Plak! Tangan Tom bergerak cepat menepiskan minuman yang sedotannya telah menempel di rongga mulut Vanila hingga minuman itu jatuh dan tumpah menggenangi lantai diantara pekikan keras suara Vanila saat dia memeluk pinggang Vanila dan berjuang agar isterinya itu memuntahkan minuman yang sudah diminum.
Bukannya muntah, Vanila malah menjerit dan memberontak, menyikut dan menendang. Jelas berpikir bahwa dia hanyalah seorang pria mesum. Tom melepaskan pelukannya dari pinggang Vanila kemudian meraih mulut isterinya itu sebelum kemudian Vanila menampar pipinya keras sekali dan Andy Herline melayangkan pukulan keras ke wajahnya hingga membuatnya terbungkuk kesakitan.
"Dasar orang mesum!" maki Andy sambil melayangkan kembali tinjunya. Tom menahan tinju itu dengan telapak tangannya, walau tahu kini semua mata menatapnya.
"Ya, ampun! Kok ada kucing mati di sini sih?!" pekikan menggelegar terdengar dari belakang. "Angkatin dong! Kuburin!"
"Ya, ampun kucing oren. Dari tadi kan dia baik-baik saja, kok bisa mati sih?"
Vanila berlari meraih lengan Andy, mendorong tubuh pria itu agar menjauh dari pria si kurir makanan. "Andy, jangan. Dia melakukan itu untuk menolongku setelah dia melihat kucing oren itu mati setelah menjilati tumpahan minumanku di lantai. Aku melihat kucing itu menjilatinya tadi."
"Apa benar begitu?" Tom mengangguk. Tak memperdulikan rasa sakit di wajahnya akibat tamparan dan bogeman mentah dari Andy, yang penting sekarang Vanila harus memuntahkan isi perutnya. Dia tidak bisa kehilangan Vanila.
"Aku belum meminum minuman itu." Vanila berkata pada Tom, "karena kamu. Terima kasih, ya." Vanila menggenggam erat tangan Tom. Sesaat Tom berniat ingin mengatakan sejujurnya bahwa dia adalah Tom, tapi dia menahan diri. Ada orang yang membenci Vanila di sini dan dia akan melindungi Vanila. Tanpa seorang pun tahu dia adalah Tom, niatnya akan lebih mudah. "Terima kasih." Tom mengangguk. "Dan maaf, ya, atas kemarahan Andy padamu."
Uhhh, untuk apa Vanila mengucapkan maaf padanya atas kesalahan yang dilakukan Andy Herline padanya? Andy Herline bukan suami Vanila, dialah suami Vanila. Seberapa dekat sekarang hubungan mereka? Tom bertanya-tanya dalam hati.
"Aku akan mencari tahu siapa yang melakukan hal ini sama kamu," Andy berkata sambil melangkah pergi.
Sepeninggal Andy, tatapan mata Tom tertumbuk pada sebuah cup minuman di bawah kaki Vanila. Membungkukkan badan, Tom meraih cup bekas minuman Vanila, isi cup itu jelas masih ada, dia akan menyerahkan sisa minuman itu ke kepolisian.
Vanila menatap hal itu. "Apa yang kau lakukan?'
"Aku...." Ucapan Tom terhenti saat menyadari bahwa dia seharusnya tidak bicara karena Vanila akan tahu siapa dirinya dari suaranya. Sia-sia dong segala penyamaran yang dia lakukan sampai harus mewarnai rambutnya dengan warna abu-abu, meminta salon me-make up agar wajahnya berubah sedikit berewokan. "Aaa...tu..." Tom meraih notes di sakunya: aku akan mengirimkan sisa minuman ini untuk diperiksa kepolisian.
"Apa?" Senyum Vanila terlihat, "Itu bakal ngerepotin kamu."
Aku nggak ngerasa repot. Tom memperlihatkan notesnya.
"Kenapa kamu perhatian banget?"
Tom menulis: kamu satu-satunya artis idola aku. Satu-satunya. Dia memperlihatkannya pada Vanila yang kemudian membacanya dengan senyum. Andai Vanila tahu betapa bahagianya hati Tom saat itu, Vanila tersenyum padanya setelah waktu-waktu panjang tanpa senyuman Vanila.
***
"Kamu udah kerjain yang saya suruh kan?" tanya Amara sambil menarik lengan tangan seorang pegawai katering rumah produksi. Wanita itu terperanjat menatap Amara.
"Kebetulan, Mbak," katanya dengan wajah takut. Matanya melirik ke sana kemari lalu berbisik pada Amara, "Mbak bilang yang Mbak kasih itukan cuma garam Inggris, tapi kenapa bisa kucing oren mati karena minum minuman itu?"
"Apa?"
"Aku takut, Mbak."
"Maksud kamu apa?"
"Mbak Amara sih, nyuruh aja terus langsung pergi. Mbak nggak lihat kejadiannya tadi setelah saya kasih minuman yang Mbak suruh saya masukkan garam Inggris. Saya perhatikan Mbak Vanila terus...waktu mau minum Mbak Vanila ngaduk minuman itu...trus ternyata plastik penutupnya ada bagian yang kurang lengket gitu Mbak karena saya press dua kali pakai mesin sealer-kan...."
"Kamu ngomong apa sih?" Amara mulai tak sabar, "Ngomong yang cepat dan jelas. Kamu kira saya punya waktu untuk dengan cerita kalau kamu menpress plastik penutup minuman nggak rapi?
"Minuman itu tumpah ke lantai dan dijilat seekor kucing, Mbak terus kucingnya mati. Saya nggak mau dibawa ke polisi karena hal ini. Mbak bilang ini cuma bakal buat Mbak Vanila mulas-mulas dan nggak bisa berakting hari ini...Cuma itu. Mbak nggak bilang kalau bakal ada yang bisa terbunuh. Nih..uang, Mbak saya kembalikan. Saya nggak mau terlibat masalah ini," si pegawai catering PH menyusupkan uang yang dia ambil dari kantong celana kulotnya pada Amara yang kemudian mengembalikan uang itu pada di wanita itu.
"Kamu udah saya bayar, kamu sudah janji apa pun yang terjadi tidak akan menyangkut pautkan saya."
"Tapi Mbak Amara nggak bilang kalau serbuk itu bisa membunuh..."
"Saya jamin serbuk itu..."