Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #131

#131. Kepergok

"Akan kupanggilkan Ami buatmu." Madya bergegas pergi dari ruang rias itu, meninggalkan Vanila untuk memanggil sang penata busana kemudian Dela juga keluar. Mau ke toilet katanya. Saat itu hanya ada Vanila seorang diri ketika pintu ruang rias terbuka dan Andy Herline muncul.

"Andy. Mbak Dela sedang ke toilet."

"Aku nggak nyari Mbak Dela, tapi kamu."

"Aku? Buat apa?"

"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi padamu. Ada apa denganmu, Van? Setelah sejauh ini kamu mencoba melepaskan diri dari seorang Tom...kau malah kembali padanya? Kau ingat apa yang dia lakukan padamu?! Dia menyelingkuhimu. Bahkan membawa selingkuhannya ke dalam rumah kalian saat kau harus ke luar kota..."

"Tidak," potong Vanila, "Tom bilang dia tidak pernah melakukan hal itu."

"Kau ini naif atau bodoh atau sengaja membodohi dirimu? Maling tidak akan pernah mengakui kesalahannya. Apa dia punya bukti bahwa hal itu tidak pernah terjadi? Sementara kau punya baju-baju wanita itu termasuk pakaian dalamnya di atas ranjang kalian. Ya, Tuhan. Apa dia mengguna-gunaimu?" Andy mendecih kesal, "Kalau kamu masih mau membohongi dirimu karena tidak melihatnya dengan mata kepalamu, bagaimana dengan kejadian di Grand Hyatt? Kau memergokinya keluar dari kamar hotel dengan seorang wanita.."

"Sebenarnya aku tidak melihat mereka dengan jelas. Hanya punggung mereka dan aku kehilangan jejak."

"Damn, Vanila! Kamu itu bodoh, idiot atau bucin sih?!" pekik Andy emosi. "Bahkan kau masih mencari-cari alasan untuk tetap bersamanya padahal kau sudah melihat bagaimana Tom dan wanita itu keluar dari kamar hotel..."

"Cukup, Andy! Cukup!" potong Vanila dengan sama emosinya. "Kau memang temanku, tapi kau tidak punya hak untuk menghina keputusan yang kuambil bahkan walaupun ucapanmu benar sekali pun."

"Vanila, aku tidak ingin kau makin terluka oleh harapan semu yang dia tawarkan padamu. Tapi terserah padamu. Aku yakin kau akan terluka lagi karena pria bernama Tom Dwiguna itu." Andy beranjak pergi dari ruang rias tepat ketika itu Madya muncul dengan penata busana. Saat penata busana segera mengerjakan tugasnya, Madya masih terpaku menatap langkah Andy yang makin jauh dan kemudian hilang dari pandangan di gang ruang busana.

Madya akhirnya mengalihkan tatapannya pada Vanila yang saat itu tengah berdiri di hadapan salah seorang penjahit bagian tata busana yang sibuk mempermak gaun pesta yang tengah dikenakan Vanila. "Begini pas, Mbak?" Vanila mengangguk. "Kita sum kasar aja supaya pas sama Mbak."

"Perlu dibuka bajunya?" kru bagian busana itu mengangguk.

"Biar aku bantu kamu ganti pakaian." Madya mengikuti Vanila segera ke ruang ganti kemudian menjulurkan pakaian pribadi yang tadi dikenakan Vanila dari pintu tuang ganti. Vanila menjulurkan gaun malam indah dan mewah itu kemudian Madya segera menyerahkannya pada kru busana yang segera membawanya ke bagian busana.

Kini tinggal mereka berdua di ruangan itu. "Andy tadi kemari?" Vanila yang baru keluar dari ruangan ganti segera mengangguk. "Buat apa?"

"Aku rasa dia kesal karena aku kembali pada Tom. Andy memberikanku beberapa pertimbangan. Mungkin dia benar." Vanila menghela nafasnya. "Tapi aku tidak tahu kenapa, aku selalu ingin memberi Tom kesempatan. Satu kali lagi kesempatan untuk membuktikan dirinya bahwa dia tidak berhubungan lagi dengan wanita itu."

