Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #135

#135. Skala Prioritas

Brian membawa Clara menuju ke apartemennya sesuai permintaan wanita itu. Wajah Clara lembam bekas pukulan. Entah siapa yang melakukan hal itu pada Clara, wanita itu tak mau bicara. Bagi Brian siapa pun yang melakukannya pastilah seorang pengecut.

"Clara, kita sampai." Brian mencoba membangunkan wanita itu. Namun tidur Clara tak tersaingi. Setelah menunggu beberapa menit yang singkat, Brian mengambil keputusan untuk menggendong tubuh Clara menuju kamar unit apartemennya. Wanita itu terbangun tepat di depan pintu apartemen Brian, mungkin terusik atas usaha Brian memasukkan kartu kunci untuk membuka unit apartemennya.

"Kita sudah sampai? Seharusnya kau membangunkanku.Turunkan aku."

"Tidak perlu. Ambil saja kartu kunci di kantong celanaku." Brian berkata. Clara menuruti tanpa membantah. Tangannya terjulur pada kantong celana Brian. Merogoh sakunya yang malah menimbulkan sensasi menaikkan has**t Brian. Namun tentu saja harus dia tahan, tapi entah Clara sengaja atau tidak- tangan Clara terlalu lama di bawah sana. Brian tidak yakin dia tidak akan berekasi menciumi wajah Clara yang berada di jarak ciumnya kalau Clara masih lama di bawah sana.

"Aku dapat." Clara mengacungkan kartu itu dan dengan satu tangannya sementara tangan lainnya memeluk erat leher Brian, dia menggesekkan kartu itu. Brian menarik nafas lega. Pintu unit apartemen Brian terbuka.

Hanya ada satu tempat tidur di unit apartemen Brian yang merupakan unit paling kecil yang ditawarkan dalam tower triangle apartemen yang dijual sebuah perusahaan property ternama di negeri ini. Brian membaringkan tubuh Clara di atas kasurnya. Membuka sepatu wanita itu, menyelimuti tubuh Clara dan menghidupkan air conditioner di bawah tatapan mata Clara. "Sekarang tidurlah." Brian membelai rambut Clara lembut.

"Kau mau kemana?"

"Aku akan tidur di sofa ruang tamu."

"Kenapa harus di sana. Kita bisa berbagi tempat tidur."

"Clara, aku tidak mau membuatmu merasa tidak nyaman. Aku minta maaf atas sikapku padamu siang tadi. Atas salah paham yang terjadi diantara kita. Sejujurnya aku tidak bermaksud membuatmu harus melakukan hal itu..."

"Kenapa?"

"Apa?"

"Kau tidak menikmatinya?"

"Maksudmu? Bukan soal itu, Clara. Aku minta maaf karena..."

"Apa Neli lebih menggoda?"

"Aaapa?"

"Tidur di sini." Clara berkata pelan, "ranjang ini cukup lebar dan sekarang aku tak mau sendiri." Sekali lagi Clara tak perlu meminta dua kali, Brian segera menurut. Membuka jasnya, mengambil baju ganti di lemari. Namun ketika hendak ke kamar mandi, suara Clara terdengar lagi. "Ganti di sini."

"Apa?" Brian menatap Clara. Mata wanita itu lekat menatapnya. Brian menurut membuka kemejanya dan menggantinya dengan baju kaos. Namun tidak mengganti celana panjangnya hanya membuka gesper dan segera berbaring di sisi Clara, dengan jarak.

"Kenapa seorang pria bertahan dengan pernikahannya saat dia tidak mencintai lagi isterinya?"

Pertanyaan Clara membuat Brian menatapnya serius. Clara menatap dinding kamar. "Karena pernikahan lebih rumit dari yang terlihat. Ada nasib orang lain di sana bukan sekedar cuma perasaan cinta antara suami dan istri. Ada anak-anak, ada orang tua dari kedua belah pihak, ada juga gunjingan tetangga yang harus dipikirkan dan sebenarnya cinta itu juga rumit, Clara. Kadang saat marah kita berpikir tidak mencintainya lagi, tapi saat kemarahan selesai kita merindu. Lalu menyesal."

"Kau merindukan Neli?" Brian membisu. "Kenapa diam?" Clara menatap wajah Brian. Dia benci semua pria beristri dan semua itu karena Tom. Tom menghajarnya demi Vanila. Bagaimana bisa Tom melupakan masa-masa yang telah mereka lewati bersama...rasanya dia ingin menghancurkan setiap rumah tangga yang ada.

Clara memiringkan badannya mengarah pada Brian. "Pandang aku." Brian menurut untuk menatap Clara. "Apa aku cantik?"

"Tentu saja."

"Jangan bohong."

"Kau cantik, Clara sangat cantik bahkan."

"Menurutmu apa para pria tertarik padaku?"

Lihat selengkapnya