"Pak Tom Dwiguna, maaf jika Anda harus menunggu lama," seorang polisi berpangkat Bripda mengulurkan tangannya menjabat tangan Tom yang tentu saja balas menjabat tangan itu. "Untuk pelaporan yang Anda lakukan kemarin malam, kami telah melakukan tindakan investigasi penting sesegera mungkin. Sejujurnya tanpa Anda harus menghubungi Letjend..."
"Saya minta maaf. Saya harap Anda memahami posisi saya. Isteri saya nyaris diracuni di depan mata saya. Jika kemarin saya terlambat sedikit saja mungkin semuanya berbeda hari ini."
"Kami memahami kegelisahan Anda. Karenanya kami langsung bergerak sigap untuk mengusut kasus ini secara tuntas. Kami telah menginvestigasi atas laporan Anda kepada dua puluh orang yang ada di lokasi saat itu termasuk Saudari Amara dan salah seorang petugas dapur dari perusahaan catering PH yang kini berada dalam tahanan kami, kami juga sedang menunggu hasil dari labfor Polda metro jaya pada sisa minuman beracun yang Anda berikan dan pada jasad seekor kucing yang kami gali dari halaman belakang lokasi syuting- yang menurut kecurigaan Anda mati karena menjilat tumpahan minuman Saudari Vanila." Tom mencermati setiap ucapan yang mengalir dari bibir Pak polisi yang sepertinya sebaya dengan dirinya. "Namun kami juga butuh Anda menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan untuk memperjelas kasus ini. "Apakah benar Vanila Astanervary adalah isteri Anda?"
"Ya, Pak. Benar sekali."
"Kami mendengar Anda dan Vanila Astanervary tengah berada dalam proses perceraian?" Tom mengerutkan keningnya menatap polisi itu. "Tolong dijawab saja, kami butuh kerjasamanya."
Tom mengangguk. "Iya. Dalam kenyataannya kami dalam proses perceraian." Tepat saat Tom mengatakan itu, Amara dengan dikawal seorang polisi dan tangan terborgol memasuki ruang pemeriksaan. Matanya tentu saja segera terkejut menatap si pengantar makanan yang bisu.... Namun kini malah bicara dengan lancar di depan polisi dan jangan lupakan bola mata pria itu yang tadinya abu-abu berubah hitam tanpa kaca mata. Ingat tanpa kaca mata. Satu-satunya yang bersisa dari si pengantar makanan adalah rambutnya yang tetap grey alias abu-abu.
"Harus kami tanyakan bagaimana bisa Anda mengaku ada di TKP dan menyaksikan segalanya sementara tidak ada satu pun saksi yang menyatakan Anda ada di sana."
"Kau tidak bisu??!" pekik Amara emosi sambil berusaha menghajar tubuh Tom. "Pembohong!" Tom segera menahan tangan Amara, menangkap tangan itu walau tidak membuat Amara berhenti meronta. Si polisi segera memerintahkan Amara untuk tenang.
"Saudari Amara dan Pak Tom silahkan duduk di kursi Anda." Mata Amara melotot. Tom? Jadi pria itu suami Vanila Astanervary dan berpura-pura menjadi kurir antar barang? Ohh, betapa bodohnya dia, tentu saja pria inilah yang melaporkannya pada polisi.
"Sia**n kau! Pasti kau yang melaporkanku!" Amara memekik lagi. "Aku tidak berniat membunuh Vanila! Aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran! Apa pun yang membuat kucing itu mati, itu bukan perbuatanku. Aku hanya menaruh garam Inggris untuk membuatnya sedikit keluar masuk toilet dan membuat yang lain kesal padanya!"
"Sekali lagi saya minta Anda berdua tenang dan duduk." Polisi itu bicara lagi, "Kalau tidak kami akan membuat Anda berdua menginap di sini karena tidak mau berkerja sama." Tom yang lebih dahulu duduk disusul Amara dengan wajah sangat-sangat kesal. "Kami akan memulai pertanyaan pada Anda berdua. Pertama pada Anda: Pak Tom Dwiguna. Masih pertanyaan yang tadi: bagaimana bisa Anda mengaku ada di TKP dan menyaksikan segalanya sementara tidak ada satu pun saksi yang menyatakan Anda ada di sana."