"Itu karena kau mencintainya." Vanila mengulum senyumnya. Tanpa mereka sadari sebuah tangan terhenti di handel pintu ruang rias. Orang itu memilih mendengarkan pembicaraan Vanila dan Madya.

"Mungkin. Kamu tahu? Kemarin Verzet dan Dinda memilih kabur. Aku dan Tom mencari mereka hingga akhirnya mereka ditemukan oleh Tom dalam keadaan basah kuyup. Dinda demam karena itu dia tidak sekolah hari ini. Dinda ingin aku dan Tom tidur bersamanya."

"Kalian melakukannya?" Vanila mengangguk bersamaan dengan mengepalnya tinju di sisi tubuh pria yang mencuri dengar pembicaraan Vanila. "Kami bercerita. Anak-anak bahagia dan ketika anak-anak tertidur, aku dan Tom mulai bicara dari hati ke hati. Tom tidak memaksaku percaya padanya. Dia berjanji akan membuktikan kesalah pahaman ku padanya...dia akan membawa bukti bahwa dia tidak berhubungan lagi dengan Clara. Dia akan membawa rekaman cctv hotel Grand Hyatt untuk membuktikan bahwa saat itu dia sedang melakukan wawancara dengan PT.Wicaksarana dan bukannya bertemu dengan wanita itu."

"Bukankah itu bagus? Aku akan berdoa agar misi Tom berhasil dan kalian bisa bersatu kembali."

Andy menarik tangannya dari handel pintu. Matanya terpejam penuh kekesalan. Madya benar-benar tidak bisa dipercaya. Dia yang memberi segala kebutuhan wanita itu dan wanita itu malah mendukung Tom Dwiguna? Benar-benar mengesalkan.

Andy melangkah pergi. Di tangannya terdapat sebuah amplop yang ikut teremas akibat kekesalannya.

***

Sudah tiga kali percobaan. Tom hanya punya kesempatan satu kali lagi untuk berhasil atau pintu rumahnya akan benar-benar terkunci. Clara sialan. Berengsek, Tom memaki setelah mengetahui kejadian yang terjadi dari cctv yang bisa dia pantau juga dari ponselnya.

Clara memasuki rumahnya tadi malam. Dia akan memberikan bukti ini ke kepolisian agar Clara segera ditangkap. Namun ngomong-ngomong tentang Clara... password apa yang akan wanita itu ketik? Tanggal lahir Clara tidak. Tanggal lahirnya juga tidak. Tom menatap kedua putra dan putrinya beserta Mbak Asih yang duduk di kursi teras rumah.

"Lama, Pa!" Dinda berteriak.

"Bentar lagi, Papa lagi cari password yang cocok. Papa udah telpon tukang perbaikan kunci, tapi orangnya lagi pergi. Jadi Papa coba saja dulu."

"Kayak detektif di televisi, Pa?" Verzet berkata sambil melangkah ke sisi sang papa. Tom mengangguk. "Papa lihatin apa? Cctv?" Verzet menatap Tom yang sedang melihat apa yang dilakukan Clara. Wanita itu keluar dari kamar tidur mereka dengan mengenakan gaun tidur Vanila. Tunggu Vanila bilang dia membawa Clara ke rumah mereka. Jadi kemungkinan inilah yang dilakukan Clara. Vanila mungkin memeriksa cctv mereka sepulang dari syuting di luar kota. Namun cctv rusak beberapa hari kemudian saat dia ingin mengawasi anak-anak dan Vanila dari ruang kerjanya. Apa kerusakan itu karena ketidak hati-hatian Vanila karena emosi melihat Clara di rumah mereka atau...Clara sengaja merusaknya? Jika Clara sengaja merusaknya- berarti Vanila tidak melihat cctv, itu berarti Clara sendiri yang menceritakan kejadian itu dengan membesar-besarkan.

