Tom melajukan mobilnya menembus jalanan tol usai mengantarkan mama dan papanya kembali ke Surabaya. Sejujurnya Tom sungguh kaget pagi tadi saat mama mengatakan akan kembali ke Surabaya. Dia pikir karena ucapannya yang cukup keras pada mama.
Namun setelah minta maaf pun mama tidak merubah keputusan. Papa dan mama bilang harus kembali karena obat papa sudah habis dan papa sudah waktunya diperiksa oleh dokter Manuel, alasan yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengantarkan papa dan mamanya ke airport. Sudah dua bulan juga mama dan papa pergi dari Surabaya, Tom bersyukur sekali dalam situasi rumah tangganya yang carut marut begini- papanya bertahan. Kalau tidak..., dia pasti akan menyalahkan dirinya seumur hidup.
Tom melirik tupperware yang ada di jok sampingnya. Mama meminta dia menyerahkan masakan Mama buat Vanila dan anak-anak mereka. Namun tentu saja sulit memasuki lokasi syuting Vanila sebagai dirinya. Sekuriti lokasi syuting melarangnya.
"Anda bisa menyerahkannya pada saya saja. Nanti akan saya sampaikan ke Mbak Vanila." sekuriti itu berkata membuat Tom mau tak mau menyerahkan bekal makan itu pada si sekuriti. Cukup lama Tom memandangi lokasi syuting itu sebelum berlalu berharap anak-anaknya akan muncul di luar gedung syuting dan dia dapat bertemu dengan Verzet dan Dinda. Atau Vanila melangkah keluar untuk menghampiri para fansnya dan dia bisa melihat wajah isterinya itu dari kejauhan. Namun semua tidak terjadi. Tom hanya melihat seorang kurir antar makanan yang diberikan izin melenggang memasuki gedung syuting.
Tom tersenyum kecil. Dia tahu dia harus apa.
***
Andy duduk dengan kaki bersilang menatap Vanila yang tengah melakukan aktingnya ketika seorang sekuriti muncul dengan menenteng satu set tempat bekal dari koleksi tupperware yang disukai para ibu-ibu. Si sekuriti celingak-celinguk sebentar ke kiri dan ke kanan untuk mencari manager Vanila- Mbak Madya. Namun tak menemukan wanita itu.
Berdiri di tempatnya, sang sekuriti menatap pada Vanila yang tengah beradu akting dengan aktris senior bernama Balerine yang berperan sebagai sang ibu kandung yang baru dijumpai Nabila.
"Pak Yan, nungguin siapa?" bisik seorang kru.
"Mbak Vanila. Mau nyari Mbak Madya sih, tapi nggak kelihatan." Andy mendengar pembicaraan dua orang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat dia kini tengah duduk santai. "Ada yang nitip makan siang buat Mbak Vanila, kalau Mbak Madya kelihatan kan aku tinggal kasih ke dia saja. Nih orangnya nggak kelihatan."
"Tuh, minta tolong aja ke Mas Andy. Mas Andy juga nungguin Mbak Vanila sedari tadi." si kru berlalu dan si satpam segera melangkah ke arah Andy yang masih duduk santai pada posisinya sambil memperhatikan akting Vanila yang natural. Mungkin karena Vanila penulis, Vanila tahu menempatkan mimik wajahnya. Satu-satunya masalah Vanila hanya soal grogi di depan orang. Namun lama-kelamaan itu sudah lenyap.
"Mas Andy, lagi nungguin Mbak Vanila, ya?" di sekuriti menyapa. Andy menganggukkan kepalanya. "Saya ada titipan buat Mbak Vanila tadi." Mata Andy turun pada se-set alat bekal makan di tangan sekuriti yang terjulur padanya.
"Dari siapa?"
"Dari Mas Tom- suaminya Mbak Vanila."
"Apa?" Andy terlonjak bangkit dari posisinya. "Bukannya Anda sudah tahu bahwa mantan suami dan seluruh keluarga mantan suami Vanila dilarang mengusik ketenangan Vanila?"
Si sekuriti memutar bola matanya mencoba mengingat perintah yang dia terima. "Saya cuma menerima perintah agar suami dan keluarga suami Mbak Vanila nggak diperbolehkan masuk menemui Mbak Vanila dulu demi kelancaran syuting. Tapi soal titipan makanan atau apa pun yang diberikan keluarga atau suami Mbak Vanila, Mas Gunawan atau Mbak Vanila sendiri nggak ada melarang untuk disampaikan atau menyatakan tidak ingin menerimanya."
"Kamu cuma sekuriti di sini, jelas kamu nggak ngerti cara menjaga ketenangan jiwa pemain."
"Lah, Mas benar. saya cuma sekuriti karenanya saya tidak mengambil inisiatif jauh melebihi yang diperintahkan pada saya." si sekuriti menjawab, "Jadi saya bisa nitip makanan ini buat disampaikan ke Mbak Vanila atau tidak, ya, Mas Andy? soalnya saya mau balik ke pos."
"Ya, sudah. Sini." Andy menyambar dengan keras kotak makanan berwarna warni yang bertumpuk lima itu dari tangan sang sekuriti. "Nanti saya sampaikan."
"Terima kasih kalau begitu, Mas Andy." Si sekuriti merogoh kantong pakaiannya lalu mengambil notes mungil di sakunya dan menulis sesuatu.
"Mau minta tanda tangan buat isteri atau anak kamu?" Andy menebak. Suaranya agak melembut.
"Mau minta tanda tangan Mas Andy sebagai orang yang menerima titipan yang telah saya sampaikan." Si sekuriti mengulurkan notesnya pada Andy yang suka tak suka kemudian meraih notes itu.
"Kamu nggak percaya sama saya?" ucapnya tak nyaman.
"Bukan, Mas cuma mastikan bahwa saya sudah menjalankan amanat dengan baik."
"Gue yakin sebelum jadi sekuriti, lo pasti kurirkan?" Andy menggumam kemudian mendapatkan anggukan dari sang sekuriti. Uhh, berengsek amat, maki batin Andy lalu menyodorkan notes itu kembali. Setelah memeriksa tanda tangan Andy barulah sekuriti itu berlalu. Belum sampai lima menit Andy meletakkan bekal itu di atas meja yang ada di kursi malasnya, dia memilih menyodorkan bekal itu pada seorang kru pria yang melintas di hadapannya. "Buat kamu. Dari fans, tapi saya sudah pesan makanan lain tadi."
"Ohh, kalau begitu terima kasih, Mas Andy. Nanti tempat bekalnya saya bakal balikin."
"Nggak perlu. Itu juga buat kamu."