Sepeninggal Vanila, Mbak Asih menerima telpon dari Mama Tom yang berpesan memastikan Tom makan malam. "Pak Tom pasti akan makan malam, Bu," Asih berkata dengan penuh keyakinan, Mama Tom menertawainya.
"Kamu sudah seperti Ibunya saja. Tom itu keras kepala, jika dia tidak ingin melakukan sesuatu dia tidak akan pernah melakukannya. Saya jadi Mamanya saja suka pusing."
"Nggak usah pusing-pusing, Bu." Asih tersenyum. "Ibu coba tebak siapa yang datang ke rumah hari ini." Asih yang punya sifat tidak bisa menyembunyikan sesuatu langsung berniat menceritakan apa yang dia alami hari ini.
"Kamu jangan pakai acara tebak-tebakan, Sih, bilang sama saya. Saya lagi nggak mood buat main tebak-tebakan. Pusing suami sakit, rumah tangga anak di ujung tanduk, ma..."
"Ibu Vanila datang ke rumah, Bu," Asih memotong ucapan mama Tom dan segera memberitahukan kejadian hari ini.
"Serius kamu, Sih."
"Benaran, Bu. Nggak bohong. Bu Vanila awalnya mencari anak-anak ke sini ehhh terakhirnya waktu saya ceritain kalau Pak Tom nggak selera makan, Bu Vanila malah masak bubur ayam buat Pak Tom. Rasanya mantap, Bu."
"Kamu udah makan?"
"Tadi nyobain waktu masak sama Ibu Vanila." Mama Tom menghela nafas lega. Bolehkah dia berharap bahwa rumah tangga Vanila dan Tom akan kembali baik-baik saja? Keduanya masih saling memperhatikan, masih saling menjaga. Bukankah itu nama lain dari cinta? Besok dia akan pergi ke Gereja mengikuti misa subuh untuk mengucapkan syukur atas harapan baru dalam rumah tangga putranya dan Vanila. "Bu, sepertinya Pak Tom udah nyampai." Asih memberitahukan saat mendengar suara pintu rumah yang membuka sendiri dan sebentar kemudian Tom muncul di dalam rumah.
"Ya, sudah kalau begitu. Kamu siapin makan malam Tom, ya."
"Baik, Bu. Selamat Malam." Telpon itu dimatikan dan Asih segera meletakkan gagang telepon pada tempatnya. "Telepon dari Ibu, Pak, nanyain keadaan Bapak," beritahu Asih saat Tom dan dia bersua tatap. Tom menganggukkan kepalanya pelan.
"Nanti saya telpon Mama. Kamu boleh pulang, Sih. Dan hari-hari berikutnya kalau kamu udah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, kamu boleh langsung pulang. Anak-anak dan suami kamu juga butuh perhatian kamukan? Nggak semua hal bisa dikomperasikan dengan uang. Kamu tahu? Nilai uang hanya bertahan sampai uang tersebut habis dibelanjakan." Asih hanya diam. Bahasa Tom cukup membuatnya mumet.
"Bapak makan dulu, ya, baru Asih pulang."
"Saya sudah makan sama anak-anak tadi. Kamu pulang saja."
"Kalau makan sama anak-anak sih pasti nggak banyak. Lebih banyak disibukin menyuapi mereka atau memperhatikan mereka. Bapak makan lagi, ya. Ada bubur ayam. Ayamnya dimasak kecap. Enak loh, Pak." Asih mempromosikan masakan yang dimasak Vanila tanpa menyebut nama Vanila.
"Mmmm. Terima kasih. Saya gerah, mau mandi." Tom berjalan menuju ke anak tangga. Tak memperpanjang pembicaraan dengan Asih.
***
Tom duduk bersila di sofa yang ada di dalam kamarnya, di hadapannya terpampang laptopnya yang menyala pada sebuah aplikasi sosmed. Wajah Vanila terpampang manis di layar sosmed kali ini berisi tentang cuplikan video adegan sinetron Keteguhan Hati yang Vanila ambil hari ini.
Tom menyentuh lembut layar laptopnya seakan mengungkapkan rasa sayangnya pada Vanila. Kelebatan kejadian siang tadi saat Vanila nyaris meminum minuman beracun terbayang di pelupuk mata Tom. Dia tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk menimpa Vanila dan anak-anaknya. Tadi dia sudah mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan plus menyerahkan sisa minuman dalam cup yang tersisa, mungkin malam ini polisi telah melakukan investigasi di lokasi syuting termasuk menyita mayat kucing oren yang mati. Sangat disayangkan, tapi dia terpaksa menelpon Irjenpol Darma untuk memaksa Polsek bekerja lebih cepat. Irjenpol Darma adalah pejabat polisi yang selalu dimintai kerjasama dalam melindungi proyek mereka oleh pemerintah. Bekerja di Clement Construction membuatnya mengenal beberapa petinggi kepolisian bahkan beberapa pejabat negara setingkat menteri dan menteri. Irjenpol Darma berjanji padanya akan menuntaskan kasus ini secepatnya dan janji itu sedikit melegakannya.
Tom mengirimkan foto rangkaian bunga mawar putih yang dia kirimkan pada Vanila pada cerita hari ini dalam medsos fanpage itu dan menulis caption manis di sana. Salah satu dari beberapa kalimat yang dia tulis dalam kertas yang terselip diantara rangkaian bunga-bunga mawar putih yang dia kirimkan untuk Vanila. Vanila seharusnya menyadari siapa pembuat fanpage ini jika membaca caption ini.
Harapku: suatu saat nanti kita akan menikmati indahnya pagi, di bawah atap yang sama lagi. Lalu kopiku dan tehmu akan bercengkrama, beradu rasa untuk memperebutkan bahagia dalam rongga mulut kita yang menyatu.
Baru menyelesaikan penulisan caption itu dan meng-upload-nya, suara ketukan di pintu kamar Tom terdengar. Mbak Asih memanggilnya. Tom sedikit kaget karena wanita itu belum pulang juga. Sudah jam sembilan malam. Tom melompat dari duduknya dan bergegas membuka pintu kamarnya.
"Mbak Asih kok belum pulang? Ini sudah malam loh, Mbak."
"Tapi Bapak belum makan juga. Sayakan janji sama Ibu untuk memastikan Bapak makan. Makan, ya, Pak."
"Asih..."
"Bu Vanila sendiri yang buatin Bapak bubur loh." Asih kehabisan upaya untuk membujuk Tom. Seketika mata Tom membulat mendengar ucapannya.
"Nggak lucu, kamu membohongi saya."