Wow. Dia dan Vanila belum bicara jelas tentang bagaimana Vanila bisa mengatakan dia membawa Clara ke rumah mereka bahkan ke kamar tidur mereka. Sial. Dia benar-benar harus mencek cctv rumahnya sesegera mungkin. Kalau Clara melakukannya, kemungkinan besar Clara telah menghapus data yang ada dan satu-satunya data yang tersisa mungkin di Drive jika semua tidak benar-benar telah terhapus. Mungkin dia bisa membuka kode di Drive atau bak sampah jika beruntung. Sialan, batin Tom mengumpat lagi. Untung dia punya banyak pelatihan di masa muda termasuk pemrograman komputer. Kalau itu benar-benar dilakukan Clara dia benar-benar akan memaksa polisi mengurung wanita itu di penjara.

"Iya. Papa rasa ada penyusup di dalam rumah, tapi Papa salah." Tom tersenyum lalu mematikan ponselnya. Tak ingin membuat cemas anak-anaknya. "Mungkin sistemnya hanya salah."

Kembali kepada tombol kunci rumahnya. Tom mencoba menebak angka yang mungkin di buat Clara. Tanggal pertama mereka bertemu? Tanggal pertama Clara menjadi karyawan di PT Clement Construction? Jemari Tom bergerak menuju tombol angka..., tapi kemudian menarik tangannya lagi atau tanggal itu...??? Tanggal pertama dia dan Clara melakukan dosa itu di ruang kerjanya di Clement Construction? Tanggal pertama dia mengkhianati kepercayaan dan cinta Vanila- isterinya. Dia tidak akan pernah lupa angka itu, bukan semata-mata karena dia memang punya keahlian mengingat angka, tapi karena hari itu adalah catatan awal paling kelam di hidupnya.

Tom mengembuskan nafasnya berat lalu menekan angka demi angka. Bunyi cklek yang kemudian terdengar menghasilkan gema yang lebih besar di hatinya. Diantara teriakan senang putra dan putrinya, Tom menyadari noda tidak pernah mudah untuk dibersihkan dan Clara adalah noda yang membandel. Kadang sebuah noda bahkan membuat kita harus membuang baju kesayangan. Namun dia tidak akan pernah membuang keluarga kesayangannya.

Saat anak-anaknya berlari memasuki rumah, Tom buru-buru mengganti kode baru kunci rumahnya yang bukan tanggal lahir keluarganya: Vanila atau anak-anak mereka, juga bukan tanggal pernikahan dan tanggal lain yang mudah Clara lihat dalam data pribadinya, kemudian meminta Mbak Asih memasakkan makan siang buat anak-anaknya dan menjaga mereka, tepat saat itu ponselnya berbunyi: seorang teman di Grand Hyatt hotel memberinya izin untuk melihat cctv hotel.

"Mbak Asih, saya titip anak-anak dan jangan biarkan orang asing masuk." Tom berpesan lalu melajukan mobilnya.

***

"Siapa yang mengatakan bahwa saya mendorong Alma Airin dari tangga? Saya sudah memberikan penjelasan kepada Anda semua," Clara protes pada penyelidik yang ada di hadapannya. "Saya koperatif dan saya minta Anda juga bersikap jujur pada saya dengan memberitahukan kepada saya siapa orang yang mengaku melihat saya mendorong tubuh Alma? Saya akan melaporkannya dengan delik pencemaran nama baik..."

"Bu Clara, sabar dulu. Kami belum menjadikan Anda tersangka, kami hanya memintai Anda keterangan. Tidak ada yang perlu Anda laporkan dengan delik pencemaran nama baik."

"Clara," Brian yang datang terburu-buru mencoba menenangkan Clara. Tangannya mengusap lembut punggung Clara.

"Kenapa kau lama sekali?" Clara bertanya sambil berbisik.

"Aku minta maaf. Ada sedikit masalah di proyek jembatan selat Sunda. Aku sudah meminta Pak Gede Aryadi menyelesaikannya dan segera menuju ke sana. Sekarang duduklah. Biarkan aku bicara dengan polisi." Clara memasang wajah datar dan segera duduk. "Selamat siang, Pak Polisi."

"Selamat siang. Anda siapa?"

Lihat selengkapnya