"Bukan tidak ada. Dia menyamar, Pak Polisi," Amara menyerobot lagi pembicaraan membuat polisi itu menatapnya tajam.
"Tolong jelaskan pada saya apa maksud semua ini." Bripka itu beralih menatap Tom. Beberapa saat Tom terdiam. "Kami butuh kerjasama Anda karena Anda termasuk salah satu orang yang kami curigai. Anda berada dalam proses perceraian dengan korban, korban bersikeras menceraikan Anda dan telah memiliki kekasih baru..."
"Vanila tidak memiliki kekasih baru. Anda bisa mengkonfirmasinya pada Vanila dan saya yakin Vanila akan mengatakan hal yang sama. Kami memang bertengkar, tapi saya tidak akan melakukan hal itu pada Vanila. Dia isteri saya. Selamanya. Ibu dari anak-anak saya. Saya hanya harus berpura-pura menjadi orang lain karena sutradara dan para petugas keamanan yang ada di area syuting tidak mengizinkan saya menemui Vanila." Tom menceritakan seluruh kejadian yang dia ketahui dari mamanya dengan gamblang. "Saya rindu dia."
***
"Vanila, kamu sudah dapat salinan skenario baru?" Mas Gunawan bertanya pada Vanila yang baru saja menyelesaikan adegan panjangnya dengan seorang artis senior yang berperan sebagai ibu kandung Nabila. Mereka baru saja bertemu setelah Nabila hilang di culik dua puluh tahun yang lalu, saat itu Nabila berusia tiga tahun dan diselamatkan oleh seorang petani desa.
Sebentar lagi pengambilan adegan masa kecil Nabila oleh seorang artis cilik akan dilakukan. Mas Gunawan mengambil jeda waktu sebelum melakukan pengambilan adegan masa kecil Vanila untuk menanyakan copy perubahan skenario pada Vanila.
"Sudah, Mas. Baru saja."
"Kamu bakal beradu akting dengan tokoh baru. Selamat, Vanila kamu akan jadi tokoh sentral dalam sinetron ini. Jadi tolong lakukan yang terbaik dan hindari skandal dan masalah apa pun. Tolong."
"Saya akan usahakan, Mas."
"Oke. Kamu pelajari adegan kamu selanjutnya. Kamu akan bertemu tokoh baru di sinetron ini dan dia akan jadi pasangan Nabila selamanya. Aku yakin sih kamu dan dia bakal membuat rating Keteguhan Hati kembali meningkat menjadi tontonan nomor satu."
"Kalau saya boleh tahu, Mas, saya bakal beradu akting dengan siapa, ya?"
"Kamu akan beradu akting dengan saya, Vanila. Kamu tidak keberatankan?" Suara lembut itu mengagetkan Vanila.
"Andy?" Vanila beralih menatap wajah Mas Gunawan.
"Ya. Dia akan jadi patner kamu di sinetron ini. Aku yakin itu tidak sulit buat kalian. Kalian akan bisa menghidupkan kembali cinta di sinetron ini dari chemistry yang kalian miliki selama ini." Mas Gunawan menepuk bahu Andy. "Selamat bergabung, Andy. Terima kasih karena mau menjadi bagian sinetron Keteguhan Hati. Sinetron Keteguhan Hati akan sangat berbangga hati karena menjadi bagian sejarah menjadi sinetron pertama bagi seorang Andy Herline." Andy Herline terkekeh.
"Nggak perlu juga begitu, Mas. Saya lagi punya jadwal kosong. So nggak masalah." Andy melirik pada Vanila.
"Saya tinggal kalian berdua. Kamu sudah dapat naskah kamukan?" Andy mengangkat tinggi jilid- an kertas di tangannya. "Kalian bisa mulai membacanya bersama untuk menciptakan feel diantara kalian." Andy mengangguk lagi sambil menatap kepergian Mas Gunawan menuju kursi sutradaranya kembali.
"Ayo, kita baca," ujar Andy sepeninggal Mas Gunawan, pria itu segera beranjak, tapi suara Vanila menghentikannya,
"Andy, ada yang ingin aku tanyakan padamu. Tolong jawab aku dengan jujur." Vanila mengulurkan ponselnya, layar gadget itu menampilkan fanspage-nya.
"Apa ini?"