Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #123

#123. Tebakan yang Salah

Hari sudah cukup malam. Clara melangkah dengan riang menuju ke ruangan kerja Brian Regal tepat ketika pria itu juga telah menyelesaikan tugas-tugasnya dan bersiap pulang ke apartemen yang dia diami sehari-hari sejak meninggalkan rumah. Alfa telah pulang sedari sore tadi diantar oleh Axel yang kini mungkin tengah menyelesaikan tugas terakhir yang dia perintahkan pada hari ini di ruangan sekertaris.

"Bu Clara?" Brian sedikit kaget menyaksikan wanita itu muncul di hadapannya. Senyum Clara tersibak indah.

"Kamu sudah menyelesaikan pekerjaanmu?" Brian mengangguk.

"Tepatnya tugas hari ini. Masih banyak pekerjaan yang menunggu." Clara manggut-manggut setuju. Brian jelas berpikiran sama seperti dirinya...dirinya setelah kematian Leo, tepatnya karena sebelum itu dia mungkin nyaris mirip dengan Tom yang tidak pernah bisa diam jika masih memiliki pekerjaan yang belum diselesaikan dan parahnya di Clement Construction pekerjaan tak pernah selesai.

"Bagus. Aku suka kamu punya pikiran yang berbeda dari seseorang yang kukenal." Brian menatap serius mata Clara seakan-akan bertanya siapa. Namun wanita itu tidak berniat mengatakan siapa orang tersebut, Clara memilih menyambung ucapannya dengan girang, "Pekerjaan esok untuk esok hari. Kita juga harus menikmati hidup."

Brian mengangguk. Bukankah luar biasa menyenangkan punya pemimpin seperti Clara? Mereka punya pikiran yang sama bahkan kesenangan yang sama dan jangan lupa makanan favorit yang sama.

"Jadi setelah ini kamu mau kemana?"

"Tentu saja pulang, Bu."

"Menemui isterimu?" Brian menggeleng. "Ohh, ke apartemen," Clara menjawab sendiri pertanyaannya. Clara adalah satu-satunya orang di kantor yang tahu dimana dia tinggal. "kamu tidak berniat kembali ke rumah? Apa kata Alfa atas keputusanmu?"

"Selaku anak-anak dia tentu saja ingin saya kembali ke rumah, tapi saya pikir saya juga punya hak mencari kebahagiaan saya." Clara tertawa kemudian buru-buru menutup mulutnya yang dipoles lipstik mate merah itu dengan cara menggemaskan.

"Aku bukan mengejekmu. Aku menaruh respek atas keputusanmu. Seharusnya pernikahan memberimu kebahagian kan? Seharusnya pernikahan bukan sebuah penjara yang mengekang kemerdekaanmu, hasratmu dengan tameng alasan bahwa kau seorang suami, seorang ayah atau menggunakan kebahagiaan anak-anak. Seharusnya seorang isteri tidak melakukan itukan? Aku pikir manusia dewasa seharusnya menyadari dimana kebahagiaanya berada dan mengejarnya. Passion itu yang kusuka darimu. Wanita manapun akan mengatakan betapa seksi dan menariknya dirimu."

Apa ini? Clara memujinya sehebat ini? Dan jangan lupa bagaimana tubuh wanita itu mendekat padanya. Brian bahkan bisa merasakan aroma dari kopi yang di minum Clara. Saat itu mereka tengah berdiri berdua menuggu lift membuka dan segera membuka. Clara masuk lebih dahulu ke dalan benda mungil pengangkut otomatis ke lantai bawah atau lantai atas itu yang awalnya hanya digunakan sebagai pengangkatan barang.

Clara mengambil tempat tepat di sisi dinding lift. Bersandar manis di sana dan Brian memilih di sisinya. Dari dinding kaca lift yang menggunakan kaca cermin mereka bisa saling menatap satu sama lain.

"Kau tahu awalnya benda ini diperuntukkan untuk mengangkut barang," Brian membuka suara hanya untuk menepis sunyi diantara mereka. Clara menatapnya, uniknya mata bundar itu terlihat antusias mendengarnya membuat Brian merasa hebat. Ternyata ada sesuatu yang tidak diketahui oleh Clara yang pintar. "Bahkan dalam sejarahnya ada masa dimana benda ini mulai dikenalkan sebagai pengangkut manusia namun mendapatkan penolakan. Tak ada satu orang pun yang berniat menggunakannya dan lebih memilih menggunakan tangga. Pada saat itu lift menggunakan mesin uap untuk fungsi mengangkatnya jadi jangan bayangkan akan memiliki kecepatan seperti lift pada masa ini. Elisha Graves Otis lah yang kemudian berfokus pada keselamatan penggunaan lift penumpang. Dia melakukan demonstrasi agar orang-orang pada masa itu percaya bahwa menggunakan lift itu aman dan kini sampai saat ini Otis adalah perusahaan pengadaan lift. Kamu bisa menemukan merk itu di beberapa lift yang digunakan dalam gedung."

"Menurutmu gedung ini juga memakai lift dengan merk itu?"

"Bagaimana kalau kita lihat? Siapa yang lebih dahulu menemukan merk lift ini akan ditraktir selama dua hari makan siang dan malam gratis?" Brian menawarkan dan Clara mengangguk. Sebentar saja mereka telah mencari ke seluruh permukaan lift nama itu. Hingga pada satu titik tubuh keduanya saling berbenturan. Karena posisi berbenturan mereka saling berhadapan, tubuh keduanya jelas begitu dekat, parahnya wajah mereka tanpa batas apa pun, manik mata mereka bersua dan bibir Brian entah bagaimana menyentuh permukaan pipi Clara yang putih. "Maaf. Maaf, Bu." Brian melompat menjauh. "Saya benar-benar tidak bermaksud melakukan hal itu."

Clara menatap pria itu dengan tajam, tangannya terangkat dan dia bergerak hendak menampar Brian. Di saat itu Brian sendiri telah bersiap dengan tamparan itu. Namun kemudian Clara menarik tangannya yang nyaris mengenai pipi Brian dan tertawa saat melihat pria itu memejamkan matanya walau hanya sekejap. "Otis. Ada di sana." Brian menatap Clara dengan bingung. "Aku lebih dahulu menemukan logo perusahaan itu Kau harus menepati janjimu."

"Oh, maksud Anda itu." Brian menarik nafas lega membuat tawa kecil Clara terlihat lagi.

"Kau memejamkan matamu. Apa kau takut aku akan menamparmu?"

"Tidak."

"Bohong. Kau pasti takut."

"Aku seorang pria, Bu Clara. Aku tidak takut."

"Tapi aku wanita yang menakutkan."

"Bagiku tidak," Brian membalas.

"Aku bisa menghajarmu jika...."

Lihat selengkapnya