Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #128

#128. Tawaran Syarat Damai dari Tom

Sama seperti Tom, sejenak Vanila merasa de javu kembali saat tubuh Tom berada di atas tubuhnya. Tangannya terjulur menekan dada Tom dan gelenyar panas menerjang seluruh tubuhnya. Dia bahkan harus mengingatkan diri sendiri bahwa dia dan Tom kini dalam proses perceraian. Saat Tom mencondongkan wajahnya lebih dekat pada wajah Vanila, tangan Vanila mendorong tubuh itu sedikit lebih keras agar terbebas dari kungkungan tubuh Tom.

"Maaf." Vanila bisa mendengar permintaan maaf itu keluar dari bibir Tom dengan pelan dan sendu. Vanila mengangguk dan merapikan piyama yang dia gunakan, tak lupa juga melempar seulas senyum tipis yang dia harap bisa Tom lihat agar keadaan mereka tidak kembali berubah awkward. Sungguh sangat tidak nyaman. "Ayo, Verzet- Dinda kalian harus tidur. Ini sudah jam dua dini hari. Kalian bisa telat sekolah besok."

"Tapi Adek nggak sekolah, Ma. Adek- kan sakit." Vanila segera meraih tubuh putrinya itu dan meletakkannya di atas ranjang tepat di sisinya dan Tom. Tangannya segera memeriksa kondisi Dinda.

"Udah sembuh. Nggak demam lagi. Dokter yang ngobatin Dinda tadi pinteerrr bangeet." Vanila mencolek hidung Dinda dengan gemas. Namun Dinda malah meletakkan tangannya di bagian tubuhnya yang lain dan mengaku masih demam.

"Dinda masih demam, Ma. Ini. Nih. Panaskan?" Dinda memegang leher belakangnya, Vanila ikut mencek lalu menggeleng.

"Nggak demam, Sayang."

"Dinda demam, Ma." Dinda yang keras kepala berkeras. Vanila mengecek kembali, kali ini bahkan di beberapa tempat di tubuh Dinda: tangan, kaki, pipi, leher depan dan belakang untuk memastikan suhu tubuh putrinya itu normal.

"Dinda nggak demam."

"Demam. Dinda demam. Dinda demam." Vanila meraih termometer digital dari sakunya.

"Kita cek pakai termometer, ya?" Vanila menyelipkan termometer ke dalam ketiak Dinda. "Kita tunggu sampai termometernya berbunyi, ya?" Tom menatap semua yang dilakukan Vanila dalam diam. Dia tahu jelas alasan Dinda mengatakan masih tetap demam saat Vanila mengatakan Dinda sudah sembuh. Dia dan kebersamaan ini adalah alasan itu. Dinda mencabut termometer itu dari ketiaknya. "Dinda..."

"Van," Tom menggelengkan kepalanya. "Bisa kita bicara sebentar?" Tom melangkah setelah memberitahu anak-anak dia akan bicara dengan Vanila sebentar. Mereka bicara dengan suara berbisik di dekat pintu kamar. "Aku rasa Dinda mengatakan hal itu karena takut jika dia sembuh, kamu akan memintaku pergi."

"Aku tahu. Aku hanya menunggu Dinda mengatakan apa yang dia inginkan."

"Dia tidak akan mengatakannya. Dia mungkin berpikir kamu akan marah. Ayolah, Van beri aku kesempatan atau hari lagi untuk tinggal dengan kalian."

Vanila menatap wajah Tom sejenak kemudian tanpa mengatakan apa pun dia melangkah kembali menuju ke ranjang. Matanya melirik sejenak ke arah jam dinding. Sudah nyaris jam dua malam. "Waktunya tidur...."

"Dinda nggak mau sekolah..."

Vanila menghela nafas. Tangannya terjulur menyentuh pundak Dinda dengan lembut. "Mama minta maaf sama Kakak sama Adek karena selama ini menjauhkan Papa dari kalian. Mama tahu Mama egois, mulai sekarang Papa nggak akan jauh dari kalian. Mama janji Papa boleh datang menemui Kakak sama Adek kapan pun."

"Beneran?" Verzet dan Dinda berteriak bersamaan. Vanila mengangguk. " Mama nggak bohongkan?" Vanila menggeleng. Dinda dan Verzet melompat memeluknya. Dinda memeluknya dari depan dan Verzet mendekapnya dari belakang. "Papa juga boleh nginap di sini?" Vanila terdiam sejenak, matanya dan mata Tom saling bersua kemudian kepalanya terlihat turun naik. Teriakan senang Dinda dan Verzet terdengar lagi.

"Sssstttt...jangan kencang-kencang teriaknya udah malam nanti mengganggu tetangga." Vanila mengingatkan putra dan putrinya. Setelah membiarkan kesenangan itu, dia meminta kedua anaknya untuk tidur kembali.

Lihat selengkapnya