya udah ngaku kalau dia maki-maki lo dan mengatakan hal yang membuat image Vanila menjadi buruk? Bukannya seharusnya Vanila berhenti mencintai suaminya dan menerima lo sebagai: cinta sejatinya?"

Lihat selengkapnya